6

288 41 3
                                    

Shania memegang erat kotak bekal yang berada dipangkuannya. Nasi goreng dengan cabai yang banyak serta gurih dari bumbu penyedap, adalah menu bekal pertama Nabil. Dengan senang hati Shania memasukan banyak cabai dengan harapan semoga si cowok tengil itu mencret-mencret.

Saat ini Shania kembali kesal karena dengan penuh kebencian dan kemalasan, ia harus menjemput Nabil. Sebenarnya bisa saja Shania berangkat duluan dan meninggalkan Nabil, tapi ia sedang malas berdebat.

"Neng, gak turun?"

"Saya disini aja. Orang yang terpaksa saya tunggu bisa jalan sendiri kok"

Supir taksi itu hanyamanggut-manggut. Shania sengaja menyuruh supir taksinya menaikan harga argo. Ia akan memeras Nabil karena cowok itu yang harus membayar argonya. Shania tertawa setan membayangkan dompet Nabil akan kempes.

"Morning, Nju"

Shania tersenyum judes kemudian menyuruh Nabil langsung masuk taksi.

"Nju, duduk dibelakang sama gue"

"Ogah"

Shania mengeluarkan novel yang sebentar lagi habis ia baca.

"Gue sendirian, nih?"

"Udah biasa sendiri juga"

"Judesnya..."

Shania hanya menaikan kedua bahunya dan mencoba fokus pada alur novel.

"Nju, kalau udah sampe sekolah bangunin ya. Masih ngantuk. Lo gak kira-kira sih jemputnya jam setengah 6"

"Hm"

Dan semuanya hening. Ketika Shania ingin kembali membaca novel, supir taksi disebelahnya tertawa pelan.

"Kenapa, Pak?"

"Itu, Neng. Sleting celana pacar Neng belum dinaikin"

Shania melirik dari kaca spion depan, dan benar saja, si idiot itu selalu minta ditabok!

"Biarin, Pak. Dia emang gak punya malu"

Shania menggelengkan kepalanya karena bingung melihat perilaku Nabil yang super caper. Pasti cowok itu sengaja cari-cari sensasi. Shania sudah hapal dan itu sama sekali bukan urusannya.

"Sudah sampai, Neng"

Shania tersenyum pada supir taksi kemudian membuka pintu dengan pelan. Ia menggedor kaca pintu belakang sehingga Nabil yang sedang berlayar ke alam mimpi langsung terbangun. "Bangun, wey!"

Nabil mengucek matanya sambil mencoba mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya komplit. Ia membuka pintu secara perlahan dan dengan santainya merangkul bahu Shania.

"Apaan sih pegang-pegang?!"

"Orang gue masih sakit. Butuh pegangan"

"Emang lo buta? Awas, ah!" Shanua melepaskan rangkulan Nabil dengan kasar.

"Bayar tuh taksi!"

"Lo yang bayar, lah"

"Mana bisa!"

"Pak, dibayar dia ya" Nabil mengangkat jempolnya tinggi-tinggi pada supir taksi kemudian berjalan meninggalkan Shania menuju gerbang.

"Nabil! Gue gak ada duit!"

Nabil membalikan tubuhnya kemudian tertawa sinis. "Makan tuh argo. Pake sok-sokan dinaikin"

Shania ingin sekali melemparkan bekal yang ia pegang ke kepala Nabil jika ia tidak ingat begitu susah memasaknya.

"Berapa, Pak?" tanya Shania dengan hati-hati.

"Dua ratus ribu, Neng. Kan Neng sendiri yang minta argo kuda"

Adore YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang