Maaf kalau jelek ..
.
.
.
Ketika langit berwarna biru tua dan ditaburi mega-mega, sampailah Alisya di sebuah rumah tua yang terletak di tengah desa. Alisya mengetuk pintu dari papan bekas itu dan mengucap salam, tak lama keluarlah wanita paruh baya dengan syal yang melingkar dilehernya. Mukanya pucat, bibirnya membiru, serta matanya terlihat sayu.
"Astaga ibu kenapa?"tanya Alisya panik sambil meraih bahu sang ibu dan membawanya masuk ke dalam kamar. Kamar dengan dipan kecil serta selimut yang berantakan diatas kasur.
"Ibu kenapa ? wajah ibu pucat."Alisya bertanya dengan nada cemas. Tiga hari yang lalu saat dirinya meninggalkan sang ibu, sang ibu masih terlihat sehat bahkan ceria dan tak terlihat seperti sakit. Namun, kini saat pulang dari kota Alisya malah disambut sang ibu dengan kondisi yang memprihatinkan. Tiga hari pergi ke kota untuk menemui kakak sematawayangnya membuat Alisya harus meninggalkan sang ibu seorang diri.
Alindra, kakak sematawayangnya yang kini tengah merantau ke kota. Dua tahun berlalu, Alindra tak pernah pulang ke rumah membuat sang ibu dilanda rasa rindu serta khawatir. Anak yang dulu dibangga-banggakan kini telah pergi meninggalkan ibu serta adiknya, atau bahkan melupakannya.
"Gimana ? apa kamu bertemu kakakmu ?"tanya ibu dengan suara paraunya, terpancar sebuah harapan dibola matanya. Dengan helaan nafas Alisya menjawab, "Alisya bertemu sama kak Alindra, tapi kak Alindra masih sibuk bu, nggak bisa pulang. Mungkin dua atau tiga minggu lagi baru bisa pulang jenguk ibu."ucap Alisya pelan, sebenarnya Alisya tak tega jika harus memberitahu sang ibu yang sedang dalam kondisi seperti ini. Namun bagaimana lagi, Alisya lebih tidak tega jika harus membohongi ibunya.
"Yasudah tidak apa-apa, ibu akan tunggu kakakmu pulang."terdengar nada suara ibu yang sedikit kecewa.
Alisya membantu sang ibu berbaring dikasur yang berukuran tak terlalu besar, mengambil gulungan selimut dan menyelimutkan pada ibunya,"Sekarang ibu istirahat ya, Alisya mau masak dulu buat ibu."ucap Alisya yang dibalas anggukan pelan oleh sang ibu.
Alisya melangkahkan kakinya dan meninggalkan kamar sang ibu, menggantungkan tas punggung kecil pada paku yang tertempel pada dinding lalu melangkahkan kakinya menuju dapur. Dapur sederhana dengan dua tungku yang berada pada pojok dapur, panci serta penggorengan terletak sembarangan dilantai.
Tak banyak bahan makanan disana, hanya ada dua buah sayur gambas yang sudah mulai layu, mungkin sayur itu dipetik ibu dari kebun beberapa hari lalu sehingga mulai layu. Dengan cekatan Alisya mulai mengupas sayur itu dan memotongnya kecil-kecil kemudian merendamnya dalam air agar gambas itu terlihat lebih segar. Sembari menunggu gambas itu, Alisya menarik beberapa potong kayu dari tumpukannya dan memasukkannya kedalam salah satu tungku. Korek gesek ia gunakan untuk menyalakan api. Asap mulai timbul memenuhi ruang dapur ketika api mulai membesar.
Alisya mulai mencampurkan gambas dengan berbagai macam bumbu kedalam wajan yang sudah terletak pada tungku, aroma harum mulai tercium seisi ruang dapur. Tak butuh waktu lama untuk memasak gambas, karena teksturnya yang lembek membuatnya lebih cepat masak daripada sayur lainnya. Tanpa menunggu lama Alisya mulai memindahkan sayur gambas itu pada mangkuk kecil dan membawanya ke kamar sang ibu.
Dengan perlahan Alisya mulai menyuapkan sayur gambas itu kepada sang ibu, bahkan sesekali Alisya membersihkan makanan yang belopot disekitar bibir ibunya.
"Makan yang banyak ya bu, biar nanti kalau kak Alindra pulang ibu sudah sehat lagi."
"Iya Lis, ibu sudah tidak sabar mau ketemu kakakmu itu. Sudah dua tahun lebih dia nggak pulang, sekarang seperti apa kakakmu itu ."
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story Aliily
Hayran KurguShort story about AliPrilly, Prilly, Ali . Hanya sebuah cerpen, jangan dianggap nyata !!! #31 - Cerpen / 18 Juni 2018