The Beginning of Temptation

42.2K 701 8
                                    

Waktu sudah menunjukkan jam 8 malam, ketika resepsionis menelponku.

Katanya, ada seorang laki-laki yang mencariku dan menunggu di coffee and tea bar yang terletak di lantai 1. Apartemen ini memang memiliki beberapa gerai restoran dan kafe yang ada di lantai lobby dan lantai 1, khusus untuk para penghuni apartemen dan tamu yang berkunjung.

Aku bergegas meraih keycard apartemen dan dompet kecil.

Saat berada di lift, aku cukup bingung. Siapa laki-laki itu. Apakah mungkin Mr. Oliver? Rasa penasaran semakin membuatku tidak sabar melihat perpindahan nomor lantai saat lift ini bergerak turun.

Tiba di lantai 1, aku bergegas menuju coffee and tea bar. Resepsionis di depan Bar yang sudah mengenaliku, tersenyum menyapa.

"Tamu Anda sudah menunggu di tea bar, Mba Anggina," kata resepsionis bernama Lulu itu.

Aku mengangguk dan tersenyum, lalu melangkahkan kakiku ke dalam, menuju bagian tea bar.

Suasana di dalam cukup sepi, aku yakin Restoran Continental di sebelah lebih ramai di jam makan malam seperti sekarang ini.

seseorang yang tengah duduk di kursi bar yang menghadap ke tea bar, menarik perhatianku. Hanya lelaki itu saja, tidak ada yang lain yang duduk di sana. Jadi, sepertinya dialah tamuku itu.

Sesaat, aku terdiam. Siluet tubuh lelaki itu dari belakang nampak tak asing.

Tiba-tiba, lelaki itu bangkit dari duduknya dan berbalik.

Hingga akhirnya dia melihat ke arahku. 

"Arya," gumamku.

Dia masih melihat ke arahku dan kemudian tersenyum. 

Langkah kakinya mulai tertangkap di mataku. Jarak kami tidak terlalu dekat, tidak juga terlalu jauh. Dan, tidak perlu menunggu lama, Tubuhnya sudah berdiri tepat di hadapanku.

"Hai," sapanya sambil tersenyum simpul.

"Hai."

"Aku, Arya... malam itu..."

"Aku masih ingat."

Arya tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih."

"Untuk apa?"

"Karena masih mengingatku."

"Kamu bisa mengatakannya di pagi setelah malam itu."

Dia terdiam dan raut wajahnya menjadi lebih serius, tanpa senyum yang sesaat tadi sempat membuatku merasa hangat.

"Maaf karena aku pergi tanpa pamit padamu," katanya yang kusambut dengan tawa pelan.

"Jangan minta maaf. Kamu tidak punya kewajiban untuk tinggal lebih lama pagi itu," jawabku. "Lagipula, aku juga berhutang terima kasih untukmu," jawabku sambil mengangkat lenganku, sehingga dia bisa melihat gelang krisan di lenganku. Gelang yang aku terima beberapa hari lalu.

"Kamu memakainya," katanya dengan seulas senyum.

"Aku pikir kamu tidak akan kembali. Aku pikir, gelang krisan ini adalah jejak terakhirmu."

"Ikutlah denganku. Malam ini."

Aku terdiam. "Kemana?"

"Apartemenku. Aku ingin besok pagi kamu tidak menemukanku pergi, seperti malam itu"

Aku terkesiap. rasa malu menjalar di tubuhku. Bergerak di sekujur tubuhku hingga menghadirkan sensasi rasa yang menyenangkan. Arya lagi-lagi membuatku menginginkannya!

Tanpa kujawab, Arya meraih lenganku dan kami berjalan bersisian dengan jemarinya yang kini menggenggam jemariku.

Setelah dia membayar billnya di meja kasir, Arya kembali menggenggam jemariku dan di antara derap langkahnya, aku seakan bisa merasakan ketidaksabarannya. Dan, entah mengapa, aku juga merasakan hal yang sama.

***

Di dalam mobilnya, Arya tak langsung menghidupkan mesin mobilnya. Dia justru meraih tubuhku dan mencium bibirku dengan begitu semangat. Aku tahu, ini akan terjadi. Aku bisa merasakan ketidaksabaran itu. Aku bisa merasakan emosinya. Aku bisa merasakan hasratnya.

Kami berciuman dengan kuat, seakan saling memberitahu betapa kami saling menginginkan satu sama lain. Dia memainkan lidahku dengan lidahnya saat ciuman kami terpaut. Aku mendesah saat dia memeluk tubuhku semakin erat. 

Arya melepaskan ciumannya di bibirku dan mulai menjalari leherku dengan bibirnya. Aku mendesah, mencoba memberitahu betapa aku menggila bersamanya.

Tiba-tiba, Arya berhenti. Bibirnya masih di leherku. 

Dia lalu memainkan lidahnya. Membuat aku tertawa kecil.

"Kamu tahu, itu geli sekali," bisikku.

"Aku tahu. Aku memang sengaja," bisik Arya. Aku memeluk tubuhnya semakin erat.

"Jujur, aku ingin bercinta di sini denganmu, saat ini juga. Tapi aku khawatir ada satpam atau seseorang yang melihat kita. Aku rasa, aku harus menahan keinginanku ini."

Aku tersenyum dan mengangguk. Aku tahu, Arya bisa merasakan anggukanku itu.

Arya melepaskan pelukannya. Lalu, tanpa berpaling dari melihatku, dia memasangkan safety belt di tubuhku. Aku bisa merasakan sentuhan lengannya yang kokoh di dadaku saat dia menyilangkan sabuk itu di antara kedua payudaraku. Sentuhannya membuatku mendesah pelan.

Saat sabuk itu telah terpasang, dia menatapku sejenak dan tersenyum. Kemudian, dia berpaling dan mulai memasang sabuk pengaman di tubuhnya.

Sesaat kemudian, Audy hitam yang dikemudikan Arya mulai berjalan, meninggalkan apartemen ini.


Romantic Bittersweet Love Story - For 21yo Up Readers Only *** BITTERSWEET LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang