Spencer terbangun dengan selang infus yang menempel di tangan kirinya, bau obat dan segala ciri khas rumah sakit membuat kepalanya berdenyut. Saat dia mencoba bangun pundak sebelah kanannya terasa nyeri, hal itu membuat Spencer mengurungkan niat untuk bertumpu dan duduk.
Melirik ke area yang terasa sakit, Spencer mendapati kain kasa menempel di sana lengkap dengan bercak darah yang telah berubah warna menjadi coklat pekat. Spencer berusaha mengingat hal yang menimpanya setelah dia berhasil membuntuti para penjahat ke sebuah gudang.
Setelah memori itu terangkum dengan baik, Spencer tersenyum kecut. Pasti si brengsek Damian yang telah membawanya kemari. Dia tahu betul lelaki itu memiliki sejuta kemampuan yang tidak bisa Spencer tandingi, Damian memang prajurit terbaik dan selalu menjadi pahlawan.
Setidaknya Spencer selamat meski harus mengalami luka akibat terkena tembakan. Saat seseorang membuka pintu, Spencer menoleh; ia hampir melompat saat mendapati wanita berambut emas dengan wajah bak malaikat tengah berjalan ke arahnya.
"Oh Tuhan apakah aku sudah mati?"
Spencer merasa dia sudah berada di surga dalam bentuk ruangan berbau obat, wanita cantik dalam balutan jas putih itu tersenyum saat melihat Spencer hanya diam dengan mulut menganga. "Are you okay Sir?" Wanita itu berjalan mendekat, meminta Spencer untuk berbaring.
"Tolong berbaring dengan benar, saya akan memeriksa kondisi anda dan memastikan semuanya baik-baik saja. Jadi tetaplah diam selama saya melakukan tugas."
'Oh shit' Spencer merasa seperti dilempar ke dalam air es. Seketika dia menyadari bahwa wanita di hadapannya adalah seorang Dokter dan bukannya malaikat yang berada di surga, "Um... iya," Spencer sudah bersikeras untuk menjaga nada suaranya agar tidak bergetar, namun sial rasa gugup telah mengambil alih kewarasan yang selama ini dimilikkinya.
' Oh ayolah aku adalah Spencer si penakluk wanita, tapi wanita ini sudah membuatku terlihat seperti anak berusia 15 tahun yang baru mengenal wanita cantik'
Dokter cantik itu mengernyit saat memeriksa detak jantung Spencer yang tidak beraturan. Dia kembali menempelkan stetoskop di atas dada bidang Spencer. Namun hasil akhir yang dia terima tetaplah sama, pria itu memiliki detak jantung yang tidak normal seperti manusia sehat lainnya.
"Sir apakah anda merasakan sesuatu?" Spencer mengerjap saat suara merdu mengembalikan akal sehatnya. Dari tadi dia hanya memandangi wajah cantik itu tanpa berkedip, selama menjadi seorang pria sejati, Spencer tidak pernah sekalipun merasakan ketertarikan seperti yang tengah dia rasakan saat ini.
Bahkan saat melakukan hubungan intim untuk pertama kali, saat itu dia hanya memiliki perasaan terangsang dan membutuhkan pelampias. Tapi kali rasanya begitu berbeda, dia merasakan getaran aneh yang begitu kuat. Seolah ingin memiliki wanita itu sepenuhnya dan tidak berniat membaginya dengan siapapun.
"Aku merasa bahwa aku telah jatuh cinta pada pandangan pertama," Spencer nyaris tidak sadar saat mengeluarkan kata tersebut. Detik berikutnya ia melotot dan menyadari Dokter itu menatapnya dengan pandangan menelisik.
"Oh, tidak aku tidak merasakan apapun. Aku adalah seorang pria kuat jadi aku rasa tubuhku sudah baik-baik saja."
"Oh Syukurlah, saya ikut senang mendengarnya," wanita tersebut memberitahu perawat yang berada di sampingnya untuk menuliskan beberapa hal tentang perkembangan Spencer.
Sementara pria itu---Spencer---hanya mengutuk diri karena sebelumnya tidak menyadari bahwa di ruangan itu tidak hanya ada mereka berdua. Dia mengalihkan pandangan pada wanita yang lebih muda dalam balutan celana Jeans dan kaos oblong yang dilapisi baju perawat dan terlihat cukup manis.
Spencer seolah buta, kecantikan Dokter muda itu telah membuat matanya hanya tertuju pada satu orang. Hingga dia tidak menyadari ada orang lain yang datang bersama dokter tersebut. "Sir, saya rasa kondisi anda sudah stabil. Mungkin besok malam anda bisa kami ijinkan pulang."
Sebuah nyuman wanita untuk pertama kalinya membuat Spencer kembali terhipnotis, dia tidak dapat mengendalikan diri untuk tidak tersenyum berlebihan dan menunjukan semua deretan gigi putihnya yang berjejer rapi.
"Thank you, aku rasa aku harus berterima kasih padamu. Bagaimana kalau aku sudah sehat kita makan malam bersama?" Bukan Spencer jika dia tidak mencoba untuk menebar pesona pada lawan jenis.
Terlebih wanita kali ini menurut Spencer benar-benar berbeda dari seluruh wanita yang pernah dia kencani sebelumnya.
"Tidak, terima kasih. Karena pekerjaan saya terlalu menumpuk jika ditinggalkan," dokter itu menunjukan senyuman menyesal sambil merapihkah peralatan medis yang tadi dibawanya.
Jauh di dasar hati sang dokter dia sengaja menolak secara halus, pria itu bukanlah tipenya. Spencer terlalu tampan dan terlalu bajingan. dokter itu cukup mengenal banyak karakter laki-laki. Dan pasiennya kali ini pasti sudah banyak mematahkan hati wanita.
"Oh aku sangat berharap kau dapat menerima tawaranku," Spencer menunjukan wajah terluka, memegang bahu dan berpura-pura kesakitan. Hal itu membuat dokter yang baru memeriksanya melangkah mendekat dan berusaha melihat apakah terjadi pendarahan di area bahu pasiennya yang kemarin tertembak.
"Apa anda baik-baik saja?"
"Ya, oh tidak aku merasa sakit di sekitar sini," Spencer meringis dan tersenyum jahil di sela akting kesakitannya. Saat Dokter tersebut memeriksa kain kasa, seseorang membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan. Spencer hampir melemparkan bantal saat melihat Damian menaikan sebelah alis dan menunjukan tatapan mencibir.
Beruntung Spencer kembali teringat bahwa dia masih berada dalam sebuah misi---misi untuk menahan dokter cantik itu agar tidak pergi. "Terima kasih Dokter, tapi biarkan aku yang merawatnya," ucapan Damian disambut oleh tatapan tajam dari Spencer, namun Damian tidak perduli, toh pria itu juga pernah mengacaukan moment indahnya bersama Chaterin.
Setelah diyakinkan oleh Damian, Dokter tersebut akhirnya pamit untuk memeriksa keadaan pasien lain. Namun sebelum dia melangkah menuju pintu Spencer sudah berteriak untuk menanyakan namanya.
"Sweety Angel siapa namamu?"
Dokter itu saling berpandangan dengan suster yang berada di sampingnya, dia menunjukan wajah bingung sementara sang suster terlihat tenang sambil tersenyum hangat. "Charlen," jawabnya singkat. Lalu dia berjalan keluar dan tubuhnya menghilang di balik pintu yang tertutup.
Bersamaan dengan hal tersebut tawa Damian meledak, pria itu tidak memperdulikan tatapan Spencer yang seolah ingin membunuhnya. "Kau mentertawakanku Bung!" Spencer berdesis, "Kemana perginya sang lelaki penakluk wanita? Kenapa aku merasa hari ini kau terlihat sangat menggelikan," goda Damian.
"Jangan berkata sembarangan, aku tadi hanya bercanda. Tidakkah kau lihat dadanya yang besar dan bokongnya yang terlihat bulat dan menggoda, oh aku ingin melihatnya tanpa sehelai benangpun," Spencer menjilat bibirnya tanpa sadar.
"Buang pemikiran mesummu itu, aku rasa kali ini kau terjebak dalam masalah," Damian tersenyum penuh kemenangan sementara hatinya berkelakar.
''Dan aku bersumpah akan membuat kejantananmu kesakitan saat kau sudah siap namun tidak bisa menyentuhnya'
Spencer merasa Damian yang tenang telah berubah usil, isi kepala pria itu pasti sedang mencari cara untuk membuatnya kesusahan. "Apa yang sedang kau pikirkan?" Spencer menatap sahabatnya dengan pandangan ingin tahu.
"Jangan katakan padaku bahwa kau masih marah karena aku menjadi penganggu saat kau berduaan bersama Chaterin di dapurku malam itu."
Tebakan Spencer yang tepat sasaran. hanya ditanggapi sebuah kekehan dari mulut Damian, "Ya, dan suatu saat aku akan membalasnya. Aku tidak pernah sebelumnya melihatmu begitu terangsang saat menatap wanita, tapi tatapanmu pada dokter itu menyiratkan hasrat yang begitu besar."
"Brengsek!" Spencer tertawa masam, dia meringis dalam hati karena tahu Damian akan melakukan hal yang sudah diucapkannya. 'Oh Tuhan' Spencer hanya berharap semoga saat mengalami Blue Ball tidak akan terlalu menyakitkan.
***
Blue Ball : adalah saat dimana seorang pria mengalami ereksi dan butuh pelepasan namun dia tidak dapat melakukannya. (itu kalo gak salah wkkwkw) #ditimpukMasal
Posted from WordPress for Android
![](https://img.wattpad.com/cover/15478531-288-k396107.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender To Reality [Surrender Series #2]
RomanceSpencer Alfredo Smith jatuh cinta pada Camilla Lauren Byrne seorang Dokter yang pernah merawatnya saat dia terluka dalam sebuah insiden, dokter itu seolah tidak tertarik dan tidak perduli. Namun dengan usaha keras akhirnya Camilla menyambut perasaan...