Aku memasukki kelas yang belum terlalu ramai. Kebetulan sekali, Dinda sudah datang. Ia sedang duduk di kursinya sambil memainkan ponselnya.
"Nih, surat untuk lo," aku memberikan surat yang isinya sudah aku baca tadi malam.
"Dari siapa?" Ia meletakkan ponselnya di atas meja, kemudian meraih surat yang aku julurkan.
"Baca aja," jawabku cuek.
"Oh. Dari Ramdan," ia seolah biasa saja setelah membaca surat tersebut. "Gimana ceritanya dia bisa nitipin surat ini ke elo? Muka lo kok bete gitu? Oh, gue tau. Lo pasti di buat baper 'kan sama dia? Lo kenapa gak cerita sama gue, sih, Kalau dia deketin elo." Setelah aku duduk di sebelahnya, ia memegangi bahuku.
"Karna menurut gue kayaknya gak terlalu penting kalau gue ceritain ke elo," jelasku lesu.
"Gini... gini," Dinda sedikit mengubah posisi duduknya; menghadapku, kemudian ia melanjutkan ucapannya, "Ramdan itu sepupunya teman dekat gue waktu SMP, dan dia suka sama gue. Jadi, waktu kelas sepuluh dia pernah ngirim surat juga ke gue. Dengan cara yang persis sama kayak sekarang. Jadi, dia ngedeketin salah satu temen dekat SMP gue, dia tuh... gimana ya... deketinnya, tuh kayak deketin pedekatean, temen gue ini udah baper, eh ternyata ujung-ujungnya dia malah bilang kalau sukanya sama gue. Temen gue sampai nangis-nangis gitu," jelasnya panjang lebar.
"Terus?" Aku memandang tepat ke matanya.
"Gue langsung datangi dia. Gue inget banget, itu waktu masih awal-awal kita sekolah di sini, kita belum terlalu dekat. Gue bilang ke dia, gue gak suka cara dia ngedeketin gue, ya gue bilang aja 'kalau emang suka yang gentle dong, deketin langsung, jangan pakai perantara dan malah ngebaperin temen gue,' trus gue ngarang aja kalau gue cinta banget sama yang namanya Fadlan." Ia sedikit tertawa di bagian akhir.
"Hem." Aku hanya berdehem pelan.
"Jadi. Lo jangan bete-bete ya. Anggap aja Ramdan gak pernah datang di hidup lo. Kalau dia deketin lo lagi jangan di respon, oke cantik?" Dinda memelukku dari samping, mencoba menenangkanku yang sedang patah hati.
Eits! Patah hati? Sepertinya itu terlalu berlebihan. Mungkin lebih tepatnya; pengalaman berkenalan dengan cowok pemberi harapan palsu, sekaligus cowok cemen yang tidak berani mendekati cewek yang ia sukai secara langsung.
***
·: SELESAI :·
29 November 2017a/n: Gimana ceritanya? Nggak jelas? Gantung? Absurd? Bilang aja secara jujur, jangan sungkan HAHA
Sampai ketemu di ceritaku yang selanjutnya (kalo rajin wkwk)
see you...
KAMU SEDANG MEMBACA
Ternyata Bukan Aku
Short StoryKalian bisa memanggilku Bella. Aku hanya gadis cupu, yang menghabiskan hari-harinya dengan buku-buku. Namun, semuanya berubah setelah aku mengenalnya. ©2017