Jinyoung keluar dari kamarnya setelah satu minggu mengurung diri dikamar sejak eommanya meningggal. Jinyoung sama sekali tidak membuka pintu kamarnya pada siapa pun. Matanya sedikit menyesuaikan dengan keadaan di sekitarnya. Dia mengamati sekelilingnya dan baru menyadari rumah terasa sepi. Biasanya setiap pagi jinyoung sudah sarapan berdua dengan eommanya,tapi sejak eommanya tidak ada ia merasa tidak ada kehidupan di rumahnya sendiri.
Jinyoung berjalan ke dapur,tenggorokannya terasa sangat kering,wajahnya agak pucat karena tidak makan dan minum dengan benar seminggu ini. Sebenarnya jinyoung tidak menangis lagi dua hari setelah eommanya meninggal,dia berdiam di kamar hanya untuk merenungkan semua ucapan mark padanya waktu itu di malam eommanya meninggal."Aku iri melihatku bahagia jie,hidupmu terlalu sempurna. Setiap tahun ulangtahun mu dirayakan"
Jinyoung tersenyum miris saat mengingatnya.
"Kau iri padaku hyung..padahal hidupku tidak lebih buruk darimu. Aku hidup dalam kebohongan orangtuaku sendiri,itulah yang kau sebut kebahagiaan ku hyung. Bahkan aku tidak sempat bertanya pada eomma kenapa dia tidak berpisah saja pada appa jika dia memang harus disakiti begini.
Jinyoung meneguk minumannya,namun baru seperempat air yang ia minum dia terkejut mendengar suara mark yang begitu dekat dengannya."Jie....kau sudah keluar kamar?"tanya mark dengan kedua tangannya membawa sebuah box besar, Jinyoung menoleh.
"Kau.....sedang apa disini?"tanya jinyoung heran,dahinya berkerut.
"Sudah dua hari aku dirumahmu. Appa menyuruh eomma dan aku tinggal disini menemanimu jie."jelas mark. Jinyoung menatap wajah mark.
"Appa? Kau bilang appa? Kau bukan anak appa."bentak jinyoung.
"Jie...aku lelah membicarakan ini. Kukira setelah pembicaraan kita malam itu kau akan mengerti dan menerima kenyataan ini."ujar mark. Jinyoung membelalakkan matanya,dia tidak percaya mark yang ia kenal sekarang sangat jauh berbeda dengan mark yang dia kenal dulu.
"Kau pikir aku dengan mudah menerimamu dirumahku? Bahkan appa tidak meminta ijin pada eomma untuk membawa orang asing masuk kerumah ini."ujar jinyoung sinis.
"Hhh....jie,berhenti berhalusinasi. Eommamu sudah meninggal,bagaimana mungkin appa meminta ijin pada eommamu?"tanya mark dengan tawa kecilnya. Jinyoung terkekeh kecil,mulutnya sudah tidak tahu harus mengatakan apa. Hanya air mata yang tiba-tiba jatuh dari sudut matanya tanpa dikehendakinya.
"Hyung...aku ingin bertanya 1 hal padamu."ujar jinyoung,tapi ia tidak mengangkat wajahnya. Jinyoung tidak ingin mark tahu jika dia sedang menangis,itu sama saja jinyoung terlihat putus asa.
"Apa?"
"Apakah selama ini kebaikanmu padaku hanya kebohongan saja?"tanya jinyoung. Dia masih percaya jika mark bukan orang yang cepat untuk merubah hatinya,dia percaya mark yang sekarang hanyalah keegoisan sesaat mark saja. Namun harapan tinggal harapan,kepercayaan jinyoung pada mark hilang sudah saat mendengar jawaban mark.
"Jie....kau terlalu baik padaku. Kebaikanmu padaku justru membuatku semakin benci padamu. Seolah-olah kau tidak pernah melakukan kesalahan dalam hidupmu dan aku sungguh benci itu."
Jinyoung mengepalkan tangannya,jika ia bisa berteriak sekarang maka dia akan berteriak tapi percuma bahkan mulutnya saja terkunci rapat.
"Sudahlah jie,terima saja semua ini. Sebentar lagi kita akan menjadi saudara sungguhan,kuharap kau bisa menerimanya jie. Percayalah meskipun aki benci padamu,aku juga menyayangimu jie."mark berjalan mendekati jinyoung bermaksud untuk memeluk jinyoung yang tubuhnya sudah bergetar hebat tapi jinyoung langsung berlari menuju kamar appanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Hear Me? [Complete]
FanfictionCast : -jjp - other Jinyoung dihadapkan pada suatu lembaran pahit yang ke sekian kali dalam hidupnya. Dia tidak pernah berpikir dunianya akan dijungkir balikkan oleh keadaan tak terduga. Keadaan yang selalu terulang selama 23 tahun hidup yang dil...