The Black Afternoon

45.2K 653 15
                                    

2 Hari kemudian.

Kota Jakarta di pagi hari tetap saja sama.

Macet, bising dan membuat kepala pening.

Aku bersyukur, mobil pemberian ka Rena dulu semasa SMU, sudah bisa terganti dengan mobil automatic yang kubeli dari tabungan dan sisa penjualan mobil lama dr Ka Rena.

Macet seperti ini, setidaknya aku tidak perlu merasa pegal karena harus terus mengganti kopling.

Suara penyiar radio favoritku mulai bicara, dia akan siap-siap memutarkan sebuah lagu. Clarity dari Zedd.

Kalau bukan karena lagu ini mengingatkanku pada Arya, mungkin aku akan segera mencaci bosan dan jenuh.

Tapi, di minggu pagi setelah malam yang aku habiskan bersama Arya di apartemennya, Arya membangunkanku dengan sepiring waffle yang diberi mentega dan sirup maple. Dia juga menghidupkan dvd playernya dan clarity ada di dalam playlistnya. Jadi, aku rasa, aku batalkan dulu mencaci bosan pada clarity.

"Kamu biarin aku terus tidur sementara kamu membuat sarapan ini?" ujarku saat itu.

Dia tersenyum dan mengangguk. "Aku kan sudah bilang. Pagi ini, kamu nggak akan menemukanku tidak ada di hadapanmu. Seperti malam itu."

Baiklah. Dia berhasil membuatku tersipu malu.

Suara klakson membuyarkan lamunanku. Segera kulajukan mobilku, meskipun tidak seberapa jauh. Masih macet, biasanya hingga ke pertigaan di depan yang menuju jalan yang akan melintasi kantorku.

Hari ini termasuk hari penting. Karena, siang nanti akan ada pertemuan penting dengan Perusahaan Tanawira.

Perusahaan Tanawira adalah salah satu Perusahaan kayu terbesar di Indonesia. Perusahaan tempatku bekerja juga memiliki anak perusahaan yang bergerak di bidang perkayuan. Entahlah kebencian apa yang melandasi CEO Perusahaan tempatku bekerja membenci Abraham Tanawira, seperti yang dibicarakan Mr. Oliver, sehingga memutuskan untuk melakukan kerjasama hitam seperti ini.

Aku menghela napas.

Setelah mengenal Arya, entah kenapa, aku mulai mempertanyakan tujuan hidupku.

Membahagiakan Ka Rena ada di dalam salah satu list-nya.

Tapi, aku rasa, apa yang aku lakukan selama ini sama sekali bertentangan dengan niatku itu.

Kenapa hidup harus serumit ini?

Apa selamanya aku hanya menjadi wanita yang diinginkan karena tubuh belaka?

Apa memang di dunia ini cinta tidak benar-benar ada? Hanya nafsu?

Suara nyaring klakson di luar sana lagi-lagi menyadarkanku dari lamunan yang semakin membuatku mempertanyakan hidupku sendiri.

Hari itu, bersama Arya, aku merasakan suatu rasa yang lebih dari hasrat seksual. Entahlah, bagaimana menjabarkannya.

Sentuhan fisik antara kami, entah mengapa tidak hanya sekedar jalan menuju orgasme saja. Sentuhan fisik antara aku dan Arya seperti teduh saat terik matahari berusaha mencari-cari tubuhku untuk dilucuti.

Hari itu, kami berpisah dengan sebuah janji.

Akhir minggu berikutnya, kencan makan malam pertama kami.

Astaga!

Apa aku benar-benar akan pergi berkencan?

Kencan, seperti 2 orang yang sedang ingin saling mengenal satu sama lain. Bukan sekedar kencan untuk memuaskan nafsu saja.

Aku akui, aku belum tahu banyak tentangnya. Begitu juga dia. Aku pun tak ingin mengusiknya dengan terus memberi kabar atau bertanya kabar padanya. Begitu juga dia.

Romantic Bittersweet Love Story - For 21yo Up Readers Only *** BITTERSWEET LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang