Chrysantemum

48.7K 752 20
                                    

Aku melangkah menuju lift yang akan membawaku pada kamar apartemen di lantai 20. Rasa lelah berbaur, campur aduk dengan rasa takut mengingat semua ucapan Mr. Oliver beberapa jam lalu.

Beruntung, malam ini, Ka Rena sedang mengikuti tugas Boss nya ke Singapura. Setidaknya aku tidak perlu menjelaskan raut wajah 'penuh pikiran' yang sekarang pasti tercetak dengan jelas. Tidak perlu berpura-pura senang di depan Ka Rena.  Apa yang aku alami saat ini, memang mengambil alih penuh perhatian, pikiran dan fokusku. 

Aku rasa aku perlu berendam dalam air hangat. Mungkin sekotak cokelat berkadar 70% dan secangkir teh krisan madu lalu bergelung di atas tempat tidur dapat membantu meredakan perasaan yang campur aduk ini.

***

Aku hampir lupa dengan sebuah kemasan berupa kantong kertas yang dititipkan oleh salah satu security apartemen ini, saat tadi bertemu di lobi. Dia bilang, seseorang menitipkannya untukku.

Masih berbalut handuk, aku bergegas meraih tas tanganku, membuka dan meraih kantong kertas berukuran sedang itu lalu dengan segera merobek bagian atasnya yang tersegel rapi.

Di dalamnya ternyata ada sebuah kotak beledu berwarna putih dan secarik kertas tebal; sebuah kartu.

Aku membuka kotak beledu putih itu dan ternyata isinya sebuah gelang perak dengan inti bunga krisan.

Siapa yang mengirimnya?

Kartu. Jawabannya pasti ada di kartu. Pikirku segera. Kuraih kartu tersebut, membukanya dan tulisan tangan bertinta hitam tercetak di sana.

Gelang bunga krisan untuk teh krisan hangat yang kamu berikan padaku malam itu.

Anggina. Aku selalu suka namamu.

A

Aku tercekat.

Arya. Tentu saja pengirim ini adalah Arya.

Hanya dia, lelaki yang pernah aku buatkan teh krisan hangat. Hanya dia, lelaki yang menyukai unsur lain dari diriku. Bukan sekedar tubuhku atau pergumulan sesaat. 

Malam itu, setibanya kami di apartemenku, dia tidak langsung melucuti pakaianku.

Dia bilang, dia haus. Dia bilang, segelas teh atau kopi hangat akan sangat membantu.

Setelah menyeruput teh krisan hangat dengan madu, dia mengajakku berbincang sejenak. Aku tidak pernah seperti ini. Semua lelaki kencanku selalu tidak peduli dengan remeh temeh seperti itu. Yang mereka cari adalah pelampiasan rasa, sama seperti diriku.

Aku tidak menyangka perbincangan sejenak antara aku dan dia malam itu, di antara seruput teh krisan madu justru sempat membuat hatiku merasa hangat.

Setelah momen singkat, dia sempat mendekatiku dan kembali bertanya, dengan berbisik lebih tepatnya. "Apa kamu yakin? Aku bisa keluar dari pintu itu kalau kamu berubah pikiran."

Saat itu, tentu saja aku tidak menjawabnya dengan kata-kata, tetapi menjawabnya dengan menarik tubuh atletis berbalut kemeja abu-abu itu lalu menciumnya dengan penuh hasrat.

Aroma krisan di bibirnya, rasa madu di sekujur dalam bibirnya membuatku terus membiarkannya melumat bibirku. Hangatnya tubuh tegap yang memelukku erat, bagaimana mungkin aku mau berubah pikiran?

Mataku kembali menatap gelang krisan itu. 

Bayangan sosok Arya memang sontak kembali merasukiku.

Aku mendesah.

Dia tadi di sini. Kenapa dia tidak menungguku. Kenapa baru sekarang lagi dia mengingatku.

Dan, demi Tuhan! kenapa juga dia tidak meninggalkan jejaknya yang lebih nyata. Nomor telepon atau alamat email, misalnya. 

Aku kembali melirik gelang krisan itu dan mulai melingkarkannya di pergelangan tanganku. Terasa pas dan nyaman. Begitu cantik dan sederhana.

Aku mendesah. Mungkin memang bukan malam ini. Tapi, entah mengapa aku yakin, dia pasti akan kembali lagi.

Hatiku menjadi hangat karena harapan itu, membuatku sedikit melupakan masalah yang sedang kuhadapi. Mungkin memang bukan malam ini.

Tapi, kapanpun itu, aku pasti menanti. 




Romantic Bittersweet Love Story - For 21yo Up Readers Only *** BITTERSWEET LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang