9. Kenapa~

358 76 93
                                    

Kenapa harus menunggu terbitnya fajar agar bisa melihat cerahnya kehidupan?

Kenapa harus menunggu datangnya angin untuk merasa sejuk?

Kenapa harus menunggu hujan reda untuk melihat pelangi?

Kenapa harus menunggu kamu peka agar aku bisa memilikimu?

Kenapa?

*****

Delo POV

"Serius lu pacaran sama cewek itu?"

"Lu pacaran sama dia bukan karna body-nya kan?"

"Katanya lu mau jomblo seumur idup,"

"Lu beneran ga maho ternyata ya,"

"Best couple yang dinanti-nanti unch..."

Celotehan-celotehan mistis tak gue hiraukan. Bagaikan iringan suara gendang yang bertabuh, hanya bisa gue dengar tanpa gue bales.

Setelah kejadian beberapa menit yang lalu di parkiran, gue---Delo Kleino, harus pacaran dengan Diandra Marisha---cewek kelas 12 IPS 1.

Cantik sih, famous seantero sekolah, body goals, kaya manekin, tapi gue ga suka.

Kaya cewek kekurangan gizi. Terlalu kurus dan tinggi.

Galak kaya nenek gerandong, apalagi temen-temennya yang kaya dayang-dayang selalu nurutin perintah yang dia kasih.

Gue cowok yang terlalu tampan ga pantes sama cewek yang terlalu cantik. Yang ada nanti anak gue gaada jeleknya sama sekali. Terlalu sempurna juga menyusahkan.

"Kak Delo!"

Suara teriakan bariton cowok terdengar dari pintu kelas gue.

Dilo. Tumben amat tuh anak nyamperin gue, ada apa ya? gue ga punya utang sama dia deh perasaan. Dengan langkah bingung gue pun menghampirinya.

"Kenapa?" tanya gue.

"Selesai pensi tunggu di parkiran. Ada yang mau gue omongin," jawab Dilo.

"Oke, kenapa ga di rumah aja?" tanya gue.

"Gue maunya selesai pensi titik ga pake koma apalagi tanda tanya di tambah tanda seru," ucap Dilo.

"Iya-iya." balas gue akhirnya.

Dilo pun pergi kembali ke kelasnya. Pensi sebentar lagi, mending gue siap-siap untuk pertandingan basket.

***

Priiiittttttt

Suara peluit panjang menandakan telah selesainya pertandingan.

Pertandingan pun berakhir dengan skor telak. Lagi-lagi tim gue menang dan gue menyumbangkan skor yang cukup banyak untuk tim gue.

"Good job bro,"

"Delo sang kapten hero,"

"Bravo,"

Salaman, pelukan, dan ber-tos ria mengiringi ke dua tim di akhir pertandingan, serta pujian yang terus mengalir untuk gue.

Setelah penat bertanding, gue pun memutuskan untuk mengistirahatkan tubuh dan bersandar pada bangku yang terdapat di pinggir lapangan.

"Capeknyaaa..," ujar gue sambil menutup mata. Kaos oblong putih yang gue kenakan sudah basah oleh keringat gue yang membanjir namun tak sedikitpun mengurangi ketampanan gue.

HATE ME AS MUCH AS YOU CANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang