35* Hujan 35

3.6K 205 0
                                    

Kedai pinggir jalan ini semakin lama semakin dipadati oleh mahasiswa dan para pekerja kantor. Lampu-lampu semakin banyak menyala, lampu fotokopi, lampu jalan, lampu kedai-kedai sampai lampu toko bahkan lampu tugu yang tak jauh dari sini. Warna-warni lampu menambah keindahan malam. Hujan yang diikuti oleh semilir angin membuatku semakin dingin. Namun senyum kecil dibibirku tidak hilang, disini benar-benar nyaman, seandainya saat ini kau ada disisiku, senyum kecilku akan berganti dengan tawa yang lebar.

~~~

Beberapa orang bolak balik dengan baju putihnya, pakaian serba putih semakin membuat kontras. Suasana siang di wilayah itu sudah cukup ramai. Beberapa wanita yang juga berpakaian serba putih berjalan sambil mendorong sesuatu. Bau rumah sakit semakin tercium nyata.

Hara menatap bangunan rumah sakit yang menjulang tinggi, kakinya lemas seketika, hampir saja ia terjatuh jika Disa tidak sigap.

"Lantai lima, ruangan VIP" ucap Diki menatap Disa.

Gadis itu mengangguk, dan membimbing Hara berjalan memasuki rumah sakit besar itu.

~~~

Beberapa orang bolak balik dengan baju putihnya, pakaian serba putih semakin membuat kontras. Suasana siang di wilayah itu sudah cukup ramai. Beberapa wanita yang juga berpakaian serba putih berjalan sambil mendorong sesuatu. Bau rumah sakit semakin tercium nyata.

Hara berdiri didepan pintu yang bertulis VIP Room, entah kenapa setelah membaca itu dadanya menjadi sesak. Ia tidak ingin menangis ketika bertemu dengan Damai nanti, namun air matanya jatuh begitu saja tanpa diminta.

"Ra ... ayo ..." ajak Disa sambil memegang tangan Hara.

Gadis itu menggeleng, "Kalian duluan aja"

Diki dan Disa mengerti, Hara belum siap dengan kondisi Damai saat ini, ia sudah mencoba kuat, jika ia sudah merasa siap ia akan datang.

ceklek

Gadis itu memasuki ruangan, menatap kedua temannya berbincang dengan Damai. Pria itu berbaring membelakangi Hara.

Seketika tubuh Hara kembali lemas setelah melihat kondisi orang yang ia tunggu-tunggu, begitu berbeda. Tubuhnya mulai kurus.

Tubuh gadis itu ambruk, suara yang ditimbulkannya membuat ketiganya terkejut.

"Hara?!"

~~~

Gadis itu sadar setelah Disa mendekatkan minyak angin kehidung Hara. Kepalanya pening, ia memegangi kepalanya kuat, menahan sakit yang kini menguasainya.

"Ngapain lo kesini?" tanya Damai dingin. Pria itu menatap keluar jendela, pandangannya lurus. Tak mau menatap Hara.

Hara terkejut, Damai tidak pernah berbicara seperti itu kepadanya.

"Kenapa lo nggak bilang kalo lo sakit?" lirih Hara.

Diki dan Disa memilih untuk keluar dari ruangan itu, mereka sadar, situasi seperti ini memang tidak memerlukan campur tangan orang lain.

"Gue nggak harus kasih tau lo, 'kan?" ucapnya semakin dingin, tatapannya datar.

"Damai ... kita sahabat, nggak harus ada rahasiaan, Dam" Hara berdiri mendekati Damai.

"Gue nggak pernah nganggap lo sahabat" Damai membuang mukanya, kembali menatap keluar jendela.

"Keluarlah Damai. Gue capek, gue nggak kuat jaga, apa lo nggak lelah sembunyi?"

"Gue belum lelah, Ra. Udah gue bilang jangan cari gue!"

Cerita Setelah Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang