Chapter 4.

35 7 0
                                    

"Assalamuaikum."

"Waalaikumussalam. Gimana sekolah nya, Kak?" Dia adalah orang yang terpenting dalam hidup Fini. Ya, mamah nya. Fini anak sulung, jadi jika di rumah dia dipanggil "kaka" sama keluarga nya.

"Seperti biasa, Mah. Fini langsung mandi yaa." lanjutnya yang langsung mengarah ke kamar mandi.

Setelah selesai mandi, dia tidak lupa menunaikan ibadah solat magrib, jadwal di sekolah tadi padat sekali ditambah dia harus les. Pulang nya sore terus deh...

"Kamu cape yaa? Makan dulu, kak." Mamah bicara sambil meletakkan hidangan makanan ke meja makan.

"Kak, abis ini ajarin Najwa matematika yaa? Yaa kak? Ya? Ya?" ujar anak SD itu. Ya, dia adalah adik satu-satunya. Yang tidak membuat rumah sepi dan kadang menjengkelkan Fini.

"Kak Fini kecapean, Najwa. Belajar mtk nya nanti saja yaa." ucap mamah.
Jelas perkataan itu sangat tidak diinginkan untuk Najwa. Dia padahal ingin bermain-main dengan kaka nya itu. Tapi, apa boleh buat. Dia tidak juga bisa memaksakannya. Akhirnya dia kesal.

Mamah dan ayah tertawa melihat raut wajah Najwa yang seperti itu. Lucu.

Setelah selesai makan, mamah dan ayah biasanya sedang ngobrol. Hal apa saja yang membuat suasana rumah menjadi rame. Bahkan hal tidak penting pun mereka perbincangkan. Maklum saja, kedua orangtua Fini sama-sama bekerja. Dari pagi hingga sore. Dan pada saat-saat ini lah mereka bisa menghabiskan waktu bersama.

"Iya, Mah. Tadi juga Pak Irwan bilang kalo ada infrastruktur baru untuk perusahaannya. Pak Irwan ini, sangat handal untuk mengendalikan perusahaannya sendiri menjadi lebih maju." ucap Ayah.

"What? Ayah sama mamah lagi ngomongin Pak Irwan? Itu kan bukannya ayah nya Arhan? Mereka bisa kenal darimana?" Fini tidak sengaja mendengar percakapan orangtua nya itu. Bukan menguping, dia juga manusia normal yang mempunyai telinga, jadi kedengeran.

"Anak nya yang terakhir sekelas sama Fini, yah." Mamah memberitahu ayah bahwa Arhan sekelas sama Fini.

"Iya, Ayah juga tau. Papa nya dia sendiri yang memberitahu ayah. Dia juga bilang kalo Arhan perlakuannya semakin tidak bisa diatur. Sekalinya dikerasin, dia malah ngelunjak. Apalagi di sekolahnya, guru-guru sampe kapok dan membiarkan Arhan seperti itu. Papa nya bilang kalo Arhan juga punya sifat dingin. Ya, kaya anak muda jaman sekarang gitu." Mereka berdua tertawa lepas.

Mendegar mereka lagi membicarakan Arhan, Fini pun langsung ikut gabung.

"Tadi ngomongin Arhan ya, Mah? Ngomongin papa nya? Kalian bisa kenal darimana?" tanpa pikir panjang Fini langsung lontarkan pertanyan itu kepada orangtua nya. Yang hanya membuat mereka bingung bahwa anak nya ini sedang kesambet apa, tumben dia ingin menanyakan hal-hal yang kami bicarakan. Biasanya dia hanya diam dan terus bermain dengan gadget nya itu.

"Eh, ko kamu jadi pengen tau gini sih?" tanya Mamah bingung.

"Eh, nggak ko mah. Pengen tau aja."

"Mamah jelaskan ya, kita memang sudah kenal dekat dengan orang tua nya Arhan. Bisa dibilang kita juga saling membutuhkan. Kalo ada waktu luang kita bertemu untuk menceritakan hal-hal yang sedang update. Tapi, kita sama-sama sibuk. Nggak sempet buat ketemu lagi. Arhan sekelas sama kamu kan?" Mamah balik nanya.

"Iya."

Entah ini baik atau buruk, ternyata kedua orangtua nya sudah saling mengenal. Kenal dekat. Ini justru membuat Fini semakin bingung. Kenapa bisa begini? Kenapa waktu mengizinkan aku buat terus selalu mempunyai niat untuk dekat dengannya? Ah tidak. Ini tidak boleh terjadi. Arhan dan aku hanyalah teman. Lagi pula siapa juga yang ingin mempunyai cowo dingin kaya Arhan. Ogah.

"Mereka mau kesini lho, Fin. Sekedar mampir. Katanya juga mau ajak Arhan." perkataan mamah itu, membuat ku semakin tidak karuan, senang? Ah tidak. Biasa saja. Toh, nanti dia juga bakal diem terus. Kaya patung. Mana mungkin ngobrol sama aku. Hanya keajaiban yang bisa merubah semuanya.
***
Tak lama kemudian, mobil yang dikendarai papa Arhan itu sampai ke halaman depan rumah Fini. Fini sontak kaget, dan langsung melihat jendela. Oh tidak, dia benar-benar datang! Gumam nya dalam hati.

Sambil mengetuk pintu, Papa Arhan mengucapkan salam. Tidak lama kemudian pintu dibukakan oleh Mamah. Mereka begitu gembira ketika dipertemukan kembali. Rasanya mereka sudah menahan rindu sangat lama. Sehingga cemistry diantara mereka sudah sangat dekat.

"Anak kamu mana?" tanya Mamah.

"Oh iya, ini dibelakang. Arhan, kenalin ini Tante Ika."

Arhan pun sangat ramah terhadap mamah dan ayah.

"Tidak sedingin yang dibicarakan ya." ucap mamah. Dan yang lain tertawa sedangkan Arhan hanya tersenyum.

"Silahkan masuk, dan duduk. Saya akan mengambilkan cemilan dan minuman dulu." ujar Mamah.

To be continue...

Best Friend Or Girl Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang