chapter 7

36 5 3
                                    

Achilles

Sialan!
Dia menggunakan nama Mathilda agar aku mau bermain di warnet bersamanya, memang dasar licik!

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya Erin cukup pintar, hanya saja terkadang dia memang aneh dan tidak jelas.

Sebelum pergi ke warnet aku meminta izin pada ibuku melalui SMS. Ya, aku tau, kelihatannya memang jadul, tapi mau bagaimana lagi, ibuku tidak suka pakai hp yang modern.

Terdengar suara pesan masuk dari hp ku. Itu adalah pesan dari ibuku.

"Yaaahhh, kayaknya gue ngga bisa ikut ke warnet deh. Mama tidak mengizinkan."

"Yaelah Chil, sekarang gue tanya, mama lo ada dimana?"

"Di rumah."

"Yaudah! Kan dia ada di rumah bukan disini, jadi walapun lo pergi ke warnet emang dia bisa halangin lo?"

"Iya sih, tapi gue bukan anak berandal kayak lo yang ngebantah orang tua!"

"Enak aja! Gue masih nurut sama orang tua gue kaliiii, Tapi klo mendesak mau gimana lagi. Lagian bilang aja klo lo takut dihajar sama emak lo! Ngga usah pake bilang lo ngga mau ngebantah orang tua!"

Cih! Dia bisa membaca pikiranku, aku harus segera membantah perkataannya!
"Ngga kok!"

"Klo emang ngga takut, ayo ke warnet! Lagian diomelin itu urusan belakang, gue sering pergi diem-diem, pas pulang gue cuma dihujani dengan air liur yang keluar dari mulut nyokap gue yang lagi ngoceh. Untung dia nyokap gue, klo orang lain udah gue hajar karena berani menodai tubuh gue dengan air liurnya yang menjijikan."

Menjijikan? Dia ngga sadar kalau dia sering meludah sembarangan? Kalau emang jorok ngga usah sok-sok jijik!

Aku sudah siap untuk meninggalkannya dan berjalan pulang, lalu tiba-tiba aku melihat Mathilda memasuki warnet.

"Eh Chil, itu dia orangnya, yuk masuk! Gue yakin lo ngga jadi pulang setelah melihat cewek tercinta lo."

"Apaan sih! Gue emang ngga niat pulang kok! Gue mau ngerjain tugas sekolah."

"Terserah lo deh mau ngomong apa, gue yakin lo kesini cuma buat liat dia. Udah ah, gue mau masuk!"

Aku berjalan memasuki warnet. Warnet itu belum terlalu ramai karena masih jam sekolah. Aku langsung mencari Mathilda, jujur saja sebenarnya aku memang tidak ada niat untuk ke warnet, lebih baik aku istirahat dan tidur di rumah.

"Woi Chil! Katanya mau ngerjain tugas, ngapain berdiri di situ? halangin orang mau masuk aja!"

Cih! Memang dasar pengganggu!
Aku pun duduk di sebelah Erin. Aku masih mencari Mathilda, tapi aku tidak menemukannya. Aku yakin sekali tadi dia masuk ke sini, kenapa sekarang dia tidak ada?

"Udahlah, daripada lo nyariin dia mending main sama gue, lagian kalaupun lo ketemu sama dia emang lo mau ngomong apa? Ngga ada kan?"

Dia ada benarnya juga sih, kalaupun aku bertemu dengan Mathilda tidak akan ada yang bisa aku bicarakan dengannya. Kalau begitu untuk apa aku kesini? Buang-buang waktu saja!

"Udah ah boy, lo main sama Nathalie aja, gue pulang dulu."

"Dih, kok pulang? Ternyata bener ya, lo kesini cuma buat liat Mathilda. Yaudah, pulang sono! Gue main sama bebeb Nathalie aja, orang ngga guna kayak lo pulang aja!"

Dasar kurang ajar! Padahal dia yang mengajakku kesini sampai bilang ada Mathilda segala, sekarang dia malah mengusirku!

Aku melihat sekeliling sekali lagi untuk memastikan apakah ada Mathilda atau tidak, tapi tenyata dia tidak ada.

"Yaudah, gue pulang, ngapain juga gue buang-buang waktu di sini main bareng noob kayak lo!"

"Apa lo bilang?!"

Aku langsung berlari ke luar warnet, menghindari Erin yang sedang kesal karena aku katain noob.

Aku berjalan pulang, ada perasaan tidak enak di dalam hatiku, apa akan ada sesuatu yang terjadi?

Cuaca menjadi mendung, hari jadi kelihatan gelap, kurasa sebentar lagi akan turun hujan. Setibanya aku di rumah, aku langsung membuka pintu.
"Aaahhhhhh!"

Ada sesosok perempuan berwajah putih yang sedang memegang pisau dapur berdiri di depan pintu. Aku sudah siap-siap kabur saat perempuan itu berteriak ke arahku.
"Ngapain kamu teriak-teriak begitu?! Trus kamu abis darimana? Mama kan suruh kamu langsung pulang, malah keluyuran, ngga usah pulang sekalian!"

Ternyata itu hanya ibuku yang sedang menggunakan masker wajah (dia memang selalu marawat wajahnya). Aku tidak heran kalau dia marah-marah, seingatku dia lagi menjalankan sesuatu yang terjadi sebulan sekali pada wanita.
"Iya sori, tadi lagi macet soalnya."

"Kalo mau boong tuh yang pinter dikit, kamu kan jalan kaki mana mungkin macet!"

Oh iya, aku lupa! Kurasa aku terlalu panik, jadi tidak bisa membuat alasan yang masuk akal.
"Hehehe, iya tadi aku ngga kena macet."

"Trus kenapa baru pulang sekarang? Pasti kamu main ke warnet dulu kan?"

"Iya ma, tadi ada satwa liar narik-narik aku ke warnet."

"Mana mungkin ada satwa liar yang bisa narik-narik kamu ke warnet!"

"Ada kok ma, spesies baru!"

"Namanya apa? Kok mama ngga pernah denger?"

"Mama pernah denger kok, namanya Erin."

"Oh Erin, ngga heran mama kalo kamu mau ditarik-tarik dia ke warnet. Yaudah, ayo masuk, mama lagi masak."

"Aku bantuin ya ma."

Trik paling ampuh agar tidak kena marah adalah dengan menawarkan bantuan. Kalau sudah dibantu pasti tidak akan marah lagi.
"Yaudah deh, kamu kan jago masak, kamu aja yang masak ya."

"Oke ma, biar aku perlihatkan skill memasakku."

Tidak seperti Mathilda (alias cewek yang aku suka), aku ini jago memasak. Masakanku sudah seperti masakan chef bintang lima, aku tidak akan berkata seperti ini tanpa bukti, tapi memang sudah banyak orang yang berkata seperti itu, kecuali Erin tentu saja, dia memang tidak punya selera.

Terdengar ada bunyi pesan yang masuk, pesan itu dari Erin. Baru kusebut namanya sekali saja dia sudah menggangguku, mau apa lagi dia?

In The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang