IX

3.1K 425 87
                                    

Maafkan Aku















Tepat saat Taehyung membelokkan mobil ke pekarang mansionnya, lenguhan kecil terdengar. Tubuh lemas Jungkook bergerak samar. Taehyung sedikit bernafas lega melihat Jungkook tidak sepenuhnya pingsan.

Selama perjalanan, ia terus saja menghubungi Chanyeol. Tentu saja ponsel Chanyeol mati, karena ia sedang flight dari London ke Seoul. Ia mengirim pesan pada Chanyeol untuk segera merumahnya jika sudah sampai di Seoul, karena Jungkook membutuhkan pertolongannya.

“Ta- Tae-hyu..ng,” Suara lirih Jungkook terdengar saat Taehyung mengeluarkannya dari dalam mobil.

Taehyung tak fokus, ia tak mendengar panggilan Jungkook. Ia membawa Jungkook dalam bopongannya masuk ke dalam rumah.

“Hyung, Jangan marah pada ku,”

“Jangan banyak bicara dulu sayang,”

“Ku mohon, jangan marah pada ku,”

“Hyung mana bisa marah pada mu,” Kata Taehyung dan setetes air mata lolos lagi dari netranya ketika ia melirik wajah Jungkook yang pucat pasi.

“Aku bersalah padamu hyung, tapi kumohon jangan membenci ku,”

“Jangan pernah berfikir kalau hyung akan membenci mu apa lagi sampai meninggalkan mu, kamu hanya boleh memikirkan kita bertiga hidup bahagia, jadi kuatlah!”

Jungkook memejamkan kedua matanya dan setitik air bening membuncah di sudut netra. Taehyung sedang mengkhawatirkannya. Taehyung melihatnya bersama Taehwan dan sekarang Taehyung masih mengkhawatirkannya.

Jungkook merutuki kebodohannya sendiri yang dengan mudahnya dipermainkan lagi oleh Hani juga Taehwan. Ia saat ini sedang di landa ketakutan hebat.

Ia benar-benar takut Taehyung akan mencampakkannya. Karena ia sudah pernah merasakan sakitnya di abaikan, wajar jika ia takut akan kehilangan. Apalagi jika harus kehilangan Taehyung. Jungkook tak akan sanggup.

Seorang maid membukakan pintu kamar Taehyung. Sejak kehamilannya mulai hampir masa, Taehyung tak mengijinkan Jungkook tidur sendirian. Mereka tidur berdua. Taehyung terlanjur posesif dengannya. Maka sekarang, kamarnya lah tempat yang pertama yang Taehyung tuju.

Dengan hati-hati, Taehyung merebahkan tubuh Jungkook ke atas bed. Ia memerintahkan beberapa maid untuk membawakan semua peralatan yang ia butuhkan untuk merawat Jungkook.

Taehyung melepas tuxedonya dan melemparnya kesembarang tempat. Hanya tersisa kemeja putih yang sudah ia gulung lengannya sebatas siku. Ia kembali menancapkan abocath di punggung tangan Jungkook, yang terhubung dengan flabottle infus yang tergantung di samping Jungkook terbaring.

Sesekali, Taehyung nampak mengusap lelehan airmatanya. Tak hanya Jungkook yang merasakan kekhawatiran akan kehilangan. Taehyung pun sama. Ia tak sanggup jika harus kehilangan Jungkook.

Jungkook adalah hidupnya. Jungkook adalah udara dalam tiap tarikan nafasnya. Jungkook itu nadi dalam tubuhnya, oksigen dalam aliran darahnya. Jungkook tak boleh pergi meninggalkannya apapun yang terjadi.

Selesai memasang infus dan mengganti kompresan di kening Jungkook berkali-kali, Taehyung tergugu sendirian di samping Jungkook. Sedari tadi ia hanya diam memandang pias wajah Jungkook yang putih pucat. Yang terbaring, belum juga kembali sadar. Bahkan nafasnya masih terdengar berat sekalipun seutas nasal 02 melilit wajahnya, membantunya mendapatkan asupan oksigen.

“Tae??!”

Itu Chanyeol, yang membuka kasar pintu kamarnya. Chanyeol datang bersama dengan Hwayeon. Mereka baru tiba di Seoul beberapa menit yang lalu dan langsung menuju rumah Taehyung. Bahkan mereka masih membawa koper sisa liburan yang sekarang mereka tinggal di lantai bawah.

Desire Can't Talk to The WoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang