Part 3

20.5K 827 16
                                    

Pertandingan pada babak pertama telah selesai, kedudukan sementara ini SMA Harapan Bangsa lah yang memimpin dengan perbedaan point yang sangat tipis.

Masing-masing tim pun kembali pada coach untuk pemberian arahan mengenai strategi yang akan dimainkan pada babak berikutnya.

Di sisi lain, Devan selaku leader pada tim basket di sekolahnya itu tiba-tiba meminta izin pada coach nya untuk pergi ke kamar mandi dan diizinkan dengan syarat harus kembal lagi tepat waktu.

Devan berjalan dengan langkah kaki panjang agar segera sampai, keadaan koridor sekolah saat ini sangatlah sepi, karena memang semua murid sedang menonton pertandingan basket .

Devan sangat menikmati keadaan sunyi ini. Namun dari arah berlawanan ada seorang perempuan yang membuat Devan menghentikan langkahnya.  Devan mengenali perempuan itu. Ya, sangat. Bahkan cara perempuan itu berjalan pun Devan tahu.

Devan mematung, kakinya mendadak kaku. Degupan jantungnya sangat tak teratur. Devan diam, menatap lekat lekat perempuan berambut panjang yang sedang berjalan. Saat perempuan itu sudah dekat, Devan berusaha untuk menormalkan kembali dirinya. Tak mungkin juga jika ia terus diam seperti itu. Ah... rasanya kaki Devan sulit sekali untuk melangkah.

Kini, perempuan itu sudah berada tepat di hadapan Devan dan melewatinya begitu saja tanpa ada satu patah kata pun yang perempuan itu ucapkan.

Devan kembali terdiam, ia menoleh ke belakang untuk melihat punggu perempuan itu lagi. Namun matanya tak sengaja menangkap benda berwarna biru langit itu tergeletak di lantai. Tanpa berpikir panjang Devan mengambilnya dan berlari ke arah perempuan tersebut.

"Tunggu." Teriak Devan. Perempuan itu menghentikan jalannya, karena di koridor sedang sepi, dan hanya ada mereka berdua saja yang melintas.

"Punya lo kan?" Tanya Devan sembari memberikan earphone berwarna biru langit.

Perempuan itu tampak kaget, dan langsung mengecek saku rok nya, dan ternyata memang benar itu adalah earphone miliknya. Dengan cepat perempuan itu mengambilnya dan kembali memasukkan ke dalam sakunya.

"Tadi jatuh. Mungkin pas lo ngambil handphone." Ujar Devan.
Lagi, perempuan itu tak menghiraukannya, ia lanjut jalan tanpa mengucapkan kata terimakasih.

Devan yang mendapat perlakuan seperti itu hanya bisa diam sambil terus menatap punggung yang perlahan menghilang.

“Fanya. Makasih lo kembali. Meskipun dengan sifat yang jauh berbeda.” Lirih Devan.

***

“Prok...prok...prok...” suara tepuk tangan dan teriakan mendominasi di lapangan, saat pertandingan selesai dan berakhir dengan skor yang diperoleh SMA Harapan Bangsa jauh lebih tinggi dibanding lawan.

Tanpa aba aba, kaum perempuan langsung turun ke lapangan untuk sekedar  mengerumuni Devan. Entah mereka meminta foto, mengucapkan selamat, memberikan minum bahkan sampai ada yang berusaha memeluk Devan. Memang selain tampan, Devan memilik banyak point plus yang membuat dia terkenal seantero sekolah.

Iwh, Fanya memutar bola matanya malas saat melihat beberapa perempuan yang berebut untuk memberikan Devan minuman, menjijikan sekali kelakuan mereka. Pikir Fanya.

Kini, Ia lebih memlih untuk tetap duduk di kursi tribun sambil mendengarkan lagu.

“Fanya. Ke sana yuk, minta foto sama Ka Devan.” Ajak Nada.

“Ga.”

“Ayolah plisssssss.”

“Gamau Nad. Udah lo aja.”
Nada mengerucutkan bibirnya kesal.

“Yauda deh gue sendiri ke sananya, tapi janji ya lo stay di sini.”

Fanya mengangguk sebagai jawaban.
Beberapa menit kemudian Nada kembali lagi dengan wajahnya yang ditekuk. Membuat Fanya menatapnya heran seolah bertanya ada apa.

My Most Wanted boyfriend (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang