Claire de Lune

46.2K 1.2K 149
                                    

Aku menciumi kening Anggina yang mulai tertidur di atas tempat tidur kamar apartemenku. Kuraih selimut putih dan bedcover abu-abu untuk menutupi tubuhnya.

Beberapa saat yang lalu kami kembali tiba di apartemenku, setelah kembali dari dokter. Hampir 3 jam kami ke dokter kenalanku, di rumah sakit besar itu. Aku memaksa Anggina untuk melakukan ronsen hingga MRI, bahkan tes darah. Apapun, semuanya yang dibutuhkan untuk memastikan dia tidak apa-apa.

Dokter Malik meyakinkanku bahwa Anggina tidak apa-apa, dalam artian bukan penyakit, tetapi memang kekerasan fisik. Aku sempat meyakinkan Anggina, bahwa Dokter Malik adalah salah satu sahabatku, dokter pribadiku yang akan menjaga privasi pasiennya, termasuk aku. Anggina sempat khawatir jika pergi ke dokter justru akan membawa masalah baru. Dokter yang melihat luka lebam seperti itu tentu akan langsung tahu jika itu adalah akibat kekerasan fisik. Anggina enggan jika pada akhirnya sang dokter akan menyuruhnya melaporkan ke polisi. Itu sebabnya, dia tidak pergi ke dokter semenjak kejadian yang dia alami tersebut.

Aku menutup pintu kamarku, membiarkan Anggina beristirahat sejenak. Tanpa gangguanku, tanpa gangguan apapun. Tadi, dia sempat menelpon kakaknya dan mengabarkan bahwa dia masih bersamaku di sini.

Aku melangkah menuju ruangan kerjaku, mengambil sebuah piringan hitam lalu memasangnya di alat pemutar piringan hitam klasik yang diberikan ibuku.

Claire de Lune, lantas mengalun sendu.

Aku melangkah ke bangku kerja dan mendudukinya, berusaha menenangkan diriku sendiri. Aku memang sempat ingin membunuh lelaki itu, Oliver Perrier karena perbuatannya pada Anggina.

Ya, memang dia yang melakukannya.

Anggina menceritakannya padaku, semuanya, setelah kejadian di kamar mandi, tadi pagi.

Aku menghela napas, menyadari bahwa Anggina sudah terseret semakin jauh dalam ambisi mereka yang ingin menghancurkan Tanawira. Aku yang bertanggungjawab akan hal itu!

"Aku tak sengaja mendengar pembicaraan pribadi Mr. Oliver dengan salah satu BOD melalui telepon yang juga orang kepercayaan Mr.Sam. Mereka bilang, cara menjatuhkan Tanawira adalah dengan hukum. Mereka akan menggunakan sebuah lahan yang sebenarnya bersengketa di Kalimantan yang sudah terdeteksi mengandung batubara untuk menjadi aset Sam&Smith yang akan dieksplorasi Tanawira. Tanah itu, akan dibuat seolah-olah milik Sam&Smith, padahal bukan sama sekali, karena di akte surat tanah akan tertera nama orang lain. Jika terjadi jerat hukum, yang paling besar untuk dijatuhkan pertama adalah Tanawira. Akan ada seseorang di perusahaan Sam&Smith yang akan sengaja ditumbalkan, sebagai pihak yang kelak dapat dianggap sebagai penyusup untuk memalsukan data tanah tersebut. Pada akhirnya, Sam&Smith akan dianggap korban. Korban karena alibi yang sudah mereka persiapkan."

"Mr. Oliver memang menyuruhku pergi dan jangan masuk ke ruangannya untuk beberapa saat. Dia bilang dia ingin istirahat. Tapi, Mr.Sam menelponku dan meminta menyampaikan pada Mr.Oliver agar segera menemuinya di sebuah tempat. Sudah menjadi kebiasaan bagiku, jika pesan dari Mr.Sam harus aku sampaikan sendiri, tanpa melalui telepon pararel. Karena, biasanya, Mr. Oliver akan langsung memintaku menyiapkan beberapa berkas yang dibutuhkan."

"Jadi, saat aku membuka pintu dengan perlahan, Mr. Oliver tengah tertawa dalam pembicaraan teleponnya. Dia duduk menghadap ke kaca jendela ruangannya sehingga dia tidak menyadari kehadiranku. Baru saja aku akan memanggilnya, obrolannya membuatku mengurungkan niat. Saat itulah, dia mendiskusikan kemungkinan terbaik untuk menjatuhkan Tanawira adalah dengan rekayasa konspirasi seperti itu. Saat, dia membalikkan kursinya, aku kaget dan aku tahu aku sudah berada di situasi tersebut. Mr.Oliver menghentikan pembicaraan teleponnya dan dengan segera dia menghampiriku. Dia terlihat sangat marah. Tapi, kemudian marahnya mereda. Dia bilang, aku adalah bagian dari rencana ini. Karena, aku sudah tahu, jadi dia tidak perlu memberitahuku lagi. Aku memberitahu pesan Mr.Sam dan dia mengangguk. Dia akan pergi menemui Mr.Sam tetapi memintaku untuk... untuk melayaninya terlebih dahulu. Aku menolak. Berkilah mengatakan bahwa ada pekerjaan yang aku harus kerjakan secepatnya. Saat itulah, dia marah. Dan mulai menyeretku ke ujung tembok lalu menampar wajahku."

Romantic Bittersweet Love Story - For 21yo Up Readers Only *** BITTERSWEET LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang