Chapter 5

24 6 0
                                    

Malam itu...

"Silahkan masuk, dan duduk. Saya akan mengambilkan cemilan dan minuman dulu." ujar mamah.

Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku begitu gugup? Padahal dia datang hanya untuk berkunjung lalu pulang kembali. Tetapi, kenapa aku rasa akan ada yang terjadi diantara kita. Cemasnya Fini.

"Kak, keruang tamu ya, Ada Arhan dan keluarganya tuh." Ujar mamah sambil membawakan cemilan dan minuman untuk tamu.

"I--iya, Mah."

"Kenapa ko gugup gitu keliatannya?"

"Enggak ko, Mah. Sini Fini bantu bawa!" sambil menampakkan senyum lebarnya itu agar Mamah tidak curiga.

Sementara di depan, Ayah sudah larut dalam obrolan Papa dan Mama nya Arhan. Dan si anak itu, seperti yang ku duga, dia mematung. Dia aja kiyeng meladeni omongan mereka itu. Fini sambil tertawa kecil melihatnya.

"Eh, iya. Ini anakku." ucap ayah yang sontak membuatku kaget. Aku pun langsung bersalaman kepada mereka dan memasang muka sopan agar tidak terlihat gugup.

"Kenapa kalian gak jalan-jalan keluar gitu?" tanya Mamah.

"Kalian, Mah?"

"Iya. Kamu sama Arhan, siapa lagi."

Dan, kita berdua secara bersamaan bilang "Ogah."

"Lho kok samaan gitu jawabnya?" tanya Mama Arhan bingung lalu mereka langsung tertawa bersama.

"Iya, sana. Kalian jalan-jalan dulu. Kita juga agak lama disini." ujar Papa Arhan.

***

Saat Papa Arhan berbicara seperti itu, aku dan Arhan tau lagi apa? Sedang berada dalam satu mobil yang penuh dengan keheningan. Hanya suara angin dan kendaraan berlalu lalang yang meramaikannya. Ah, apa yang harus aku katakan? Diam saja?, tanyaku dalam hati. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya kepada cowo dingin itu.

"Kita mau kemana?" tanyaku gugup.

"Gedung atas, Grage City Mall." jawabnya datar.

"Mau ngapain?" sekarang malah aku yang kebingungan. Tempat itukan hanya ditempati beberapa ruko, dan lagian ini sudah malam. Kenapa dia mau kesana?
Saat nya tiba, kita langsung menuju tempat yang Arhan mau. Dan, benar. Disini sepi. Kayaknya sih cuma ada aku dan dia doang. Kayaknya.
Dia langsung keluar, melihat pemandangan kota yang begitu indah jika dilihat dari sini. Ternyata ini tujuan utama dia untuk datang kesini. Bagus juga. Hingga kini bungkam, tidak ada percakapan sama sekali. Betein banget sih.

Sampai akhirnya...
"Fin."

Arhan memanggilku? Dia lagi kesambet apa ya? Padahal disini tidak ada petir hanya ada angin dan Arhan yang sama dinginnya.

"Ko diem aja sih." tukasnya

"Kamu juga diem aja." jawabku

"Ya, kalo orang diem jangan dibales diemlah. Nanti seabad juga bakal gini terus."

Aku sedikit tertawa melihat perkataan Arhan, dia ternyata bisa bilang gitu juga. Karena yang aku tau, dia itu cuek. Mungkin dia kesepian, ya gakpapa sih, seengganya nggak diem-diemam terus.

"Oiya, kamu mau gak jadi pacar pura-pura aku?" tanya Arhan, yang membuatku kaget. Bisa aja kaget banget. Apa aku gak salah denger? Kenapa dia ngomong gitu? Faedahnya apa? Aduh semua pertanyaan itu selalu saja membuat aku ingin tau.

"Untuk apa?" tanyaku.

"Mau aku tunjukin ke temen-temen aku di sekolah. Aku muak banget dengerin cerita mereka yang selalu ngenalin cewe, foto-foto nya. Ah, aku sama sekali gak tertarik. Nah, tujuannya biar mereka gak ngenalin aku sama temen-temen mereka lagi. Karena, aku udah punya kamu. Walaupun cuma pura-pura, kalo emang jadi pacaran beneran kan gak ada yang tau. Ini cuma masalah waktu." Arhan berkata seperti itu? Kenapa aku jadi baper gini? Ah, Arhan perkataanmu barusan berhasil membuatku terbang, tidak karuan.

Ternyata filling ku benar, memang ada yang terjadi diantara kita, katanya dalam hati..

"Ko diem? Mau gak? Aku gak peduli kalo kamu gak mau. Intinya, besok aku berangkat sama kamu. Aku bakal kerumah. Dan, kita jalan ke kelas bareng." Lagi-lagi perkataannya itu berhasil membuatku... Sudah tidak bisa dijelaskan.
Cowo dingin, yang begitu angkuh terhadap wanita. Dia mengatakan itu dengan sendirinya? Dia salah minum obat ya? Atau abis kena santet? Aku gak tau dan gak peduli tentang itu, intinya aku senang!

Setelah kita berbicara seperti itu, dia kembali bungkam. Seperti biasanya. Dan, aku masih bisa belum bisa membayangkan dan apa semua perkataannya itu benar atau tidak, atau ini hanya sebuah halusinasi ku saja. Dan, aku coba memukul pipiku. Aww!! Sakit. Ini kenyataan, aku tidak sedang mimpi. Aku memang lagi benar jalan bersama cowo dingin itu.  Dan, beberapa waktu lalu dia baru mengatakan bahwa aku harus jadi pacarnya, pura-pura.

"Mau makan atau langsung pulang, sayang?" Arhan memecahkan keheningan diantara mereka yang daritadi hanya diam saja memperhatikan sekitar mall.

"Eh, kamu ngomong apa barusan?" ucap Fini gugup, lagi dan lagi.

"Sayang." jawabnya santai.

"Kan kita cuma pura-pura, Han. Itu juga kamu yang maksa."

"Peduli pura-pura." Jawabnya, yang membuat Fini agak sedikit kesal.

"Kamu gak jadiin aku pelampiasan kamu kan? Kenapa gak nyari cewe lain? Kenapa harus aku? Padahal kan banyak cewe disana yang... "

Sebelum Fini melanjutkan omongannya, tangan Arhan sudah menutup mulut Fini itu. Dia sama sekali tidak ingin mendengarkannya.

"Buat apa aku jadiin pelampiasan? Aku bukan orang yang suka buang-buang waktu. Apalagi untuk hal ini. Jadiin pelampiasan? Yang ada nanti kamu kecewa dan aku gak suka bikin cewe nangis, karena seharusnya cewe itu dibuat sebahagia mungkin, bukan air mata nya itu terus mengalir karena ulah brengsek cowonya. Kalo ada cowo gitu, mending ganti rok aja." aduh Arhan. Jangan terus menancapkan benih-benih ke hati ini.

"Kita pulang aja, ya. Papa juga udah nge dm tadi." lanjutnya

Aku hanya mengangguk.

"Terimakasih untuk malam ini, cewe yang pernah bentak aku dihari pertama sekolah. Tunggu aku besok."

"Ehehe, iya." Harus berkata apa lagi? Mungkin dengan begitu, sudah membuat nya puas dengan jawabanku.

Best Friend Or Girl Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang