"Nyatanya kamu tak lagi ingin bertukar sapa, padahal dulu kita pernah sedekat nadi sebelum hujan membawamu pergi"
Ivona Aurelia Kinandita
Jam sudah menunjukkan pukul satu lewat. Tapi kelas XI IPA-3 belum ada yang bubar dari kelas. Seperti yang terjadi sebelumya bahwa setiap hari Selasa di jam terakhir yang ngajar adalah pak Mimin. Guru Bahasa itu emang jagonya mengarang, ntah apa yang diceritakannya yang membuat semangat belajar para lelaki hidup.
"Jadi bapak punyak anak baru lapan dan masukin baru tujuh kali...." Suara tawa anak laki-laki pun pecah dengan apa yang diomongin guru yang sudah memasuki usia kepala lima itu.
"Maksudnya apa, Pak?" tanya Ali yang duduk di paling pojok.
"Bapak punya anak udah delapan, anak ke tujuh dan delapannya kembar." Terangnya yang di ouh kan semua murid.
Awal Aurel mendengar kalimat itu, ia merasa bingung. Tapi Karena asal Pak Mimin mengajar, kata itulah yang sering ia bicarakan saat pelajarannya akan berakhir. Dan hari-hari demi hari akhirnya Aurel mengetahuinya.
Pasalnya guru ini selalu menjelaskan pelajaran pasti ada sangkut pautnya dengan kehidupan yang dikarang nya. Pak Mimin ini adalah salah satu guru yang memiliki 1000 otak piktor.
Bayangkan saja, dengan hebatnya dia mengatakan saat istrinya mengandung anak ke-4, dia pergi dengan mantan kekasih nya ke hotel, yang jelas itu hanya Fiktif belaka nya. Dan kalo itu beneran terjadi hanya tuhan dan dialah yang tau.
"Pak, kelas lain dah pada pulang Masa' kita belum." protes Lidya dengan lancang yang di angguki kaum hawa. Tak mau kalah, Agung si ketua kelas nan nyebelin pun ikut ikutan berkoar membela kaum Adam. "Lo aja yang pulang kita mah masih mau dengar."
"Ihh lo itu ketua ato bukan sih, inikan dah waktunya pulang, kasian emak gue di rumah nungguin." cerocos Lidya
"Santai aja nape, goyang banget si lu. Biar babang Agung yang nganterin yayang Lidya." Lidya yang melihat itu bergidik ngeri.
"Tenang kan dirimu sayang." itu bukan suara Agung melainkan suara pak Mimin yang kerap dipanggil tubang oleh kaum hawa.
Satu kelas heboh, para lelaki menyoraki cie cie dan para gadis rasanya pengen cepat-cepat keluar dan pergi ke kamar mandi untuk muntah.
"Loh bapakan manggil sayang Karna kamu murid bapak. Jadi, kamu mau di panggil apa honey, darling, dear, baby, atau love. Kamu tinggal pilih." ujar guru itu dengan bangganya.
"Maaf ni ya pak, ingat anak istri pak." Ujar Lidya. Pusing sendiri ngomong sama guru macam gini.
"Oke fine. Kalian bapak kasi pulang." inilah yang ditunggu kaum hawa. Keluar dari neraka yang panas membakar.
"Dan jangan lupa kerjakan soal yang ada di halaman 56-60 buat soalnya." Hah rasanya Lidya pengen makan hidup-hidup nih guru. Pasalnya besok jam pertama adalah pelajaran bahasa juga.
Membayangkan teks yang panjangnya hampir satu kertas di tulis, yakinlah tangan mereka pada keriting besoknya.
Disinilah Sekarang Aurel, Lidya, dan Elsa. Mereka bertiga sedang di parkiran. Lagi lagi Aurel terpaksa pulang dengan angkutan umum karena dari semalam Elsa tidak membawa motor.
"Dah, hati-hati lo banyak setan berkeliaran siang bolong," ujar Lidya berpamitan. "Lo yang hati-hati tabrak semut." Lidya hanya membalasnya dengan cengiran sebelum beranjak meninggalkan parkiran.
Saat di parkiran tak sengaja Aurel melihat Bara yang sedang menaiki motor hitamnya. Motor yang pernah ia duduki dulunya.
Ia ingin menyapa tapi mulutnya terasa kaku untuk menyapa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Love
Fiksi RemajaApa kau masih merasakan hal yang sama? Apa kau masih tidak memaafkan ku? Apakah bekas luka yang kuberikan belum juga sembuh? Atau kau sudah menggantikan ku dengan orang lain? Apakah tidak ada tempat bagiku dalam hatimu lagi? Setelah aku melepaskan m...