So, this is heartache?

2.9K 259 24
                                    

Aku terus berpendapat

Bahwa kau akan menangis

Tetapi melihatmu tersenyum dalam balutan gaun indah itu

Aku akhirnya tahu, bahwa senyuman itu

Dapat tercipta tanpa diriku sekalipun.

-Jung Jaehyun

***

October, 15th 2018


Langit mendung sore ini seolah mengerti perasaanku. Hati yang kini seolah tak memiliki gairah terus merutuk agar tetap teguh. Seikat bunga azalea pink dalam genggamanku kini tidak lagi ada artinya.

Setelah semua yang terjadi, lantas apa yang harus kulakukan? Marah? Menangis? Mengutuk? Semua percuma! Semua sudah sangat terlambat untuk melakukan semua hal itu.

Secarik kertas yang tertempel pada seikat bunga azalea pink ini jelas tidak ada artinya jika dibandingkan dengan sebuah Art Paper berwarna maroon yang tergeletak diatas meja kerjaku, dengan cetakan besar dua nama mempelai tepat di atas permukaan undangan licin itu.

Segala jenis perasaan terus berkecamuk dalam hatiku, membuatku semakin mengutuk diriku yang bodoh ini.

Andai saja aku lebih cepat sedikit lagi, andai saja aku tidak mengikuti egoku, andai saja aku mengikuti apa kata hatiku, andai saja.... Andai... andai..

Kini aku hanya bisa berandai-andai sembari terus menyesali segala yang telah terjadi. Yah, inilah aku. Jung Jaehyun yang tidak berdaya di hadapan sebuah undangan pernikahan yang tergeletak di atas meja kerjanya.

Yang menangis ketika tahu bahwa tujuannya menyibukkan diri selama ini telah hilang pergi bersama orang lain. Yah, mau bagaimana juga, semua ini memang salahku dan aku sama sekali tidak berhak menyalahkan siapapun.

Terlebih lagi menyalahkannya. Tidak, tidak.

Kuraih gagang telepon kantor kemudian menekan angka 1. "Datanglah keruanganku, sekarang."

Dan 5 menit kemudian, dia yang kuperintahkan untuk datang akhirnya berdiri tepat di hadapanku. Berdiri dan menatapku dengan tatapan yang menggambarkan betapa bahagianya dia saat ini.

Yah, bahagia tanpaku.

"Permisi?" Bahkan suaranya mampu membuat hatiku melecos. Aku tidak mengerti, bagaimana bisa wajahnya setenang itu sementara aku disini mati-matian menutupi segala kefrustasianku, karena dirinya.

"Kang Soo Hee." Lirihku. Aku melonggarkan lilitan dasi sialan ini dari kerah kemejaku dan melepas jasku kemudian ku jatuhkan begitu saja ke lantai.

"Tidak bisakah kau bersabar sedikit lebih lama lagi?" Ia diam tak bergeming. Masih sama dengan posisi dan mimik wajah yang sangat tenang.

Aku mengusap wajahku gusar lalu menghela nafas kasar. Hatiku saat ini seolah diremas-remas lalu kemudian di hempaskan dengan sangat keras ke tanah. Perih. Tidak, bahkan lebih dari itu. Aku bangkit dari kursi itu lalu berjalan mendekati gadis Ballerina ini.

"Apa seperti ini caramu memperlakukanku setelah semua yang telah kita lalui bersama?"

Aku menatapnya nanar sementara dia yang ku tatap malah justru mengalihkan pandangannya ke lain arah. "Aku akan menikah Jaehyun. Kumohon lupakan aku."

Aku mencengkram erat kedua lengannya lalu membanting punggungnya keras di dinding.

"Seharusnya akulah yang akan menikahimu, seharusnya nama mempelai pria di undangan itu adalah Jung Jaehyun, bukan Lee Taeyong!" Teriakku frustasi. Aku mencengkram lebih erat lagi pergelangan tangannya ketika dia hendak meronta.

"Lepaskan aku, Jaehyun. Kau tidak bisa melakukan ini!"

"Why not? Kang Soo Hee, You're still mine!"

"I'm Not yours anymore, Jung Jaehyun!"

Kalimat itu. Kalimat yang selama ini ku khawatirkan akan keluar dari bibirnya akhirnya hari ini benar-benar keluar dan menusuk tajam ke gendang telingaku. Cengkramanku melemah dan di kesempatan itu Soo Hee melepaskan tangannya dari cengkramanku.

"Maafkan aku, Jaehyun." Lirihnya ketika melihat diriku yang menyedihkan ini. See, aku tertunduk dan menangis dihadapannya. Benar-benar bukan diriku yang orang-orang kenal selama ini.

"Maafkan aku."

"Jangan ucapkan kata itu!" Bentakku. Pundakku naik turun, seirama dengan tarikan dan hembusan nafasku yang memburu.

"Kau adalah wanita kejam, Soo Hee." Tungkaiku melemah dan akupun limpung kelantai. Lihat, Soo Hee lihat! Lihatlah Jung Jaehyun yang lemah hari ini.

"Bahkan setelah semua yang telah kita lewati.." Lirihku lagi. Aku mengepal kedua tanganku dan menumpuhkannya di atas kedua pahaku. Aku tertunduk dan menangis dihadapan seorang wanita.

"Aku seharusnya tidak mempercayai wanita sepertimu semudah ini." Aku memejamkan mataku dan membiarkan air bening itu jatuh lebih banyak lagi ke lantai.

Ini adalah pertama kalinya aku menangis pilu di hadapan wanita, dan ini juga tentu akan menjadi yang terakhir kalinya.

"Maafkan aku, Jaehyun." Lirihnya padaku dan aku merasakan kembali hangat peluknya setelah sekian lama. Ya, dia memelukku. Memeluk diriku yang saat ini benar-benar terjatuh di titik terendah hidupku. Kurasakan pelukannya yang semakin mengerat dan kurasakan pula tangannya yang menepuk-nepuk pundakku.

Aku rindu pelukan ini.

Aku ingin terus bisa berada dalam pelukan hangatnya, tapi sayang sekali. Pelukannya ini hanya akan menjadi pelukan terakhir dalam hidupku.

**

Mobilku melaju di jalanan licin kota Seoul di malam hari, membelah derasnya derai hujan malam ini. Mata sembab dan wajah yang frustasi akibat kejadian sore tadi masih menyerangku hingga detik ini. Apakah itu yang mereka sebut dengan perpisahan? Menyedihkan!

Mataku mengunci jalanan sepi di depan dan memacu mobilku dalam kecepatan tinggi. Tidak bisa dipungkiri, tapi aku memang sedang dalam keadaan frustasi. Tenang saja, aku bukan orang bodoh yang menyia-nyiakan nyawanya hanya karena wanita. Pikiranku tidak sependek itu.

Memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi bukan masalah yang besar menurutku. Yang menjadi masalah besar itu ketika aku memacu kendaraan dalam keadaan mabuk. Itu murni tindakan bodoh yang tidak dipikir pakai otak.

Mobilku akhirnya tiba di sebuah parkiran basement apartemen tempatku tinggal. Rasanya aku ingin cepat-cepat masuk kedalam apartemen lalu melarutkan segala pikiran kalutku bersama air hangat di bak mandiku lalu menonton acara TV kesukaanku sambil mengunyah keripik kentang.

Aku menekan tombol lift di parkiran sembari menunggu pintu lift didepanku ini terbuka. Ku tatap sekilas sebuah undangan dalam tas kantorku yang terbuka sedikit. Dan yah, kejadian di kantor itu kembali teringat.

Jung Jaehyun, seorang CEO dari perusahaan interior terbesar di Seoul dengan mudahnya menangis berlutut di hadapan sekertarisnya. Benar-benar memalukan. Aku tersenyum miring kala mengingat kejadian itu. Aku terus mengutuk diriku, mengutuk betapa bodohnya diriku.

Jika ayahku tahu tentang hal ini, maka dia akan mengirimku kembali ke Australia untuk kembali mengikuti pelatihan 'khusus' yang disiapkannya untukku. Cih, aku tidak sudi kembali ke neraka itu.

Aku menekan tombol password apartemenku setelah aku sampai di lantai 7. Aku kemudian masuk lalu melempar tas kerjaku ke sembarang arah.

Kehidupan kelabu Jung Jaehyun pun akhirnya dimulai.


-ToBe Continued

Ballerina's Bride [Jaehyun NCT FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang