In The Dark

chapter 5

Achilles

Aku tidak peduli kalau orang-orang bilang aku bersikap seperti bocah, apalagi kalau Erin yang bilang begitu. Dia sudah sering bilang kalau aku ini kayak bocah, tapi sepertinya dia ngga pernah ngaca ya, soalnya dia lebih kekanak-kanakan daripada aku. Seperti sekarang ini, dia sedang memperdebatkan sesuatu yang tidak penting dengan seorang Bapak penjual kue yang sedang berjualan dekat warteg.

"Kok mahal sih pak! Kan gampang buat ginian!"

"Gampang? Memangnya kamu bisa masak dek? Kalaupun bisa memangnya rasanya enak? Kalau kue buatan bapak ini udah pasti enak!"

"Enak aja! Bapak jangan meragukan saya ya! Gini-gini saya bisa pecahin telor!"
Pecahin telor? Memangnya ada yang tidak bisa pecahin telor? Ups, aku baru ingat, ada seorang cewek yang aku suka, tapi dia tidak bisa mecahin telor (aku tidak akan menyebut nama).

"Hah?! Telor siapa yang kamu pecahin dek?!"

"Telor ayam lah pak! Emang bapak mau telornya saya pecahin?"
Yaampun! kata-katanya ngga bisa dijaga ya?

"Eh! Jangan dong! Masa depan saya bisa hancur! kalo saya ngga punya telor, saya ngga bisa buat kue lagi dong, kan kalo mau buat kue harus pake telor!"

"Iya deh, saya ngga setega itu buat hancurin masa depan seseorang yang emang udah hancur."

"Erin! Jangan ngomong sembarangan!"
Nathalie langsung memarahi Erin. Aku heran kenapa Nathalie masih tahan berteman dengan Erin, padahal kalau aku jadi Nathalie mungkin aku sudah tidak tahan berteman dengan orang seperti Erin (walaupun sebenarnya aku ini memang temannya Erin).

"Sudah-sudah, ini kue buat kamu, jangan ribut lagi."

"Wah! Makasih inpan! Emang tampan deh!"

"Terserah kamu aja deh, saya mau melanjutkan investigasi saya dulu."
Wajah si inspektur terlihat memerah. Kurasa Erin berhasil membuat si inspektur ini salah tingkah lagi (aku curiga, jangan-jangan Erin suka sama si inspektur! Tapi kan mereka baru saja bertemu).

"Kalo misalnya butuh tenaga tambahan, minta tolong sama aku aja! Ini paksaan, awas kalo ngga! Aku rusakin muka tampan kamu!"

"Iya, iya, kalau saya butuh bantuan, saya minta tolong sama kamu."
Sekali lagi, si inspektur tekihat salah tingkah dan wajahnya memerah.

"Formal banget sih pake 'saya', ngga usah terlalu formal kali."

"Yaudah, aku mau lanjutin investigasi dulu ya, tolong jangan diganggu."
Si inspektur benar-benar sabar, kalau aku jadi dia mungkin dari awal aku sudah tidak mau dekat-dekat lagi dengan Erin.

"Oke! Bye bye beb! Muah! Asik dapet kue! Gue ngga bagi-bagi ya!"
Seriusan? Dia baru aja panggil si inspktur beb? Dia udah gila? Yasudahlah bodo amat, bukan itu masalahnya sekarang, masalahya adalah Erin yang tidak mau berbagi kue dengan ku dan Nathalie.

"Eh, enak aja! Bagi-bagi dong! Masa ngga mau berbagi sama orang ganteng sih?"

"Oh iya, yaudah ntar gue kasih sebagian ke inpan, kan dia juga yang beliin."

"Maksud gue, orang gantengnya itu gue!"

"Hah? Lo? Ganteng? Hahahahaha lucu lo chil!"
Kurang ajar! Jadi maksudnya aku tidak ganteng?

"Denger ya boy, gini-gini gue banyak yang suka! Lagian banyak kok yang bilang gue ganteng!"

"Denger ya chil, orang yang bilang lo ganteng paling cuma keluarga lo doang, dan orang yang suka sama lo itu matanya rusak semua, lagian lo ngga pernah pacaran gimana gue bisa percaya?"

"Gue ngga pernah pacaran karena gue setia sama satu orang, cewek yang udah gue suka dari dulu."

"Alah! Gaya lo sok setia chil! Gue tau kok, achil playboy kan?"
Berani-beraninya dia ngatain aku playboy! Justru aku adalah cowok paling setia yang bisa kalian temui.

"Rin, lo ngga bisa ya ngga debat sehariiii aja. Lagian emangnya lo bisa abisin semua kue itu?"
Kurasa lama-lama Nathalie sudah lelah dengan sikapnya Erin.

"Gue ngga bakal debat kalo ngga ada yang diperdebatkan, lagian si achil pake minta kuenya segala, padahalkan tadi inpan bilang ini buat gue. Dan yang paling gue ngga terima adalah, saat si achil ngaku-ngaku kalo dia itu ganteng!"
Kenapa sih dia ngga bisa terima aja kalo aku itu ganteng?

"Gue emang ganteng kaliiii, emangnya lo, udah jelek, pelit lagi!"

"Siapa yang lo bilang jelek?! Gue banyak fans nya tau! Bilang aja kalo lo iri sama gue!"

"Amit-amit! Ngga pernah gue iri sama satwa liar kayak lo!"

"Apa lo bilang?!"
Ups! Kurasa aku sudah membuat dia benar-benar marah. Seharusnya aku bisa menjaga mulutku, sekarang aku pasti berada dalam bahaya yang sangat besar.

"Eh, maaf boss, anak buahmu ini sudah kelewatan. Saya benar-benar minta maaf, sebagai permintaan maaf saya, saya akan membelikan pecel lele Ibu warteg untuk boss besok."

"Hmmm, kalo gitu kali ini lo gue ampunin. Awas lo kalo boong! Gue teror lo sampe mati!"
Aduh, sadis banget sih nih orang, cuma gara-gara pecel lele dia mau neror gue sampe mati? Emang dasar rakus!

Kami mendapat pengumuman kalau kami boleh pulang lebih awal hari ini karena polisi masih mau menginvestigasi kasus pembunuhan ini.

"Yay! Ayo kita pulang! Tapi gue mau ketemu si inpan dulu, minta nomor hp sama nama, siapa tau namanya kampungan, jadi bisa gue kata-katain."
Kalau dipikir-pikir, si inspektur memang belum memberitahu namanya pada kita.

"Lo suka ya sama si inspektur?"
Ternyata Nathalie memikirkan hal yang sama denganku.

"Hah? Ngga kok, biasa aja."
Halah, dasar pembohong!

"Ngaku aja deh lo! Keliatan tau!"

"Diem lo chil! Gue aja baru ketemu, masa udah suka! Tau ah, gue pergi dulu!"
Dia langsung pergi dengan langkah yang cepat untuk menemui si inspektur.

"Menurut lo dia beneran suka sama si inspektur?"
Tanyaku pada Nathalie.

"Belum, tapi pasti bakal suka. Percaya sama kata-kata gue."
Kata Nathalie dengan sangat yakin.