ORIGINAL 7

987 124 3
                                    


Main Voli? Noca Juga Bisa!

Dan aku terus berusaha dan berusaha Berpura-pura tidak tahu
Walau sebenarnya tahu bagaiamana akan berakhir

😠😤😥

"Gila! Gila!" Seorang siswi berteriak heboh pada temannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gila! Gila!" Seorang siswi berteriak heboh pada temannya. "Lo tahu Anan kan? Ketos SMP Genitri.Gila. Keren Banget."

"Oh... si ganteng yang sebentar lagi lengser dari jabatannya?"

"Iya! Gila ya. Baru kelas 9 tapi gantengnya udah luar biasa banget. Lo tahu, nggak? Tadi pagi waktu kelas gue olahraga, kelasnya olahraga juga. Dan beuh.... keren dan gantengnya jadi berkali-kali lipat pas main voli. Wih jago banget! Gila!"

"Dia bisa main voli juga? Gila. Tuh anak kelewat atletis. Kelewat banyak talenta. Bisa nyanyi sama main gitar pula! Olahraga basket juga dibabat habis sama dia."

"Seriusan?! Gila gue baru tau. Gue berani jamin, kalau dia sekolah di SMA ini, pasti bakal jadi Ketos juga nanti. Duh, kurang apalagi pujaan gue itu...."

"Kurang gue pacarin. Woah...."

"Itu mah maunya elo!"

"Hahahah"

BRAK!

Dua siswi yang tengah bersolek itu sama-sama menoleh ke bilik yang tiba-tiba saja terbuka. Dua-duanya sama meringis melihat ekspresi tak bersahabat kakak kelas mereka. Mereka sama-sama menunduk tak berkutik saat Noca mencuci tangan.

Bedak, pemerah pipi, pelebat bulu mata, pelebat alis, tiga lipstik berbagai macam warna, parfume, dan beberapa produk seperti cream yang Noca tidak ketahui nama dan fungsinya itu dilirik dengan sinis. Dikira sekolah tempat nyalon apa!

Noca kemudian melangkah meninggalkan toilet. Yang tanpa disadarinya, telah membuat dua adik kelasnya dapat bernapas kembali.

"Gila, rasanya gue enggak bakal bisa ngegebet Anan. Nggak kuat gue kalau punya ipar kayak dia."

"Yang sabar, ya. Mungkin bukan jodoh lo, tapi jodoh gue."

"Eh sialan."

😠😤😥

"Lo lagi main voli apa main basket? Cuma bolanya aja yang di drabble di udara."

Noca melirik malas Naren. "Bukan drabble, tapi passing atas."

"Pfft. Naren menutup bibirnya dengan punggung tangan. Berharap tawa tak lepas darinya. "Passing atas itu pakai dua tangan,"

Naren mendekati Noca. Berdiri dibelakangnya dan membalut punggung tangan Noca. Mempraktekkan cara passing atas.

Naren sibuk mengajarkan passing atas. Noca sibuk memandangi Naren. Klise. Tapi, kenapa hal klise begini malah membuat Noca ingin memandang Naren? Bahkan suara indahnya seperti lagu. Bisa diterima dengan baik oleh telinga dan pikiran.

Tidak. Tidak. Ini tidak benar.

Secepatnya Noca membebaskan diri dari Naren. Pemuda itu terkesiap. Tapi Noca malah ikut-ikutan terkesiap.

Sama tinggi dengan Noca. Kira-kira 160an. Rambut pendek. Rahang tegas. Alis mata lebat. Sorot mata tajam. Perawakan kurus. Tapi pas. Kaki cukup panjang. Pundak tidak bungkuk. Tas selempang menyampir di bahu kanan ke kiri. Bebannya di balik badan.

Sekarang tangan kirinya masuk ke saku celana. Tangan kanan naik ke atas dan membuat bentuk pistol dari jempol dan telunjuk di bawah dagu. Mode keren.

"Gue ganteng kan?"

"Jelek!" jawab Noca cepat. Secepat ia berbalik dan memungut bola voli. Kemudian kabur.

"Nona! Mau ke mana?!" pekik Naren.

"Na, Nona!"

Noca tak mendengarkan. Bibirnya ditekuk. Melangkah panjang keluar lapangan. Tapi sial, di depan lapangan malah terserempet motor.

Noca limbung. Lututnya dan tangannya beradu dengan aspal. Sedang bola menggelinding entah ke mana.

Bukannya berteriak, mengejar, atau bahkan mengumpat pembawa kendaraan yang kabur. Noca menepi. Mengeluarkan P3K yang selalu dibawanya. Malah Naren yang berteriak, mengejar, mengumpati dengan sumpah serapahnya untuk pengendara itu, bahkan sampai melakukan smash dengan bola voli milik Noca.

Terengah-engah, Naren menghampiri Noca. Bola voli ada di tangannya. Setelah ia harus mengambil lagi bola yang meleset dan jatuh jauh dari tempatnya melakukan smash.

"Nggak kesusul." ujarnya.

Noca membisu. Tangannya dengan terampil membasuh luka dengan alkohol. Pelan, halus, dan hati-hati. Kontras dengan pembawaannya yang kasar serta sulit tertebak ini.

"Na."

Noca masih membisu. Tangannya mengelap sisa-sisa alkohol. Kemudian mengambil perban dan obat merah.

Tanpa aba-aba, Naren merampas obat merah dan menuangkannya ke perban.

"Gue bisa sendiri! Pulang sana!" ujar Noca. Ia merampas kembali miliknya.

"Enggak, biar gue aja." ujar Naren. Bersikukuh ingin mengobati Noca.

Dua-duanya sama-sama tidak mau mengalah. Luka yang kembali memerah pun terabaikan. Sibuk adu keras kepala. Hingga berhenti saat tiba-tiba mobil berwarna hitam berhenti di samping mereka.

"Ngapain kamu duduk dijalanan kayak gembel?! Kamu tahu adik sama Mama kamu nyariin kemana-mana
Nyusahin aja jadi anak. Masuk!"

Noca bergeming. Naren melongo.

"Kenapa diam?! Masuk!"

Malu. Buru-buru Noca merapikan barang-barangnya.

"Kenapa pula lututmu bisa luka?!"

"Tadi Nona terserempet motor Om, maaf saya tidak sempat menolongnya." ujar Naren.

Papa melirik sekilas Naren. "Makanya kalau jalan biasakan saja. Taruh barang-barang yang sepantasnya di tas bukannya ditengteng sampai tangan penuh. Entah jaketlah, bukulah, hapelah, headsetlah, makananlah, minumanlah. Habis semuanya ditengteng bersamaan disaat jaket, buku, hape dan headset bisa ditaruh di tas."

Noca bungkam. Hanya tangannya yang bergerak. Pandangannya fokus pada apa yang dikerjakannya. Dia berdiri dengan tas sudah dipunggung dan bola voli ditangan. Bergegas masuk ke mobil.

"Memangnya Papa supir kamu?!"

Masih dengan tidak mau melihat sekeliling, Noca kembali keluar dengan bola dipelukannya. Sebelum membuka pintu, Noca melempar bola voli pada Naren. "Ambil aja. Kalau enggak mau, buang!"

Kemudian masuk dan membanting pintu mobil.

"Tapi, Nona!"

"Panggilannya Noca."

Glek.

Naren hanya menegak ludah saat mendengar perintah Papa. Mutlak. Membuatnya menatap bingung ayah-anak di depannya sambil memeluk bola. Kenapa dengan Noca dan ayahnya?

"Kalau Papa masih hidup, apa Papa galak kayak Papanya Noca?" Naren bergidik. "Ih nyeremin. Nggak kebayang gue punya Papa segalak Papanya Noca."

ORIGINALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang