Selamat pagi Sydney!
Aku berhasil bangun jam 06.00 pagi waktu Sydney. Biasanya, di Jakarta aku tidak pernah bangun sepagi ini di hari Minggu. Ini karena aku akan bertemu dengan Dheannisa, memberikan gantungan kunci berbentuk Piyip, yang sedang dirindukannya.
• Selamat pagi, Dhea! Bisa ketemu hari ini? ✔
• Kau belum bangun ya? ✔
• Aku tunggu di Ralph's cafe ya! ✔
• see you ✔Setelah memberikannya kabar, aku bergegas mengambil handuk ku di lemari dan langsung menuju ke kamar mandi.
~
Sekarang pukul 07.21 pagi waktu setempat. Aku sudah tiba di Ralph's cafe, menunggu Dheannisa sembari sarapan pagi.
Melihat ke kanan dan ke kiri, bolak balik ngecek ponsel, tak ada sedikitpun tanda-tanda akan datangnya Dheannisa. Bahkan pesan yang kukirim tadi pagi saja belum dibacanya.Sudah hampir satu jam aku menunggunya disini, tapi Dheannisa tidak juga datang, dan pesanku tadi pagi tidak juga dibacanya.
• Selamat pagi, Dhea! Bisa ketemu hari ini? ✔
• Kau belum bangun ya? ✔
• Aku tunggu di Ralph's cafe ya! ✔
• see you ✔
• Aku sudah di Ralph's cafe✔
• p ✔
• p ✔
• p ✔Tak ada juga balasan darinya, aku memutuskan pergi meninggalkan Ralph's cafe. Tidak tau akan kemana hari ini, aku hanya berjalan menelusuri jalan di sekitar University of Sydney. Tadinya, aku berniat menjemput Dheannisa ke asrama tempat dia tinggal. Namun aku teringat perkataan Dheannisa saat di airport kemarin.
"Ada satpam penjaga asrama yang berwajah seram dan berkulit hitam yang menjaga kami"
"Oh ya? Dia galak?"
"Galak, apalagi jika ada pria yang datang ingin menjemput kami. Walaupun itu ayah kami sendiri"
"Lalu bagaimana kau bisa keluar dari sana?"
"Pakai surat izin"
"Surat izin? Kayak anak SMA aja"
"Iya, aneh kan? Padahal pihak kampus ngebebasin mahasiswanya keluar masuk asrama. Satpam itu memang seperti itu, lebay"
"Aku harus berterimakasih kesatpam itu"
"Atas dasar apa?"
"Sudah menjagamu di asrama"
***
Aku memutuskan kembali ke Chinatown. Mencari nyonya Ellen, entah kenapa aku ingin bertemu dengannya. Padahal aku baru saja kenal dengan wanita paruh baya itu. Bagiku, walaupun dia seorang wanita paruh baya yang terbilang cukup tua dan seharusnya bersantai ria di rumah, tapi dia memilih untuk menghabiskan waktunya dengan membuat gantungan kunci. Kuat sekali wanita itu, mengingatkanku pada Mama, yang juga seorang wanita karir dan pekerja keras.
Ngomongin soal Mama ku, sudah tiga hari ini kami tidak bertegur sapa. Terakhir aku berbicara dengannya saat hari pertama aku menginjakkan kakiku di Sydney. Setelah itu? Jangan kau tanyakan kepadaku.
Aku menelusuri jalan di Chinatown, mencari kios kecil milik nyonya Ellen. Tapi ada yang aneh, aku tidak menemukan kios kecil itu. Mungkin aku lupa, atau aku salah jalan? Tapi tidak mungkin aku lupa atau salah jalan, karena kemarin aku mengingat jelas dimana letak kios nyonya Ellen.
Aku terus mencari mengitari Chinatown, tapi tetap saja tidak ada. Sudah bertanya ke beberapa orang di sekitar tapi mereka malah tidak pernah melihat wanita paruh baya bernama Ellen. Jika seperti itu, lantas siapa yang aku temui di hari Sabtu kemarin? Setan? Ah ini Sydney, Dev.
Aku keluar dari Chinatown. Bingung harus kemana, lagi lagi aku sendiri. Jarum jam tanganku masih menunjukkan pukul 10.00, tidak mungkin aku kembali ke hotel dan menghabiskan waktuku hanya untuk menonton serial TV Australia yang sama sekali tak ku mengerti.
Duniaku seakan sepi, walau banyak orang-orang berlalu lalang disini. Kembali ku cek ponselku, berharap Dheannisa akan membalas pesanku tadi. Tapi nihil, entah dimana Dhea sekarang.
Aku memutuskan kembali ke Ralph's cafe, untuk makan siang. Tak peduli jika pelayannya menandaiku yang datang sehari dua kali. Aku kembali kesana karena siapa tau Dhea ada disana. Jika tidak ada pun aku akan tetap berada disana.
~
Ku dorong handel pintu cafe yang hanya sebuah kaca. Melihat sekitar isi cafe, mencari tempat duduk kosong disana. Dia disana! Aku melihat Val disana, dia sedang bersama wanita yang aku tak tau siapa. Aku ingin menghampirinya, tapi takut akan mengganggu date-nya. Kupikir, aku akan menghampirinya setelah dia selesai dengan wanita itu, agar bisa lebih santai ngobrol dengannya.
Aku duduk di sudut kanan cafe. Memesan chicken humazaru yang ternyata disediakan di cafe ini. Menurutku, cafe ini wajib didatangi oleh semua orang. Karena masakannya enak dan tempatnya luas, nyaman sekali.
"Dev! Kau sendirian?"
Ku dongakkan kepalaku yang tadinya menatap layar ponsel. Val bersama wanita itu.
"Hai Val! Ya, seperti inilah"
"Kau mau ikut kami ke Avalon beach?"
"Boleh. Aku juga sedang tidak tau mau kemana"
Aku berdiri bergegas menuju kasir untuk membayar pesananku tadi, lalu kembali menemui Val dimeja tempat aku duduk.
"Kenalkan, ini Sophia. Adik perempuanku"
Kuulurkan tangan ke hadapan Sophia sambil berkenalan.
"Ku pikir ini pacarmu, Val"
"Haha buang saja pikiranmu itu"
Senang sekali aku bertemu Val. Jadi tidak perlu pusing memikirkan arah jalan dan tujuan. Sophia, adiknya Val datang kesini dengan tujuan sama sepertiku, yaitu liburan. Tadinya kupikir Sophia ini adalah orang Australia, karena wajahnya yang sedikit bule. Tapi ternyata Val dan Sophia memang memiliki darah Melbourne dari kakeknya.
Kami bertiga menuju Avalon beach menggunakan mobil Val. Val di Sydney juga memiliki rumah sendiri, tidak seperti mahasiswa Indonesia lainnya yang notabenenya di asrama atau menyewa apartment. Dia juga difasilitasi dengan mobil sebagai transportasinya kemana-mana. Enak sekali hidupnya Val. Aku jadi ingin sepertinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DHEANNISA
RomanceMengejar cinta sampai ke Sydney? mungkin iya, mungkin juga tidak.