Jangan membuatku tersenyum jika akhirnya kau membuatku bersedih.
Jangan membuatku tertawa jika akhirnya kau membuatku menangis.
Jangan membuatku berharap jika akhirnya kau membuatku kecewa.
Dan...
Jangan membuatku jatuh cinta jika akhirnya kau membuatku tersakiti.
***
Mulmed Kak Delo lagi ngapain hayo? :v***
Risya POVDari tadi gue masih berdiri di depan pintu perpus yang tertutup. Diam bergeming memikirkan siapa pemilik sepasang sepatu sneakers tersebut. Siapa kira-kira yang mau ke perpus sendirian pada saat jam pelajaran seperti ini?
Gue menempelkan daun telinga ke pintu perpus, mencoba untuk mendengarkan suara dari balik pintu itu. Siapa tahu ada anak baru yang kesasar ke perpus dan bertanya kepada Bu Idi. Tapi sepatu pantofel Bu Idi ga ada, dan biasanya dia pasti sedang kelayapan entah untuk mencari teman gosip atau bahkan mencari cacing di tanah sangking gabutnya.
Sial. Gue kan budeg. Mana bisa ngedenger suara dari balik pintu setebel ini, suara bel aja gue ga denger apalagi suara dari orang yang berada di dalam perpus. Ngeliat dari kaca jendela juga percuma karna terlihat gelap dari luar.
Bukannya gue ga mau masuk ke dalem, gue cuma ga mau ada siswa lain yang mengetahui kalo gue sedang bolos pelajaran fisika Bu Muti. Terlebih lagi kalo dia kenal sama gue, makin turun aja image gue.
Tapi kalo gue ga masuk ke perpus gue mau kemana? UKS ada penjaganya dan pasti ditanya sakit apa? Kantin juga ga aman, kadang guru piket suka keliling dadakan dan mencari siswa yang bolos jam pelajaran. Hanya perpuslah yang aman dari penjaga dan patroli guru piket.
Oke gue pun akhirnya memutuskan untuk masuk ke perpus setelah menimbang-nimbang cabe.
Saat pintu perpus gue buka, pemandangan pertama kali yang gue liat yaitu rak buku. Yaiyalah masa rak sepatu. Ga ada Bu Idi, dan juga ga ada orang sepertinya. Sepi. Jadi itu sepatu siapa? Ah mungkin tadi pas istirahat ada yang mampir ke perpus dan lupa make sepatunya lagi atau dia ga inget kalo ke sini pake sepatu. Entahlah.
Langkah kaki gue langsung menuju deretan novel-novel dari genre horor sampe genre romantis. Lumayan 2 jam pelajaran buat baca novel, daripada gue bengong dan ga ngapa-ngapain. Jangan menyarankan gue untuk tidur saat seperti ini. Gue paling susah tidur selain di kasur sendiri.
Kadang gue suka heran sama temen-temen gue yang baru nopang dagu aja ilernya udah kemana-mana. Yang baru merem karna kedip sebentar aja langsung ngorok. Gue sempet mikir mungkin mereka itu bisa tidur walaupun lagi jalan, atau bahkan mereka bisa tidur sambil kayang.
Akhirnya gue mengambil novel horor yang berjudul 'Ratapan Anak kandung'. Bentar-bentar, ini genre sama judul kok agak aneh ya? ah biarin lah siapa tau nanti isinya tentang pembunuhan anak kandung kepada anak tiri atau mungkin ada setan yang membuat anak kandung jadi ratapan. Mikir apa sih gue?
Setelah mengambil novel, gue mencari tempat yang dirasa enak dan pas untuk 2 jam ke depan. Gue rasa di pojokan enak, karna di sana terpencil dan adem. Cocok untuk tempat ena-ena.
Tapi baru aja gue jalan beberapa langkah, mata gue menangkap sesosok cowok yang entah itu siapa lagi tiduran atau pingsan? Wajahnya ditutupin pake buku yang dibuka bagian tengahnya. Sempet terlintas membayangkan bahwa di depan gue adalah sosok makhluk halus tapi ga mungkin, karna badan dia ga melayang dan gue ngeliat dia bernapas. Huft.
Oh jangan-jangan sepatu di depan tadi itu punya dia? Tapi ngapain dia ke perpus saat jam segini? Dan sejak kapan?
Langkah gue yang sempet terhenti kemudian melanjutkan lagi namun perlahan-lahan, takut cowok itu bangun dan kaget melihat kedatangan gue. Saat sudah mendekat, gue terduduk tepat di samping dia. Bau semerbak parfum khas cowok yang sepertinya ga asing di hidung gue membuat gue bisa langsung menebak siapa cowok ini.
Tapi masa iya? Ga mungkin. Untuk membuktikannya gue pun harus mengangkat buku yang menutupi wajah cowok ini. Perlahan-lahan namun pasti. Kenapa jadi gemeteran gini ya?
Sampai buku itu terangkat sepenuhnya, gue menghentikan gerakan tangan gue mengangkat buku tepat mengambang di udara. Melihat pemilik wajah yang tadi tertutupi oleh buku usang itu tidur dengan pulasnya tanpa merasakan kehadiran gue di sini. Tebakan gue benar.
Kak Delo.
Ngapain lu ada di sini Kak? Tidur nyenyak banget. Tapi gapapa, gue jadi bisa ngeliat wajah tampan Kak Delo secara dekat tanpa takut ketauan. Kalo ngeliat lagi tidur kaya gini jadi pengen khilaf bawaanya deh.
Setelah menaruh buku usang yang menutupi wajah Kak Delo, gue kembali memperhatikan tiap inchi dari wajah Kak Delo. Sayang banget kalo di lewatin. Ah gue nyesel ga bawa HP, kalo bawa pasti gue bakal foto dan gue cuci lalu gue pajang di dinding kamar gue.
Gue perhatiin lamat-lamat kali aja ada setitik tompel di wajah tampannya yang mulus, atau ada iler yang mengalir dari bibir tipisnya, atau mungkin ada belek di sudut matanya. Oh God, why his so perfect? Damn! Ga ada noda setitik pun bahkan tidurnya terlihat sangat berkelas.
Dia, benar-benar sempurna.
Eh tunggu-tunggu, itu apaan di sudut bibirnya?
***
Delo POV
Eh ini kok rasanya kaya ada seseorang di depan muka gue ya? Hawa dingin yang tadi gue rasain jadi agak sedikit hangat tapi hanya di bagian muka gue doang. Bau parfum smooth yang gue yakinin ini pasti parfum cewek. Siapa ini?
Seketika gue membuka mata dan melihat seorang cewek dengan kepala menunduk ke arah wajah gue.
"Anjir, mau ngapain lu?" tanya gue langsung dan berusaha duduk menghindar dari cewek mesum itu.
Gimana ga mesum? Gue lagi tidur tiba-tiba ada cewek yang gajelas pengen melecehkan gue, kan bisa bangunin dulu gitu biar ada persiapan. Eh ngomong apa sih gue.
Cewek itu pun mendongak menatap gue, dan kita berdua sama terkejutnya ketika mata kita bertemu.
"Risya? Lu ngapain di sini? Tadi lu apain gue?" tanya gue kembali dengan tatapan tajam.
Gue masih berusaha menjaga jarak darinya, sedangkan dia terlihat panik dan salah tingkah.
"E-eh, Kak Delo, anu, ngg, jangan salah paham dulu, tadi gue itu, err, mau--,"
"Mau nyium gue kan lu? Dasar cewek mesum." Potong gue seketika dengan perkataan yang cukup menohok dirinya. Walaupun sebenernya gue nyesel ngomong begitu tapi sudah terlanjur mau bagaimana lagi.
"Eh bukan Kak yaampun. Itu tadi ada item-item di sudut bibir Kakak, jadi aku mau liat siapa tau itu tai cicak atau debu atau apa gitu biar aku singkirin, takut ke makan sama Kak Delo," jelas Risya. "Abisnya Kak Delo tidur pules banget jadi aku gamau kalo sampe bangunin Kakak," sambungnya.
Gue hanya diam mendengar penjelasan dari Risya. Dan tangan gue reflek memegang sudut bibir sebelah kiri.
"Bukan sebelah situ Kak, tapi sebelah sini," ucap Risya seraya menempelkan jari telunjuknya tepat di sudut bibir sebelah kanan gue.
Mata gue membulat. Gue dibuat terkejut olehnya. Jantung gue berasa deg-degan berkali-kali lipat. Anjir kenapa gue jadi deg-degan begini sih?
Tangan gue pun langsung memegang jari telunjuknya yang masih menempel di sudut bibir gue.
"Ris, tadi lu bukan mau nyium gue kan? Kalo gue yang mau nyium elu gimana?"
*****
Ini aku publish publik ya, jadi semuanya bisa baca. untuk chapter 11 yang judul Musik, itu aku privat chapter, jadi khusus followersku saja yg bisa baca.
bagi kalian yang belum baca chapter 11 tapi langsung baca chapter 12, kalian bisa follow aku dulu dan hapus cerita ini dari library kalian kemudian kalian masukan lagi ke library kalian setelah itu kalian baru bisa baca chapter 11. kalo kalian gamau baca chapter 11 juga gapapa kok:D
see u next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
HATE ME AS MUCH AS YOU CAN
Teen Fiction[SLOW UPDATE] (15+) -Teenfiction+Humor- Risya Safira : "gue suka baca novel, menulis, bernyanyi, bercerita, apapun itu yang menyenangkan, termasuk merhatiin pangeran tampan gue--Kak Delo--bermain basket. Tapi sampai kapan gue harus diam-diam merhati...