B A R B I E

21.9K 1.2K 59
                                    

Aku selalu tersenyum ketika melihat wajahnya, bukan tersenyum padanya melainkan menertawai diriku sendiri. Seperti sekarang ini, dia sedang berjalan lurus ke arahku dengan setumpuk kerjaan yang harus kuselesaikan.

"Kamu tolong cek, penawaran ini sudah di-feed back apa belum. Untuk penawaran yang lebih dari sebulan dan belum ada respon coba kamu sisihkan dan minta Stella buat offer lagi ke mereka."

"Baik, Pak!"

Namanya Fiskalitto Rashqa, dia adalah atasanku di kantor sejak tujuh bulan belakangan ini dan dia tidak pernah menyebutkan namaku, entah karena lupa atau mungkin namaku tidak penting bagi dia.

Pak Rashqa, sejak kedatangannya di kantorku ini dia selalu menjadi bahan gosip. Selain karena dia masih muda dan sukses, yah sekitar dua puluh sembilan tahun lah, dia juga masuk menjadi kandidat cowok idaman di dalam dan luar kantor, apalagi alasannya kalau bukan kaya dan tampan. Dan yang paling penting adalah bujangan.

Akan tetapi, sudah tujuh bulan ini pula Pak Rashqa berganti-ganti pasangan seperti isi pulsa listrik, nyaris setiap bulan. Disamping sikapnya yang profesional, Pak Rashqa suka tebar pesona pada cewek-cewek di kantor. Rekan kerja single di sekelilingku ini sudah pernah diajak seenggaknya jalan satu kali entah itu nonton atau makan malam. Hanya aku yang tidak, ya udahlah nggak apa-apa, lagi pula statusku sudah taken. Walau diujung tanduk sih, hubunganku dengan Denis udah sebulan ini renggang, kita sudah break dan nunggu putusnya aja.

Tidak ada yang tahu selain aku, mungkin Rashqa juga tidak tahu kalau kami dulunya adalah tetangga, aku dan Rashqa adalah teman masa kecil. Kami masih terlalu kecil sehingga bermain saja harus didampingi orang tua, kala itu usiaku empat tahun dan Rashqa lima tahun. Aku didampingi Mama dan dia di dampingi eyangnya ke sekolah.

Rashqa adalah anak yang pendiam lagi pemalu saat itu, dia selalu menempel di ketiak eyangnya selama di sekolah. Berbeda denganku yang langsung berbaur dan memimpin permainan, aku dulunya sedikit tomboy, aku lebih suka bermain mobil dan robot dengan teman laki-laki ketimbang permainan perempuan. Tapi aku tidak pernah bermain dengan Rashqa karena dia punya dunia sendiri, dia agak sulit berbaur dan kala itu aku putuskan bahwa Rashqa tidak asyik diajak berteman. Titik.

Pandanganku berubah ketika aku berulang tahun yang ke lima. Kala itu aku merayakannya bersama teman-teman di sekolah dengan tema superhero, walau perempuan aku suka sekali dengan Batman, semua ini karena ulah Papa yang mendoktrin aku bahwa Batman adalah superhero paling keren.

Aku menggunakan kaos Batman dengan kue ulang tahun bertema Batman pula, semua teman-temanku yang laki-laki sudah pada gatal ingin mengambil hiasan Batman di kue ulang tahunku, sekali lagi kecuali Rashqa karena dia masih menempel pada eyangnya.

Aku mendapatkan beberapa kado dari teman-teman kecuali Rashqa, eyangnya lupa beli. Dari sekian kado yang aku buka dengan antusias tidak ada satu pun yang berkesan di hatiku. Baju yang bukan warna kesukaanku, sendal yang tidak pas dengan ukuran kakiku, bahkan jam dengan tokoh figur yang aku tidak suka. Tapi namanya hadiah dan semua orang suka diberi hadiah jadi aku bermain sebisaku dengan hadiah yang sebenarnya bukan mainan.

Keesokan harinya Rashqa memberiku kado, jelas bukan dia yang memberikan langsung, tapi eyangnya. Aku dipaksa Mama buat bilang terimakasih ke Rashqa, aku ucapkan terimakasih sambil malu-malu tapi sudah kuduga dia diam saja bahkan cenderung menghindar.

Sampai di rumah, aku buka kado terakhirku. Aku terkejut ketika mendapatkan Barbie, ini adalah Barbie pertama yang kumiliki. Karena setiap Papa dan Mama menawarkan boneka Barbie padaku, aku lebih memilih robot dan mobil. Aku tidak benar-benar tertarik pada Barbie.

Tapi ketika mendapatkannya, aku jadi sangat suka dengan Barbie dan sejak itu aku berubah menjadi anak yang manis dengan boneka Barbie kesayangannya, bukan karena dari Rashqa, tapi karena itu Barbie pertamaku.

Diary Of Letter BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang