ORIGINAL 11

50 10 7
                                    

Tok.tok.tok.

"Noca, teman kamu datang."

"Siapa?" tanya Noca dari balik selimut.

"Indra." jawab Mamanya.

"Suruh pulang aja, Ma. Noca malas." jawab Noca. Sedikit pun tidak tertarik akan kedatangan Indra.

Rasanya canggung.

"Jangan begitu, ayo bangun." Mama menarik Noca dari balik selimut. Membuatnya berdiri dan bergerak menuju ruang tamu.

"Kenapa?" tanyanya ketus.

Indra, tengah duduk santai menonton televisi bersama Anan di ruang tamu. Dia langsung berdiri menghadap Noca.

"Ada yang mau gue bilang," ucap Indra. "Ikut gue bentar ya."

"Males." Jawab Noca. Dia duduk di sofa dan menonton televisi.

"Seret aja, In." ucap Mama yang datang dari dapur. "Ajak kemana pun kamu mau. Dia tidur siang terus. Nggak ngapa-ngapain."

"Mama, anak perempuan tuh di jaga, bukan asal dititipin ke anak orang dan disuruh pergi." balas Noca jengkel.

Mama malah terkikik. Caranya terkikik mengingatkan Noca pada istri Naruto, Hinata. Anggun.

"Gue malas keluar rumah. Naik ke kamar gue aja."

Noca bangkit dan bergegas ke kamarnya lagi. Padahal dia sudah turun tadi.

Indra mengekor dan mamanya pergi ke dapur. Pikir Noca mungkin Mamanya mau menyiapkan camilan.

"Kenapa?" tanya Noca cepat. Raut wajahnya tampak acuh tak acuh. Noca berharap dengan begitu dia tidak akan terus-terusan merasa canggung dan degdegan. Jujur saja sejak Indra tiba-tiba datang, kesehatan jantung Noca terganggu. Rasanya seperti naik roller coaster. Senang diterbangkan tetapi takut dijatuhkan.

Alih-alih menjawab, Indra malah melakukan room tour di kamar Noca. Padahal pemiliknya ada di sana meminta berbicara cepat lalu pergi.

"Sama sekali nggak ada cewek-ceweknya." Komentar Indra setelah puas mendaratkan mata hampir pada setiap sudut kamar Noca.

Kamar Noca tidak luas dan tidak ramai juga. Hanya dipenuhi peralatan olah raga yang dipajang pada kabinet dekat dinding. Raket, kok, bola basket, bola voli, bahkan ada gitar pula. Dindingnya yang abu-abu dengan pencahayaan kuning redup membuatnya tambah seperti kamar remaja laki-laki dibandingkan kamar remaja perempuan yang mungkin akan lebih berwarna dan dipenuhi buku-buku pelajaran di meja-nya. Atau mungkin lebih banyak peralatan body care atau make up yang memenuhi ruangannya.

Noca mengerucutkan bibirnya sebal. Indra jadi geli melihat kelakuan Noca yang mirip anak kecil.

"Kenapa lo nggak berhenti aja?" ucap Indra yang tak dapat Noca pahami.

"Gue mau lihat lo punya rambut panjang dan pakai rok." ucap Indra lagi yang tak menyembunyikan senyum ataupun perasaan sungkan berkata begitu pada Noca.

Rona wajah yang tadinya mirip anak kecil, sama sekali hilang sekarang. Berganti dengan rona datar dengan pandangan dingin yang acuh tak acuh.

"Lo ke sini cuma buat bicara omong kosong?"

Indra yang lagi-lagi tak menyembunyikan senyum ataupun perasaan sungkan, semakin membuat Noca jengkel.

"Gue tau, Ca. Lo jauh dari merasa nyaman dengan keadaan lo sekarang. Gue juga tau, sangat ingin memakai pakaian dan berdandan layaknya anak perempuan normal lainnya. Jangan terus-terusan menipu diri lo sendiri, Ca."

Noca berdecih dan bersidekap. Dia memandang Indra dengan tatapan bahwa dia tidak akan kalah dari perkataan Indra.

"Lo mau jadi kayak Naren yang suka menceramahi orang sekarang?"

Indra tak bergerak sedikitpun. Pandangannya lurus hendak menembus emosi sebenarnya di balik pandangan yang tampak tak goyah.

"Gue suka sama lo, Ca."

Lagi-lagi Noca berdecih tampak meremehkan. Hatinya terasa terbakar sekarang.

"Terus, karena begitu Lo jadi berhak mengatakan apa pun yang Lo mau? Lo merasa berhak, mengatur dan mengungkap apa yang gue rasa?"

Noca merasa sudah di tingkat didih tertingginya sekarang. Dia sampai bisa merasakan gigi atas dan bawahnya saling menekan menahan amarah agar tidak lebih meledak.

"Nih."

Indra tampaknya tidak terpengaruh dengan apa yang Noca ucapkan atau bagaimana reaksi Noca. Dia menyerahkan raket yang dibalut oleh tasnya.

"Gue nggak tau kenapa, tapi gue merasa harus bilang dan memberikan ini secepatnya."

Noca melirik sekilas benda yang diberikan Indra dan kembali menerjang tatapan cowok yang lebih tinggi darinya itu.

"Gue suka sama lo sejak kita ikut porsenijar bulu tangkis saat SMP. Gue mau lo ambil ini. Gue nggak akan memakainya lagi."

Apa-apaan! Noca tidak habis pikir. Indra berbicara seperti bukan dia saja. Indra yang selalu pengertian dan diam saja tiba-tiba jadi bawel. Dia berbicara sendiri tanpa merespons apa yang Noca ucapkan.

"Nggak mau." balas Noca. Dia merasa dia tidak boleh kalah dari Indra yang tiba-tiba jadi egois.

"Kalau nggak main lagi, kasih orang lain aja atau buang sekalian. Jangan kasih ke gue."

Noca bergerak menuju tempat tidurnya.

"Kalau lo sudah selesai bicara omong kosong, pergi sekarang. Jangan ganggu gue. Gue sibuk."

Noca dengan tubuh kurusnya yang hampir tulang itu masuk ke dalam selimut. Dia membelakangi Indra dan menggulung dirinya sampai sehelai rambut pun tak terlihat.

Indra tetap tak henti menebar senyum. Kali ini senyum pahit. Noca pasti sangat marah padanya sekarang. Dia tidak tahu mengapa, tetapi dia gelisah belakangan ini. Rasanya sangat sesak dan semakin panas bila dia tidak mengungkap isi pikirannya tentang Noca.

Hanya saja dari tindakan egoisnya dia malah membuat Noca marah dan pasti sangat membencinya sekarang.

"Gue pergi, Ca."

Cowok itu melangkah keluar kamar dengan dua tangan di saku. Benda yang dibawanya dia tinggalkan di dinding abu dekat pintu.

####

Yeaaaayy update yeayyyy! Setelah sekian purnama akhirnya update juga 🥺
Selamat membaca dan semoga terhibur ❤️❤️

ORIGINALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang