Sebuah Tragedi (3)

13 2 0
                                    

"Arhan?" Aku menyapa.

"Ada apa, Fin?"

"Kamu mau kuliah dimana?"

"Emm... Di UNPAD."

"Kenapa kuliah disitu?"

"Biar bisa sama kamu lagi hehehe,"

"Emang tau? Hahaha,"

"Aku ngasal, tapi benerkan?"

"Ha ha ha, iya."

"Selain itu?" Tanyaku lagi

"Mau ketemu Dilan!!"

"Aku suka Dilan,"

"Gak suka aku?"

"Nggak hahaha,"

"Pinter boong, guru salah masukin kamu ke sekolah ini,"

"Enak aja,"

"Bukan makanan, jadi pait."

"Ha ha ha"

"Kalo Dilan gak mau ketemu kamu?" Tanyaku lagi.

"Yahh... Aku kecewa,"

"Kasian banget sih,"

"Eh, nggak. Malah Dilan nya yang kecewa."

"Kenapa harus dia yang kecewa?"

"Hmm.. Kenapa yaa? Karena aku lebih ganteng dari dia!!"

"Ha ha ha ha..." Aku tertawa lepas.

Itu sedikit percakapanku dengannya, sebelum Arhan kecelakaan. Ntahlah, aku mulai merasa sangat senang berada di dekat Arhan. Seperti aku ingin terus berada didekatnya, tanpa ada satu orang pun yang menganggu.
Dan, sekarang aku hanya bisa menunggu. Menunggu dia siuman, dia pulih, agar bisa bercengkerama lagi dengan Arhan. Buruknya, tidak ada yang bisa memastikan kapan Arhan akan melewati masa koma nya itu.

***
"Fin? Ko bengong?" ucap Mama Arhan.

"Eh, iya. Tante hehe." jawabku kaget.

"Kita udah, yuk? Sholat Duha dulu."

"Iya, Tante."

Setelah Mama Arhan membayar, kita langsung menuju mushola rumah sakit. Tentunya, untuk mendoakan Arhan yang sekarang lagi berjuang melawan sakitnya. Arhan, ayo bangun. Aku kangen. Begitulah ucapku dalam hati. Aku merindukannya.

Terimakasih, Arhan. Karenamu, aku merasa senang, merasa seperti merasa lengkap. Semesta, aku bahagia dengan kehadirannya, dia selalu membuatku tertawa dengan sikapnya. Apa kau tau? Dia juga seakan-akan selalu membuatku merasa istimewa. Merasa bahwa aku bangga telah dekat dengannya. Tolong, buat aku dengan Arhan selalu seperti ini. Tolong, pulihkan Arhan, aku tidak kuat melihat dia seperti ini. Aku mohon.

Itulah kiranya doa yang aku panjatkan kepada-Nya. Aku bimbang, hatiku tercekat. Seolah-olah ini mimpi, tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Apalagi Mama Arhan, dia tak kalah sedih nya. Walaupun Arhan tergolong bad attitude tapi dengan Arhan lah, Mama akan merasa senang. Menurut Mama, Arhan adalah malaikat kecil yang masih belajar banyak tentang arti kehidupan. Tentang hitam putih dunia luar, agar dia tidak tersesat. Selama ini, Mama yang menopang dia untuk terus belajar tentang duniia ini, nanti besok-besok semoga akuuu!!

***
Menjelang sore, Ayah dan Papa Arhan kembali ke rumah sakit. Begitupun dengan Mamah dan Najwa. Mereka menanyakan perkembangan Arhan, tapi Mama bilang kalo dia belum ada perkembangan dari semenjak pasca operasi. Suasana hening kembali menyelimuti. Hanya ada suara orang-orang yang berlalu lalang saja yang menemani kesunyian kami. Tiba-tiba suara dokter menghentikan kesunyian kami.

"Ini keluarga Arhan?" kata dokter itu.

"Iya, kami keluarganya." ujar Papa.

"Silahkan, kalian semua bisa masuk ke ruangan saya, saya akan menjelaskan mengenai Arhan." kata dokter itu, seolah dia tidak ingin basa-basi.

Setelah sampai ke ruangan yang cukup besar, banyak sekali obat-obatan disana, alat-alat yang tidak aku ketahui kecuali satu alat, yaitu suntikan. Aku langsung mengarahkan pandangan ke tempat lain, enggan rasanya lihat suntikan itu.

"Arhan sampai saat ini belum ada perkembangannya sama sekali. Saya dan beberapa suster selalu menjaga kestabilan tubuh Arhan, agar dia cepat melewati masa kritis, tapi percuma." Dokter itu menjelaskan.

Kita semua hanya bisa diam. Omongan dokter itu berhasil membuat kami bungkam.

"Kak Arhan harus sembuh, dokter! Aku nggak mau liat kak Arhan tidur terus. Dia harus bangun, dia harus buat Kak Fini ketawa lagi. Dia harus mengantar sekolah Kak Fini!!" Omongan Najwa sontak mengagetkan kami, termasuk aku. Bisa-bisanya dia bilang seperti itu. Itu candaan? Atau dia benar-benar mengatakan itu? Ayolah, dia masih anak kelas 3 SD, dia mana ngerti semua ini.

"Iya, adik kecil. Kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat Kak Arhan bangun, ya. Kamu tinggal berdoa saja kepada Allah. Mau permen?" ucap dokter itu lembut sekali.

"MAUUU!!!" teriak Najwa sangat senang.

Dan, kami semua tertawa. Seakan lupa akan omongan dokter beberapa menit lalu.

Maaf yaaaa baru update sekarangg, lagi banyak yang harus dikerjain juga. Ohh iyaa, gimana chapter ini? Nggak nyambung yaa? Komen dongg, biar nanti bisa diganti lagii. Terimakasih, tetap stay sama Arhan, yaa.
Semoga suka!

Best Friend Or Girl Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang