chapter 4

41 4 25
                                    

Erin

Aku mencoba untuk memproses apa yang sedang terjadi.
Aku melihat seorang siswa sedang tergeletak di pojokan koridor lantai dua, di tubuhnya terlihat ada banyak luka bekas sayatan, darah terus mengucur dari luka-lukanya itu.

Setelah aku memperhatikannya selama beberapa saat, aku baru sadar kalau dari tadi aku sedang memperhatikan mayat sungguhan, dan ini adalah kasus pembunuhan sungguhan (karena akhir-akhir ini aku sering menonton film misteri yang melibatkan kasus pembunuhan, aku jadi lupa kalau aku sedang tidak menonton film).

"Astaga! Ini mayat betulan?!"
Aku baru sadar kalau teriakanku yang cukup keras itu menggema di koridor yang sepi. Setelah beberapa detik sejak aku teriak, siswa-siswi dan juga guru-guru langsung berkumpul untuk melihat apa yang terjadi. Mereka benar-benar shock ketika melihat mayat yang tergeletak di koridor. Ms.Efi (yang adalah guru math kami yang menyebalkan) langsung berteriak histeris dan pingsan di tempat (cih, dasar lebay).

Beberapa saat kemudian, polisi dan ambulans (yang ditelpon oleh salah seorang guru) sampai di sekolah kami.

"Dia belum mati, tapi dalam keadaan yang benar-benar kritis akibat kehilangan banyak darah." Kata seorang petugas medis.

Ups. Ternyata orang itu belum mati- maksudku meninggal, aku jadi merasa bersalah karena telah menyebutnya mayat.

"Maaf dik, bolehkah saya tanya beberapa hal tentang kejadian ini?"
Orang yang baru saja bertanya kepadaku adalah seorang inspektur tampan, tubuhnya tinggi dan tegap, kulitnya agak gelap, rambutnya cepak berwarna hitam, dan matanya berwana coklat terang.

"Mau tanya apa beb?"
Si inspektur langsung terlihat bingung dan salah tingkah (aku curiga dia sudah kelamaan jomblo. Masa baru dipanggil beb udah salah tingkah? Dasar lemah!).

"Ahem! Apa benar kamu orang pertama yang sampai di tempat kejadian?"

"Iya, tapi saya ngga liat siapa-siapa. Saya juga ngga melihat sesuatu yang mencurigakan. Dan yang paling penting, bukan saya pelakunya."
Aku langsung mengatakan apapun yang mungkin akan di tanyakan si inpan (alias inspektur tampan) agar tidak buang-buang waktu.

"Kamu sudah menjawab semua yang ingin saya tanyakan. Tapi untuk yang terakhir, kamu harus bisa membuktikannya. Kejadian ini terjadi sekitar satu jam yang lalu, dimana kamu pada saat itu?"

"Cieee nanyain. Mau tau?"

"Tolong dijawab dengan serius."
Si inspektur memasang wajah datar (puih! Ngga bisa diajak bercanda rupanya).

"Iya, iya. Sejam yang lalu saya makan di warteg deket sekolah, kalo ngga percaya tanya aja ke buteg."

"Buteg?"

"Iya, buteg, alias Ibu warteg."

"Yasudah, akan saya tanya. Kamu juga harus ikut."

"Kenapa? Ngga bisa jauh-jauh dari saya ya~"
Aku mengatakannya dengan wajah jail. Si inpan langsung membuang muka (dasar kurang ajar!).

Aku, inpan, dan beberapa polisi lain langsung pergi ke warteg si buteg.
Sesampainya kita disana, aku langsung menyapa si buteg.

"Ibu! I'm back! Kangen sama saya ngga Bu?"

"Erin! Kamu ngapain lagi sih sampe ada polisi begini?!"
Cih! Memangnya tampangku yang alim dan polos ini mirip dengan kriminal apa, sampai si buteg tanya begitu?

"Maaf bu, tapi apa benar Erin berada disini sejam yang lalu?"
Tanya si inpan.

"Kok lo bisa tau nama gue? Kan gue belum pernah kasih tau nama gue. Jangan-jangan lu stalker ya?"

"Erin! Kalo ngomong sama yang lebih tua tuh harus sopan! Jangan sembarangan pake gue-lo! Lagian tadi kan si Ibu baru sebut nama lo, ya dia tau lah!"
Nathalie yang entah darimana datangnya tiba-tiba memarahiku.

"Iya dek, sejam yang lalu Erin ada disini. Dia pesen pecel lele sama teh manis yang belum dibayar. Dia juga coret-coret meja saya, tuh coba adek liat sendiri."
Si buteg menunjuk coretan yang aku buat dengan spidol permanen sejam yang lalu.

"Erin! Lo buat masalah apa lagi sih?! Jangan ngerepotin si Ibu dong Rin!"

"Gue ngga buat masalah apa-apa kok! Sekarang daripada lo ocehin gue terus, mending lo bayar pecel lele sama teh manis gue. Kasian tuh si buteg, lagi krisis ekonomi!"

"Siapa yang kamu bilang butek? Lagian ibu lagi ngga krisis ekonomi kok, jangan sembarangan ngomong kamu Erin!"
Si buteg terlihat tidak terima saat aku bilang dia sedang krisis ekonomi.

"Buteg itu singkatan dari Ibu warteg! Trus kalo emang ibu lagi ngga ada krisis ekonomi ngapain ibu nagihin utang saya?"

"Biar Ibu ngga kerisis ekonomi beneran! Klo utangmu ngga kamu bayar-bayar ibu bisa krisis ekonomi beneran!"

"Udah, udah. Ini bu saya bayarin utangnya Erin."
Nathalie memberikan uang kepada si buteg dengan jumlah yang pas untuk membayar utangku (memang benar-benar malaikat!).

"Makasih ya neng."
Si buteg langsung menghitung uang itu dengan gembira. Nathalie langsung mentapku dengan tatapan sebal, untungnya dia tidak memarahiku lagi (kurasa dia sudah capek).

"Ahem! Lanjut ke pertanyaan saya. Apakah kamu pergi ke tempat lain lagi?"

"Hmmm...oh iya! Saya sempet interogasi tukang sapu disana!"
Aku menunjuk tempat dimana aku menginterogasi si tukang sapu.

"Dimana dia sekarang?"

"Mana saya tau! Tapi kalo dia udah ngga ada disana berarti...dia emang si stalker!"

"Hush!" Nathalie langsung menjitak kepalaku, "jangan asal tuduh! Emangnya si tukang sapu cuma perlu nyapu jalanan itu? Memangnya dia ngga punya rumah sampe harus dijalanan itu terus? Hah?"
Aduh, dia cerewet banget hari ini! Jangan-jangan lagi PMS.

"Iya, iya, sori. Tapi kalo inpan mau bukti, bisa tanya ke buteg. Dia liat kok."

"Inpan?"
Tanya si inspektur dengan wajah bingung.

"Iya, inpan, inspektur tampan!"
Si inpan langsung terlihat salah tingkah lagi. Aku bingung, memangnya tidak pernah ada yang bilang dia tampan ya?

"Apakah ibu benar-benar melihat kejadiannya?"
Tanya si inpan kepada si buteg.

"Iya, saya liat. Justru saya yang menghentikan Erin saat dia ingin memukul tukang sapu itu."

"Apa?!"
Aku bisa melihat wajah Nathalie yang sudah ingin meledak-ledak. Kurasa setelah semua ini selesai aku akan dihabisi olehnya.

"Santai Nath, lo kan tau Erin orangnya kayak gimana."
Orang yang baru saja berusaha menenangkan Nathalie adalah Achilles.

Achilles adalah seorang laki-laki dengan tubuh yang tinggi dan langsing, rambutnya yang berwarna coklat terang dipotong dengan model angular fringe, hidungnya mancung, bibirnya merah, kulitnya tetap putih walaupun sering panas-panasan, dan matanya berwarna abu-abu. Walaupun terlihat seperti anak rumahan, dia memiliki tenaga yang kuat. Dia juga menguasai kick boxing.

"Tapi ini udah kelewatan les!"

"Tapi kan bisa jadi dia begini gara-gara takut si stalker apa-apain dia."
Nathalie langsung diam. Kurasa dia sudah kehabisan kata-kata. Mungkin kapan-kapan aku akan mentraktir si Achil.

"Eh boy, kayaknya daritadi ada yang ngeliatin lo deh."
Boy adalah panggilan si Achil untukku. Dia bilang ini adalah pembalasan karena nama panggilan yang kuberikan untuk Achilles adalah Achil (alias anak kecil, karena kadang tingkah lakunya kayak bocah) yang katanya jelek dan ngga pantes untuknya (puih! Sok keren banget sih!).

"Masa sih chil? Gue ngga merasa ah!"

"Iya, ada yang ngeliatin lo...tapi boong!"
Dasar achil kurang ajar! Emang dasar kelakuan kayak bocah!

In The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang