Masa Lalu Yang Kembali

46 8 2
                                    

Etta hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah beberapa orang sedang berfoto di depannya. Sebenarnya hal itu biasa terjadi, apalagi restoran yang berada di rooftop sebuah hotel ini memiliki pemandangan indah dan mempunyai spot foto bagus untuk dipamerkan di sosial media. Yang membuat Etta kesal adalah seseorang yang menjadi objek utama gerombolan itu.

"Thanks God, akhirnya aku lepas dari mereka," ucap lelaki itu seraya mengambil mocktail pesanan Etta dan meneguknya langsung tanpa memperdulikan tatapan sebal sang pemilik.

"Sampai di mana kita tadi? Ah ... iya, kamu menanyakan kabarku, 'kan?" Etta mengerutkan keningnya tak mengerti. Jelas-jelas ia belum sempat bertanya, karena sewaktu pria itu datang langsung diserbu oleh penggemarnya untuk berfoto.

"Seperti yang kamu lihat, aku baik dan sehat serta bahagia," lanjutnya menggeser kursi untuk di duduki. "Tunggu, biar aku tebak ... kamu juga baik-baik saja, pastinya." Bibir Etta berkedut menahan senyuman, ia tahu lawan bicaranya mengajaknya bercanda.

"Sudahlah tertawa saja, nggak dipungut biaya kok."

"Dasar menyebalkan," gerutu Etta di tengah tawanya. Dari dulu ia memang tidak pernah bisa marah terhadap lelaki itu, apalagi dengan sifat santai dan humorisnya.

Kedatangan pramusaji menghentikan tawa keduanya. Etta mengernyit heran melihat sang pramusaji belum juga beranjak, padahal mereka sudah memesan makanan. Tapi ia bisa menduga kejadian apa yang akan terjadi berikutnya, dilihat dari tatapan memuja terhadap pria di depannya.

"Emm ... Tuan, bisa saya minta tanda tangannya?" tanya pramusaji itu dengan gugup. Etta memutar bola mata, see ... ternyata tebakannya benar.

El tersenyum ramah dan mengangguk. "Siapa namamu?"

"Sa ... Shafa," jawabnya terbata dengan wajah bersemu merah. "Terima kasih, saya akan segera bawakan pesanan Anda," lanjutnya antusias setelah mendapatkan tanda tangan.

El melempar senyum permintaan maaf pada Etta yang mengangguk maklum. Pemandangan seperti tadi bukan pertama dilihatnya, karena sewaktu mereka masih menjalin kasih dulu hal semacam itu sering terjadi. Pertama memang membuat kesal tapi lama-lama terbiasa dengan kehadiran fans El di setiap kencannya.

"Bagaimana kabarmu, Ta? Kali ini aku serius nanyanya," El terkekeh. "Sepertinya kamu tampak kurusan?"

Etta tersenyum kecil. "Tidak, itu hanya perasaanmu saja. Seperti yang kamu lihat, aku baik dan sehat serta bahagia," ucap Etta yang meniru jawaban pria itu tadi.

El berdecak mendengar ucapan Etta, kemudian disusul gelak tawa keduanya. Sudah hampir dua tahun tidak bertemu, membuat mereka merindukan suasana keakraban seperti ini.

Jalinan kasih yang berakhir putus tujuh tahun lalu tidak membuat El dan Etta saling membenci. Mereka sepakat untuk menjadi sahabat. Jika Etta pulang dari London tempat tinggalnya kini, ia selalu menyempatkan untuk bertemu atau sekadar hangout bareng, seperti saat ini menghabiskan waktu bersama saling membicarakan kehidupan masing-masing selama tak berjumpa.

"Sejujurnya aku kaget waktu dengar berita tentang kalian. Seingatku Dee sudah mempunyai kekasih saat ..."

"Jangan sebut nama baj*ngan itu di depanku!" Etta menautkan alisnya bingung ketika tiba-tiba El memotong ucapannya dengan nada sarat akan permusuhan.

"Aku rasa namanya baj*ngan itu, seseorang yang mengambil kekasih orang lain bukan malah sebaliknya. Itu sih maling teriak maling namanya," sindir Etta sinis.

"Aku tidak mengambilnya, pria itu yang melakukan kesalahan ... ah, sudah lupakan! Kamu tidak akan mengerti," El memotong ucapannya ketika melihat raut kebingungan Etta. "Apa pun tanggapan orang tentang kami, aku tidak menyesal membuat Dee menjadi milikku!"

A Celebrity's Wedding StoryWhere stories live. Discover now