Chapter 7

27 3 0
                                    

Siang matahari sangat terik sekali. Membuat aku enggan untuk keluar kelas. Tadi juga abis pelajaran mtk, untungnya aku pandai dalam pelajaran ini. Tapi ya masih agak pusing sih, coba liat Arhan. Dia seperti tidak ada beban untuk mengerjakannya. Selalu punya cara-cara cepat, jangankan untuk hal yang lain, untuk mengerjakan mtk saja dia tidak ingin buang-buang waktu.
Tiba-tiba dia sudah duduk disampingku.

"Hallo, hahaha." ujarnya.

"Ngapain kamu?"

"Ngobrol sama kamu lah,"

"Han, aku mau ngomong." tampaknya Fini berkata serius."

"Apa?" tanpa memerhatikan Fini, Arhan sibuk dengan mencoret-coret meja dengan pulpen.

"Kita sampe kapan kayak gini?"

"Sampe kamu bener jadi pacar aku." ucap Arhan santai.

"Kamu mana mau sama aku, Han."

"Kalo itu kenyataannya, kenapa nggak?" tanyanya yang membuat Fini bingung dengan perkataan Arhan.

"Tunggu aku sampe..." Arhan menggantungkan perkataannya.

"Sampe apa?" tanyanya bingung

"Sampe sayang sama kamu." Dia pun langsung pergi meninggalkan Fini dari mejanya, untung di kelas hanya dia dan Fini. Arhan juga mengerti, kalo dia tidak boleh keseringan dekat-dekat dengan Fini, nanti yang ada yang lain makin curiga.

Waktu, kenapa kau begini kepadaku? Aku tidak ingin berharap banyak dengannya. Tapi, kenapa kau selalu mendesakku bahwa aku ingin jadi miliknya? Kenapa kau membiarkan Arhan berkata seperti itu? Berkata seolah-olah dia menerbangkanku. Dia memberi harapan kepadaku. Tolong beri jawaban atas semua yang sedang terjadi ini. Yang jelas untuk sekarang, aku bingung sama perasaan aku sendiri.

"Fin, gakpapa kan? Ko bengong?"ujar Sopi.

"Eh iya, gakpapa ko."

"Lagi mikirin Arhan ya? Hahaha... " tanya Sopi menggoda Fini.

"Ngapain mikirin dia, gak ada kerjaan banget."

"Lho kan kamu pacar nya?" ujar Iga.

"Astagfirullah, aku..." Fini menggantungkan perkataannya yang membuat teman-teman Fini menunggu jawaban yang sebenernya terjadi antara mereka.

"Apa? Kamu kenapa? Ayosih cerita!" ujar Septi tidak sabaran. Dia juga termasuk temannya Fini.

"Aku cuma pura-pura pacaran sama dia." Fini berkata pelan sambil menundukkan kepala nya.

"Pura-pura? Kok bisa?! " ujar Septi.

"Iya. Ceritanya panjang. Gak bisa aku ceritain disini, ntar ada yang nguping kan bahaya."

"Tapi, dia bersikap seolah-olah kamu itu benar pacaran, benar wanita yang disayangi Arhan. Keliatan banget dia gak dingin sama kamu, malah kaya perhatian gitu." Iga mengatakan itu sambil mengunyah makanan yang ada dimulutnya.

"Ah, kamu bakal beruntung, Fin!" kata Sopi kegirangan, ntah ada apa dengan dia.

"Beruntung?"

"Iya. Dia kan jarang banget deketin cewe, hampir gak pernah. Mungkin karena dia trauma." sambungnya.

"Gimana, Fin? Enak gak sama Arhan? Tadi malem chattan gak? Chat nya gimana? Ada panggilan kesayangan gak? Sayang? Yang? Beb? Byy? Atau yang lain?" Ujar Iga tidak sabaran. Dia memang gitu, diantara teman Fini yang lain dialah yang paling kepo.

Sontak kami mengucapkan "Kepo!!" secara berbarengan. Kemudian dilanjutkan dengan tertawa. Beruntung nya aku punya sahabat seperti mereka. Kalian adalah sahabatku. Sampai kapanpun kalian tetap sahabatku. Aku sayang kalian!

***
Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Si cowo dingin itu, sudah berada dihadapan aku. Ntah lah, ternyata dibalik sikap dinginnya dia, memang ada kehangatan yang terpancar jauh dari hati kecilnya itu, aku bisa merasakan itu. Aku bisa merasakan kehangatan yang kau buat untukku, Arhan.

"Kamu pulang sama aku ya," kata Arhan.

Aku hanya diam, lebih tepatnya gak tau mau ngomong apa.

"Yaudah nurut aja," Setelah mengatakan itu, dia langsung menggenggam tanganku, aku tidak bisa melepaskannya, genggamannya terlalu erat. Sakit? Nggak. Eh iya sih. Tapi gak kerasa sakitnya. Mungkin karena sakit bercampur bahagia kali ya? Ah, kenapa aku ini. Aku benar-benar tidak mengerti dengan perasaan ku sendiri.
"Apa mungkin aku suka? Aku takut. Takut rasa ini tak terbalaskan," katanya.

Akhirnya motor Arhan sudah jauh meninggalkan sekolag, sebelum itu pada saat Arhan hendak memarkirkan motor memang ada yang mengajaknya pulang bareng, tapi ia tolak. Dan begitu aku sudah naik di motor itu, ada yang hanya melihat kami, ada yang bingung, ada yang senang, ada yang sedih, ada yang cemburu, berbagai macam jenisnya. Banyak sekali. Aku hanya bisa terkekeh kecil melihat mereka. Ada-ada saja mereka itu, sebegitu berharapnya dengan Arhan? Iya sih, aku akuin dia tampan, body nya tinggi, mempunyai rambut yang hitam pekat, kulit yang putih, body nya goals deh badannya kaya roti sobek, dan yang palinf aku suka adalah mata cokelat nya itu. Mata cokelat nya selalu memberikan isyarat tertentu walaupun kadang membuatku bungkam tidak mengerti apa yang ia maksud.

Tak lama kemudian, motor itu telah sampai di perapian halaman rumah ku. Memang tidak banyak berbicara, dingin seperti biasanya. Dia pun meminta agar langsung pamit. Udah sore juga sih, akhirnya dia langsung pulang.

"Pulang sama Arhan?" tanya Mamah yang sudah menyambutku didalam rumah.

"Iya." jawabku singkat.

"Kenapa gak mampir?" tanyanya kembali.

"Gak tau, Mah. Padahal udah Fini suruh masuk, dia bilang gak mau."

"Ooh yaudah, kamu mandi gih terus makan." ujarnya.

Aku hanya mengangguk, dengan sejuta rasa senang yang menyejukkan hati ini. Aku senang sekali! Tapi, aku tidak ingin banyak berharap dulu, takut. Takut di phpin...

Kira-kira Arhan beneran suka gak ya sama Fini? Kasian tuh dia kayak butuh kepastian gitu hehehe... Jangan lupa comment nya. Dan, tunggu chapter selanjutnya.
Semoga suka!

To be continue...

Best Friend Or Girl Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang