9

118 13 0
                                    

*prang

Itu adalah piring kesepuluh yang telah aku pecahkan hari ini. Sengaja atau tidak, entah mengapa tanganku ini sekarang senang merusak barang.

Aku mengusap kening sambil mencoba menarik napas dalam dan dihembuskan kencang. Dadaku masih terus terasa sesak. Aku meremas taplak meja yang sedang ku genggam, ku pejamkan mata dam kejadian tadi benar masih membekas. Kejadian yang membuatku nyaris gila.

*prang

Tanganku menarik taplak meja begitu saja. Barang diatasnya berjatuhan dan vas bunga terlempar ke sembarang arah. Tanpa membersihkan pecahan-pecahan kaca aku segera mengambil botol bir dan sebungkus rokok lalu pergi ke rooftop.

Angin kering berhembus cukup kencang, membuat abu rokok bertebaran terbawa angin belum lagi rambutku yang tersapu angin begitu saja.

“Ingatannya perlahan kembali seiring berjalannya waktu. Tapi dia masih belum mengingatku, dia malah mengingat wanita itu.” Aku tersenyum ketir, kemudian meneguk bir botol lagi.

Seharusnya aku mengerti, memang ini kenyatannya. Juga sudah harusnya aku yakin semua akan kembali seperti  semula seiring berjalannya waktu. Bukan seperti ini.

Walaupun pada kenyatannya, kemungkinan ingatannya pulih 100% adalah hampir mustahil. Ingatan itu akan muncul secara acak, tidak menurut waktu kejadian. Begitu katanya.

Lalu bagaimana kalau ingatannya benar tak akan kembali. 
Apakah berarti usahaku selama ini sia-sia?

“Dia mengingatku saja tidak, padahal kami menggunakan cincin pasangan. Ck. Mengapa takdir bevitu menyebalkan.” Aku menatapi cincin yang terpasang di jadi manisku.

Semakin dilihat rasanya semakin banyak anak panah menghunjam jantungku.

Aku kembali meneguk minuman yang ada di botol sekaligus, tenggorokanku berasa panas namun itu semua tak berarti.

Aku kembali menghisap rokok, mungkin ini sudah batang yang keempat. Sambil menghisap aku memejamkan mata, bukan ketenangan yang kudapatkan tapi bayangan itu muncul lagi. Bayangan dimana wanita itu memeluk Taekwoon saat di rumah sakit.

“Aku merindukanmu, Taekwoon.”
“Aku juga.”

*prang
Botol bir itu aku benturkan dengan tangan kiriku ke lantai, beberapa pecahannya mengenai telapak tanganku.

Tapi, mengapa rasa sakitnya tidak sebanding dengan hal yang membuatku sesak.

Saat seperti ini rasanya ingin sekali aku menghubungi Hakyeon, tapi semenjak hari itu aku ingin menjaga jarak dengannya.

Aku tidak ingin berkhianat, tapi jika keadaannya seperti ini lantas aku harus bagaimana.

“...dia pasti bisa menemukanku tanpa ku beritahu. Karena dia Hakyeon bukan Taekwoon.” Aku kembali mengisap rokok keempatku dan setelah habis aku melemparnya begitu saja.

Lalu aku mengambil batang kelima dan menaruhnya di mulutku, hendak aku memercikan api namun sebuah tangan menarik rokokku.

“SUDAH KUBILANG BERHENTILAH!!” Benar dugaanku dia pasti menemukanku.

“Bagaimana kau bisa menemukanku?” Aku tersenyum setengah bibir padanya.

“LIHATLAH DIRIMU!” Dia menarik kedua lenganku dan menunjukannya kepada dua mataku, begitu banyak luka dan darah mengalir. Terlebih telapak tangan kiriku yang darahnya sangat banyak.

Aiu benar-benar tidak sadar, itu tidak sakit.

“Itu semua menetes dari depan apartrmenmu! SADARLAH ADA APA DENGANMU! KE RUMAH SAKIT SEKARANG!”

Aku hanya menggeleng.
Tanpa berbicara dia langsung mengeluarkan sapu tangan dan melilitkannya di telapak tangan kiriku yang darahnya terus mengalir. Lalu, mengangkat tubuhku.

“Aku bisa sendiri.” Dia menurut dan menurunkan tubuhku.

Love Letter ✔ Leo Vixx FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang