Maafkan Aku Bu (3)

1.9K 77 0
                                    

Sebuah bangunan seluas 500 meter sudah mulai berdiri tegak, dinding, atap, jendela dan pintu sudah terpasang rapi pada tempatnya. Dua bulan lamanya Alindra berada di kota menyelesaikan proyek barunya, tak sedikit uang yang ia terima membuatnya menjadi orang yang semakin sombong. Uang selalu ia bangga-banggakan, seolah uang adalah segalanya. Dua bulan lamanya Alindra tak pernah menemui ibu dan keluarganya , menghubunginyapun tak pernah.

"Selamat pak Ali, proyek ini berjalan dengan lancar karena bapak. Saya sangat puas bisa memberikan proyek ini pada bapak."

"Sama-sama pak, saya juga senang bisa membantu proyek ini. "ucap Alindra bangga.

"Kalau begitu saya pamit dulu, masih ada yang harus saya kerjakan. Jika nanti ada bahan yang kurang bisa hubungi saya."

"Baik pak itu masalah gampang."

Kini tinggalah Alindra seorang diri. Tapak demi tapak Alindra lalui, matanya mengamati sekeliling bangunan yang sangan luas. Kini dia bangga dengan dirinya sendiri, dengan kerja kerasnya ia bisa menyelesaikan proyek besar ini, sertaa bisa mengantongi bayaran dengan jumlah yang tak sedikit.

Alindra menaiki tangga yang masih polos tak berwarna, ketika kakinya menginjak anak tangga terakhir dapat terlihat empat tukang yang sedang mewarnai inding dengan kuas ditangannya.

"Ayo kerja yang rajin, jangan malas-malas."teriak Alindra keras membuat semua tukang itu tunduk patuh padanya.

Tangan Alindra terulur untuk menyentuh tembok dengan cat berwarna biru langit,"Kenapa ini tidak rata ? cat lagi !"

"Asep, kerjakan ini ! cat yang bagus, yang rata. Kerja jangan males-males !"perintah Alindra tegas tapi galak.

Alindra kembali melangkahkan kakinya menuju anak tangga yang menghubungkan lantai dua dengan tiga. Helm bangunan tak dipakainya, namun ia taruh diatas meja tempat keleng-kaleng cat tertata.

Langkah demi langkah Alindra menaiki anak tangga, tepat saat kaki kanannya menginjak anak tangga keempat, sebuah teriakan menghentikan langkahnya.

"Pak Alindra..."teriak seorang tukang dengan handuk yang diikat mengelilingi kepala. Alindra membalikkan badannya dan menatap datar tukang itu,"Kenapa ?"

Tukang itu berlari mendekati Alindra,"Maaf pak, pak johan melarang siapapun untuk naik ke atas kecuali tukang yang menggarap proyek ini pak."

"Apa maksudnya ? saya yang menangani proyek ini, kenapa saya tidak boleh naik ? oh atau jangan-jangan kalian belum menyelesaikan tugas kalian sehingga saya dilarang untuk naik ke atas, biar kalian aman dan tak kena marah ?"Alindra berkata dengan rahang yang mengeras seperti menahan amarah.

"Bukan begitu pak, tapi diatas memang belum selesai."ucap tukang itu dengan takut-takut.

"Alah berisik kamu, jika nanti di atas masih banyak yang belum selesai awas saja kalian akan saya marahi, atau bahkan saya potong gaji kalian."Alindra kembali menaiki anak tangga.

"Tapi pak..."belum sempat tukang itu menyelesaikan ucapannya, Alindra sudah terlebih dahulu membentaknya."Diam dan lanjut kerja !"

Kini kaki Alindra kembali menginjak anak tangga terakhir pada lantai tiga, seketiha tangannya mengepal, rahangnya kembali mengeras,"Apa-apaan ini, semua masih berantakan. Ember disini, sekop disana, dasar tukang-tukang tak profesinal, kerja saja nggak becus Cuma mau duit saja."satu persatu benda yang tergeletak didepannya melayang karna tendangan keras Alindra. Tanpa sepengetahuan Alindra, ember besar yang tadi ditentangnya terpental mengenai andang ( Sebuah tangga kayu berbentuk meja yang disusun dan bisa dipindah dan dibongkar ). Andang yang memang pada umumnya dapat dipisah dengan bagian lain sehingga dengan mudah dapat terjatuh sewaktu-waktu.

Short Story AliilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang