XIV

3.8K 427 96
                                    

Wujud Wajah Manusia







Dalam sebuah dimensi yang indah dan hangat. Terbalut suasana yang lembut dan nyaman. Sinar mentari begitu halus menyapa permukaan kulit. Diirirngi dengan terpaan angin lembut yang sesekali menerbangkan kelopak dandelion.

Hamparan kebun mawar yang sedang merekah, memanjakan sepasang mata sosok namja yang duduk sendirian. Disebuah bangku putih panjang di bawah pohon besar yang rindang. Pandangannya lurus, menatap merahnya kebun mawar yang harum itu.

"Kau sepertinya betah disini?"

Sebuah suara mengejutkannya. Mengalihkan pandangannya seketika. Disampingnya, sudah duduk sejajar dengannya sosok namja lain. Senyumnya mengembang melihat kedatangan sosok yang begitu hangat baginya.

"Entahlah, melihat mu disini aku jadi tidak ingin pergi,"

"Heii!! aku tak akan meninggalkanmu apapun yang terjadi,"

"Ooh.. kau ingin aku mempercayai mu lagi setelah kau berhasil bohong berkali-kali?"

"Iya.. aku ingin kau terus mempercayaiku, karena hanya kau yang ku punya,"

"Kalau begitu, ayoo pulang bersama,"

"Aku belum mendapatkan ijin, dan aku masih ingin disini sebentar, ada seseorang yang harus ku temui,"

"Kalau begitu akan ku temani,"

"Jangan! kau harus kembali, mereka menunggumu,"

"Tapi,"

"Kita akan bicara lagi lain kali, aku selalu bersama mu, sayang,"

Sosok yang tadinya duduk bersebelahan dengannya perlahan menjauh dengan sendirianya. Cahaya putih berpendar begitu terang dihadapnnya. Ia merasakan tubuhnya tersedot secara paksa masuk ke lubang yang terasa aneh baginya. Pandangannya berkabut, ladang mawar merah tak lagi nampak. Hanya ada putih sejauh ia melihat.

Sebuah sentuhan terasa lembut di pipinya. Ia tak bisa membuka matanya. Ia hanya merasakan seseorang ada di dekatnya. Berbisik mesra yang membuatnya merona. Hatinya tergetar mendengar ucapan indah itu. Jantungnya berdesiran merasakan hembusan nafas halus yang hangat di telinganya. Suara itu, memaksa tubuhnya untuk memberikan respon.

"Tae..hyung,"

Ia bergumam tak jelas, mengucapkan nama seseorang. Seseorang yang telah lama ia rindukan. Seseorang yang menyadarkannya dengan aroma mint yang segar di hidungnya. Sekali lagi, bisikan halus yang indah terdengar, ia tersipu lagi. Perasaan itu semakin kuat, semakin nyata dan mendesak sesak dalam rongga hatinya. Tapi apa... ia tak menemukan apa-apa di sekitarnya.

Bayi.. suara tangis bayi yang riuh di telinganya. Aroma mint yang mengacak-acak isi otaknya. Kenapa semua itu begitu memaksanya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Kecupan, lembut dan hangat terasa di bibirnya. Ia mengumpat kali ini. Siapa si kurang ajar yang sedang melakukan tindakan senonoh padanya saat ia tak mampu melakukan pergerakan apapun. Tapi kecupan itu, ia mengenali rasanya. Rasa yang pernah singgah dalam hatinya. Kecupan yang perlahan berubah menjadi lumatan. Oh tidak... ini nikmat. Lama sekali rasanya ia merindukan perasaan ini.

Bibirnya tergerak dengan sendirinya. Membalas ciuman yang baru saja nyasar di wajahnya. Perlahan, ia mulai mampu membuka kedua matanya. Pedih, itu yang pertama kali ia rasakan. Tapi nyaman, saat ia menyesap aroma mint segar itu dengan nyata. Ia telah sadar, terbangun dari koma panjangnya. Karena aroma yang membuat jantungnya berdesiran.

"Selamat datang kembali, sayang,"

Namja itu, si pemilik aroma mint yang telah membangkitkan gairah hidupnya. Ia memandang wajah tegas, manis menganggumkan dengan kedua netranya yang mulai jelas penglihatannya. Ia tersenyum hangat menatap sang cinta yang kini matanya telah berkaca-kaca. Satu kecupan sayang mendarat di keningnya.

Desire Can't Talk to The WoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang