ORIGINAL 9

1.5K 152 28
                                    


Noca First Kiss

Sebongkah hati yang beku perlahan bergerak terombang-ambing lautan perasaan.
Memaksa mencair.
Menyatu dengan lautan.

😠😤😥

Gambar

Masih dengan rambut pendek, bawahan seragam berbentuk celana, dan juga jaket kulit dilapis backpack hitam di punggung. Noca melangkah santai sambil memasukkan tangan di saku. Tanpa peduli dua orang mengekor.

"Pagi, Sayang. Nih, bola volinya."

Kini, satu orang lagi yang tiba-tiba muncul. Noca membentur begitu saja sisi kanan cowok itu. Tanda tak peduli. Tapi yang ada, cowok itu malah ikut-ikutan menambah ekor Noca.

Ada apa dengan tiga orang ini? Mereka belum dikasih sarapan sama orang tuanya ya? Sampai-sampai mengikuti Noca bak induk. Ah tidak, tidak. Anan sudah dikasih makan sama Mama tadi.

"Noca, lo masih marah sama gue? Udah dong, Ca. Ini udah tiga hari dua malam."

Noca bergeming.

"Ca," masih bergeming.

"Kak, lo marah sama gue?" Kini, Ananta yang angkat suara. "Sori deh. Tapi ini buat kebaikan lo juga."

"Noca Saya-eng...."

Napas tiga-tiganya tiba-tiba tercekat saat Noca tiba-tiba berbalik. Membuat tiga-tiganya sontak berdiri, mematung, menjinjit. Takut menabrak Noca.

Bertolak pinggang, Noca menjawab. "Gue enggak ada masalah sama kalian bertiga. Tapi kenapa kalian malah nyari gara-gara sama gue? Bisa nggak sih kalian cukup jalan, diam, urus urusan masing-masing?! Mulai sekarang, kalian, gue, off!" Noca meninju satu demi satu bahu deretan Indra, Anan, dan Naren. Lalu berlalu dengan mengangkat dagu setinggi langit. Bengis. Tak terkendali. Bak dihuni iblis.

"Ca!"

"Kak!"

"Sayang!"

😠😤😥

Semilir angin meniupkan lelahnya. Semilir angin mengacaukan rambutnya. Semilir angin menghantarkannya pada kenyamanan. Tapi angin tiba-tiba terhenti. Terhalang oleh sesuatu.

"Ca,"

Noca yang awalnya bersender sambil memejamkan mata, kini berbalik memandang lapangan sekolah yang menghijau oleh rumput.

"Ca, gue tau gue salah. Plis, jangan diemin gue."

Noca membenahi rambut cepaknya dengan santai. Pura-pura tidak mendengar apalagi melihat Indra.

"Noca...." lirih Indra. Tanpa respons. "CA, PLEASE JAWAB GUE! GUE ENGGAK MAU LO DIAMIN LAGI SELAMA SATU SEMESTER KAYAK KELAS X. TOLONG, CA. JANGAN GINIIN GUE. APALAGI...."

Bodoh! Indra mengacak rambutnya dengan frustrasi. Hampir saja. Noca tidak boleh tahu.

"Apalagi apa?" lirih Noca. Pandangannya tampak lelah. Tetapi jelas itu sangat mengintimidasi bagi Indra.

Dengan detak jantung yang meningkat bahkan peluh dingin mulai muncul kepermukaan serta mata yang bergerak-gerak gelisah, Indra terus membeo memikirkan kata-kata apa yang cocok melengkapi kalimatnya tanpa mengungkapkan sesuatu yang besar. Hanya saja tak kunjung dia temukan.

ORIGINALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang