16. Tersipu

253 36 3
                                    

"Lo mau ngasih apa emang?" Tanyaku datar. Gengsi dong, kalau aku menampakkan gesture kalau aku ini sangat penasaran.

"Ada, lah. Besok aja di sekolah gue kasih," jawabnya. "Oiya. Lo deket banget ya sama Dinda?" Tanyanya setelah meresap kopinya.

"Deket banget deh pokoknya. Lo kok bisa kenal Dinda?"

"Dinda itu temen SMP-nya Reza."

"Reza?" Aku tidak tahu siapa Reza yang ia maksud.

"Iya. Reza sepupu gue. Reza sama Dinda dulu temen dekat. Ya... kayak satu geng gitulah. Jadi, Dinda lumayan sering main ke rumah Reza bareng temen-temen mereka yang lainnya. Jadi... ya gitu, deh pokoknya," jelasnya, walau pun gak jelas-jelas banget.

"Gue ke toilet bentar ya," Ramdan berdiri dan beranjak untuk menuju ke toilet.

Sambil menunggu Ramdan yang sedang ke toilet. Aku mengeluarkan ponsel dari tas sandangku. Tidak ada pemberitahuan apa pun. Beginilah nasib ponsel orang yang kurang bergaul. Baik di dunia nyata maupun di media sosial.

Aku membuka kacamataku, meletakkannya di atas meja yang ada di hadapanku. Mataku juga butuh istirahat dari kacamata.

Ramdan telah tiba. "Ternyata lo cantik ya kalau lagi gak pakai kacamata," walau sedang tidak menggunakan kacamata, aku bisa melihat jelas kalau ia sedang memperhatikan wajahku.

Aku pun meraih kacamataku, langsung memakainya. "Apaan, sih lo."

"Ih. Kok dipakai lagi kacamatanya? Lepas aja, biar adem gue ngelihat wajah lo," ia berhasil membuatku tersipu malu. Sangat malu.

Ia memujiku cantik. Apa itu benar atau hanya sebuah candaan? Apa dia menyukaiku? Kalau memang benar ia menyukaiku, berarti rasa sukaku tidak bertepuk sebelah tangan, dong?

Oke. Ini fix. Aku benar-benar telah menyukainya. Dan sepertinya dia juga seperti itu(?)

***

Ternyata Bukan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang