Aku dan Dinda akhirnya sampai di kantin. Aku langsung duduk di salah satu kursi kosong dan langsung mengeluarkan ponselku dari dalam tas. Mau ngabarin Mama, kalau aku bakalan pulang agak telat.
"Lo mau minum apa Bel? Biar gue pesenin, plus gue traktir deh. Mumpung gue sekarang lagi baik hati," saat Dinda telah duduk di sebelahku, "gue selalu baik hati deng," lanjutnya.
"Sebenernya sih gue gak haus. Tapi, mumpung lo yang bayarin, gue mesen minum juga deng. Gue jus mangga aja,"
"Yaudah gue pesenin dulu ya," Dinda bangkit dari duduknya dan menuju ke meja tempat memesan pesanan.
Dinda itu memang satu-satunya teman dekatku. Kami udah semeja sejak pertama kali masuk di sekolah ini. Dinda orangnya memang asik banget sih menurut aku. Kalau ngomong suka blak-blakan.
Sejauh ini aku berteman sama Dinda, dia gak pernah sekali pun menceritakan keburukan orang lain yang sampai parah banget. Beda banget sama teman-teman cewek di kelasku yang lainnya. Itu sih salah satu yang ngebuat aku bersyukur banget punya teman seperti Dinda.
Selain itu, Dinda juga gak suka memandang orang sebelah mata. Ya, seperti teman-teman sekelasku yang lainnya. Mereka menganggap aku ini karakter yang sombong. Mentang-mentang pintar, gak mau berbaur sama yang lain. Ya, begitulah kurang lebih pandangan mereka tentang aku.
Aku tidak sombong sema sekali sebenarnya. Aku mah orangnya welcome aja kalau memang ada yang mau berteman denganku. Tapi, memang aku rada susah aja kalau harus memulai duluan untuk berinteraksi dengan orang lain.
"Nih minumnya tuan putri," Dinda datang meletakan segelas jus mangga dan segelas jus jeruk ke meja yang ada di depanku, kemudian dia duduk di sebelahku.
"Terimakasih princes Dinda," aku sedikit tertawa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ternyata Bukan Aku
Short StoryKalian bisa memanggilku Bella. Aku hanya gadis cupu, yang menghabiskan hari-harinya dengan buku-buku. Namun, semuanya berubah setelah aku mengenalnya. ©2017