Selasa, 17 Oktober 2017
Aku mendongak keatas melihat langit cerah. Duduk ditaman depan sekolah memang tempat yang tepat untuk membaca sambil menikmati suasana cerah.
Hari ini sepertinya hujan tidak akan turun, sebab langit begitu cerah dan matahari bersinar dengan terangnya.
Seandainya hari ini hujan... maka aku bisa melihat pelangi di penghujung hujan bersama dengan Damai. Seandainya aku juga bisa melihat bintang bersama Damai. Ya, aku tau Damai pasti sibuk, ia takkan mau membuang-buang waktunya untuk melihat bintang dimalam hari bersamaku.
Oh iya, dari tadi aku tidak melihat keberadaan Damai. Ini sudah yang ketiga kalinya Damai menghilang begitu saja tanpa kabar. Bangku didepanku kosong, tidak ada orang yang tersenyum padaku hari ini. Ya... mungkin ada, hanya ada satu orang tadi pagi, dia Diki. Aku tidak terlalu dekat dengannya, namun ia selalu tersenyum padaku dan sesekali mengajakku bicara, karena ia selalu berduaan dengan Disa. dan gadis itu, aku cukup sering mengobrol dengannya, dia yang mendominasi obrolan, sedangkan aku hanya menimpali dengan senyuman, tawaan dan ringisan.
Aku tidak terlalu memperhatikan pria dikelasku, apalagi pria dikelas lain. Dimataku hanya terlihat Damai saja. Ya, benar, aku sudah dibutakan oleh cinta.
"Nerd girl love popular boy?"
Gumam seorang pria yang tiba-tiba saja datang dan langsung berdiri dihadapanku sambil membaca judul buku yang sedang kubaca. Otomatis aku terkejut dan reflek berdiri.
"Diki..." aku mengelus-ngelus dadaku, meredakan rasa kagetku tadi. Kembali aku duduk dibangku taman.
"Sendirian aja, dipacarin setan baru tau rasa"
Diki juga ikut-ikutan duduk disampingku, ia memamerkan senyumnya, memperlihatkan sederet giginya yang berkawat.
"Udah biasa sendiri, kok"
"Nggak. Nggak juga. 'kan ada gue, Disa, sama Damai"
Benar, sekarang ada kalian, aku benar-benar senang ditahun ini, aku bisa kenal dengan kalian. Diki, orang yang lucu, begitu juga dengan Disa, mereka pasangan yang cocok. Damai cowok populer, banyak disukai para gadis, pintar dan aku gadis cupu, dikucilkan dan juga tidak terlalu pintar.
Aku memang banyak kekurangan, mungkin hanya dalam pelajaran fisika saja aku sedikit... pintar, dan 'mereka' mendekatiku karena mereka pikir aku jago fisika, namun setelah lulus atau mendapatkan nilai sesuai harapan, mereka akan meninggalkanku, mengucilkanku, setelah itu mereka membuliku.
Berbeda dengan Damai, cowok itu... aku tidak pernah melihat kekurangannya. Ya, aku tidak berharap kalau Damai memiliki kekurangan, tidak. Aku justru berharap Damai tidak memiliki kekurangan sedikitpun.
"Ra, lo nggak boleh ngomong gitu lagi, ya? Lo selalu aja membuat diri lo seakan-akan rendah, nggak berguna atau apalah namanya. Lo bisa bikin Damai sedih"
Aku mengernyitkan alisku, bingung dengan perkataan Diki. Dia bilang Damai akan sedih jika aku terlihat rendah dan tidak berguna?
"Ra, lo emang nggak peka" Diki terkekeh geli, setelah itu ia beranjak dan meninggalkanku yang masih bingung dengan perkataannya barusan.
Tidak peka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Setelah Hujan
Kurzgeschichten#12 in short story [23-07-2018] #7 in short story [05-08-2018] Hal yang paling menyenangkan dalam hidupku adalah ketika mengenalmu, dan hal yang paling menyakitkan dalam hidupku adalah ketika mengenalmu juga. Tidak ada alasanku menangis kecuali kare...