Bab [6]

2.5K 87 3
                                    

"Apa kau baik-baik saja?" Evans memberanikan diri untuk bertanya setelah mereka berada di dalam lift apartemen. Sebelumnya dia tidak berani berkata saat melihat wajah Camilla yang tampak marah ketika wanita itu kembali dari toilet.

Seperti ada sesuatu yang mengguncang dunia wanita itu---saat Evans menatap mata amethys milik Camilla. Sepanjang perjalanan pulang keduanya hanya diam dan tidak ada yang memulai percakapan, namun untuk saat ini Evans merasa harus tahu hal apa yang telah membuat Camilla kembali berubah seperti pertama kali mereka berkenalan.

"Pulanglah, aku ingin sendirian," Camilla melangkah keluar saat pintu lift terbuka dan berhenti di lantai apartemennya.

"Biarkan aku mengantarmu sampai ke pintu," Evans ikut keluar dan tidak menghiraukan raut wajah Camilla yang terlihat semakin muram.

Mereka berjalan bersisian saat melewati lorong untuk menuju apartemen yang Camilla tempati, Evans mengernyit saat mendapati dua orang penjaga yang berdiri dan salah satunya memperhatikan Evans dengan tatapan seorang prajurit.

"Apa anda baik-baik saja, Ma'am?" Camilla mengibaskan tangan sambil menggelengkan kepala saat melewati penjaga tersebut, dengan setengah berlari dia menuju pintu dan cepat-cepat ingin membukanya. Namun tangannya yang bergetar membuatnya melakukan kesalahan hingga berkali-kali.

"Berikan padaku," Evans mengambil kunci lalu memasukkannya ke lubang dan memutarnya. "Kenapa kau tidak memasang alarm keamanan?" Dia masih tidak mengerti kenapa Camilla bersikeras untuk tidak menjaga keselamatannya dengan baik---bahkan setelah dia tahu bahwa ada mantan suaminya yang gila berkeliaran.

"Aku ingin istirahat, kumohon pergilah sebelum para penggosip itu datang," dia mendorong tubuh Evans yang lebih tinggi lima belas centi darinya.

"Baiklah aku pegi," setelah Evans keluar, Camilla mengunci pintu lalu dia membuka mantel hangat dan melemparkannya ke atas sofa. Dia berlari menuju kamar dan berharap air bisa menjernihkan pikirannya. Dia merasa sangat marah pada diri sendiri karena telah membiarkan Spencer menyentuhnya hingga sejauh itu, padahal diantara mereka tidak pernah terjadi hubungan atau keakraban yang setidaknya bisa membenarkan mereka untuk berbuat hingga sejauh itu.

Camilla sangat marah dan benci, sebelumnya dia tidak pernah berekasi seperti yang tubuhnya lakukan terhadap Spencer. Dia sudah berusaha untuk melawan dan melarikan diri, namun setelah kulit pria itu menyentuhnya... Semua pertahanan diri yang sudah susah payah dia bangun seketika teronggok di kakinya, hingga tampak seperti alas yang tidak berguna.

Tubuhnya meluncur ke bawah air hangat, dia merenung di bawah guyuran shower sambil menahan rasa sakit setiap kali teringat Adam. Camilla tidak tahu harus berbuat apa jika mantan suaminya itu kembali dan berusaha masuk ke dalam hidupnya, dia tidak ingin kembali ke masa yang penuh kesedihan dan pertengkaran, dia memang pernah melalui itu semua, tapi jika harus mengalaminya untuk ke dua kali, rasanya dia tidak bisa merasa yakin bahwa dirinya akan mampu bertahan.

Entah berapa lama dia berada di sana, hingga seseorang yang menekan bel membuatnya tersadar. Tamu itu pasti sudah lama menunggu hingga memencet bel; karena biasanya mereka akan mengetuk. Dia menyadari tubuhnya masih bersandar pada dinding sambil memeluk lutut, air shower masih sehangat tadi---karena dia sudah mengatur temperaturnya---kulitnya sudah mulai keriput dan mungkin dia memang sudah berada lebih dari satu jam di dalam sana.

Camilla bangkit tangannya meraih handuk dan melilitkan ke tubuhnya, lalu dia meraih handuk yang lebih kecil untuk dijadikan penutup kepala. Dia berjalan menuju ruang depan lalu melihat melalui lubang intip yang ada di pintu, seketika kemarahannya muncul kembali saat dia melihat Spencer dalam balutan jas formal sedang berdiri di depan pintu apartemennya.

Camilla memutar tubuh dan berjalan menuju kamar, dia membiarkan Spencer berdiri di sana. Tidak sedikitpun dia berniat untuk membiarkan pria itu masuk. Tangannya meraih baju yang sudah disiapkan, dan diletakkan di kasur. Dia mengambil sepatu Jimmy Choo dari dalam rak yang berjejer dan meletakkannya di samping meja rias, Camilla masih harus memberikan beberapa perona dan sedikit sentuhan pada wajahnya.

Surrender To Reality [Surrender Series #2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang