3b

314 20 2
                                    

Mengingat alur yang terjadi sekarang, aku jadi teringat akan suatu kejadian yang menyebalkan. Seusai menarik nafas dalam-dalam, aku berupaya untuk memancing perhatian semuanya.

"Aku pikir Rio pelakunya. Dia kan orangnya emang jahil. Dulu dia masukin kodok ke dalam tasku."

"Oi! Bangsat! Itu tu gak ada hubungannya, tau!"

"Masa sih. Lagian kamu kan yang nyaranin buat meriksa tas tadi."

"Hah! Kan udah kubilang itu saran yang wajar!"

Rio tetap tidak mau kalah. Wah, dia benar-benar terlihat sangat marah padaku. Ditambah lagi suasana kelas mulai diramaikan dengan dia sebagai fokus tujuan.

Aku melebarkan tangan. "Itu aja udah mencurigakan banget loh. Di antara kalian aku yakin juga punya pengalaman dijahilin si Rio, kan."

"Iya sih. Dia pernah nempel bekas permen karet ke kursiku."

"Ah, dia juga pernah sengaja ngebasahin lantai yang bikin aku kepeleset."

Rasanya aku berhasil mengganti haluan suasana di kelas ini. Terlebih lagi, aku yakin kalau Rio adalah pelakunya.

Sesambil berulang kali berdecak kesal, Rio melihat ke arah Kevin, seolah mencoba meminta bantuan. Kevin memang dikenal sebagai soulmate-nya Rio. Kalau kejahilan itu diibaratkan sebagai perampokan, bisa dikatakan soulmate yang aku maksud barusan adalah partner in crime.

Kevin mengangkat kedua bahunya. "Well, kamu kayaknya udah kelewatan sih. Ini sama sekali gak lucu."

"Ha! Dasar pengkhianat! Tai!"

"Aku beneran gak tau apa-apa lo. Sumpah. Kamu gak kasian apa sama Elena?" ujar Kevin seakan membela diri.

Kelas menjadi semakin ramai. Mia berbisik ke teman sekubunya di sebelah. Aku bisa tebak siapa yang menjadi topik pembicaraannya. Bisa aku lihat Rio saling bersitatap dengan Elena. Beberapa saat kemudian, Rio menarik nafas dengan begitu dalam.

"Ah, iya dah, iya, aku yang ngelakuin! Puas kalian, hah!? Puas!?" teriak Rio sembari menatap liar ke sekeliling. "Udah ah, bubar! Bubar!"

Sesuai dengan perintahnya, para murid yang tadinya bergerombol pun mulai membubarkan diri. Rio kembali ke tempat duduknya. Dia masih saja memperlihatkan mimik kesal.

Sepertinya aku mesti bersiap-siap dengan konsekuensi yang akan aku hadapi di masa depan. Bisa jadi nanti bakal ada ular yang nyasar ke dalam tasku. Tapi meski begitu, aku tidak menyesali perbuatanku yang sekarang.

"Syukur banget ya, Elena," kataku sambil tersenyum.

Elena balas tersenyum. "Hn. Makasih banyak yah, Dian."

Kemudian aku sadari di seberang sana, Mia menatap tajam ke arah Elena. Sialnya, dia juga sempat menatap diriku dengan tatapan yang sama. Ada kekesalan yang tercermin dari tatapannya itu. Yah, aku harap dia bisa menerima kenyataan kalau memang bukan Elena yang mencuri kalungnya.

__________
. Baca bagian 4b

Butterfly Effect: StealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang