7

124 14 2
                                    

Hari ini adalah hari kepindahan Leo ke Seoul. Dia memutuskan untuk pindah ke Apartemen yang sama denganku. Hanya tentu saja berbeda kamar, kamar kami hanya berbeda dua lantai. Dia berada di lantai 5 dan aku ada di lantai 3. Kebetulan hari ini aku sedang libur jadi bisa membantunya membereskan apartemennya.

*ting tong
Aku memencet bel yang tertempel di sebelah pintu, entah mengapa rasanya aneh. Akhirnya aku bisa berkunjung dengan mudah ke tempat tinggalnya. Aku harap ini adalah langkah awal untuk meningkatkan hubungan kami.

“Ah,mi..an.” Seketika aku membalikkan tubuh membelakanginya, dan tiba-tiba bibirku rasanya kaku untuk bergerak.

Dia memakai baju setengah lengan dan memperlihatkan otot di tangannya dan bahu lebar miliknya terlihat jelas. Ini pertama kalinya untukku melihat dia seperti ini, kakiku terasa lemas.

“Bolehkah aku pulang saja? Aku malu jika terlihat bodoh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Bolehkah aku pulang saja? Aku malu jika terlihat bodoh. Dia... sangat seksi."
Aku menggumam dalam hati dan mengucek keningku, berharap pikiran aneh ini dapat pergi secepatnya.

“Tapi bukankah aku telah melihat semuanya? Aish.”

“Mian? Untuk apa? Masuklah.” Aku mendengar suara lembutnya mengalun di telingaku. Namun tubuhku rasanya berat untuk berbalik dan masuk ke apartemennya.

“A, maksudku maaf menunggu lama.” Setelah menjawabnya, aku menarik napas panjang  dan memejamkan mataku sejenak.

“Kau baik-baik saja?” Dia tiba-tiba menepuk pundakku.

“Ah! Iya, aku masuk.” Aku membalikkan tubuhku dan mulai berjalan, tentu saja aku mengalihkan pandangan darinya. Aku lihat barangnya memang tak terlalu banyak jadi ini akan mudah untuk dibereskan.

“Leo! A!” Aku berniat untuk berbicara pada Leo tapi aku lupa bahwa aku sedang tak ingin menatapnya. Aku berteriak dan tersungkur, menutup wajahku dengan lutut dan menggenggam lututku dengan erat.

Aku benar-benar malu dan tak sanggup melihatnya.

“Kau sakit?” Aku merasakan tangan mendarat di puncak kepalaku dan mengelusnya.

“Ani.” Aku menggeleng kepalaku pelan.

“Kenapa? Mianhae.” Aku merasakan elusan itu semakin terasa lembut di kepalaku.

“Aku.. malu.”

“Malu?”

“Pakaianmu.”

“A, apa ini mengganggumu? Baiklah aku ganti.” Aku merasakan tubuhnya yang menjauh dariku.

“Tidak usah, aku tidak apa-apa.” Aku memberanikan untuk bangkit dan melihatnya. Jantungku amat berdegup kencang saat melihatnya.

“Jinjja? Bukankah kau sudah melihat semuanya, lagipula kau harus terbiasa.” Dia menghampiri dan menepuk bahuku.

“Terbiasa?” Aku masih tidak mengerti dengan apa yang ia maksud dengan terbiasa.

“Kita akan sering bertemu kan? Aku sering merasa kepanasan, kau harus terbiasa melihatku seperti ini. Ditambah lagi-” Ucapnya, harus terbiasa harus terbiasa kalimat itu terniang dan menari di otakku.

“DITAMBAH LAGI APA???” Teriakku dalam hati.

“Terkadang jika panas sekali aku bisa buka baju.”

“OH, syukurlah.” Aku sungguh terkejut dengan perkataannya, seorang super pendiam dan pemalu sepertinya tidak mungkin kan bicara seperti itu pada wanita. Tapi, kenapa aku malah bilang syukur????

“Apa? Atau kau mau melihatku seperti saat itu?”
Kenapa dia berbicata hal itu lagi. Itu hal yang memalukan.

“Itu itu apa?”

“Mau lagi?” Dia mendekat dengan tatapan polosnya. Polos tapi menggoda, eh.

“EH?! Kenapa kau jadi seperti ini?? Hakyeon yang mengajarkanmu?! Bicara padaku!” Aku menggoyangkan lengannya, namun dia hanya tersenyum sambil menaruh jarinya di depan mulut.

“Leo memakai baju seperti ini saja sudah berhasil membuatku sesak napas. Bodoh dan memalukan” Rutukku dalam hati.

“Kau lucu.” Dia mencubit pipiku dan langsung pergi menuju tumpukkan kardus.

“...” Aku mengembangkan senyumku seraya dia melangkah dan menjauh dariku.

"Apa yang harus aku bantu?" Aku berjalan menghampirinya, dia sedang berdiri di depan rak buku. Dia menoleh ke arahku sambil tersenyum.

"Mau bantu aku bereskan buku?"

"Tentu." Aku menghampirinya dan mengambil beberapa buku yang ada di dalam kardus. Aku melihat dia begitu serius melakukan pekerjaannya. Sampai aku lupa apa yang harus aku lakukan.

"Aish!" Kakiku sudah berjinjit tapi buku ini tak kunjung sampai di rak atas.

"Pendek." Aku melihat sebuah tangan membantuku untuk menyimpan buku itu. Tubuhnya jauh tinggi dariku.

Sekitar pukul 6 sore, akhirnya semuanya baru saja beres. Aku memutuskan untuk ke kamarku dulu untuk mandi. Begitu juga dengannya, setelah itu aku diajak untuk kemari merayakan tempat barunya.

Entah mengapa sejak tadi, ada hal yang kupikirkan. Kenapa Leo menjadi seseorang yang pelupa? Setiap barang yang ia bawa lalu ia taruh pasti ia lupa. Mungkin presentase nya sekitar 80 persen.  Dia biasanya orang yang tak mudah lupa apalagi dengan barang yang ia taruh sendiri. Bahkan saat aku bercerita tentang kehidupan kampus ia pun sudah mulai lupa.

Mungkin pikirannya terlalu lelah atau faktor umur.

Malam itu, dia memasak makanan banyak sekali. Aku sempat tidak menyangka dia bisa masak enak seperti itu. Ditambah lagi dia memperlakukaku bak seorang putri.

“Kau disini saja, jangan pulang ke kamarmu.”

Aku hanya mengangguk pelan.

“Minggu depan kita ke rumah orang tuaku lalu ke orang tua mu.”
*deg
orang tua?

“Kita menikah saja.”

Geunal ihuro nan dajimhaesseoyo
Jeoldae nae pumeseo geudael noki sirtago
Kkeutkkaji gagetdago
(After that day, I was determined
That I never want to lose you from my embrace
That I will go till the end)

***
AUTHOR'S NOTE
Gregetan banget ini ngetiknya gilaaaaa. Nape gue yang jadi deg degan elah :(

Kalau mau tau sih ini baru awal aja, belum bener ke maksud cerita yang ingin aku tujukan. Eaaaa

Tunggu aja ya. Semoga bisa cepat.

Makasih sudah membaca hingga part ini😏😏

Salam dari author yang sebentar lagi sah sama jung taek woon.

Love Letter ✔ Leo Vixx FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang