Now playing : Cry Out.🎶
Hari ini 31 Desember 2015, tidak terasa bahwa sekarang sudah di penghujung tahun. Serta tidak terasa pula bahwa aku sudah hidup bersama ONE OK ROCK selama sepuluh tahun. Semua manis dan pahit yang kurasakan bersama mereka bagai mimpi kilat.
Namun aku tidak tahu pasti mimpi ini bisa dikatakan mimpi yang indah atau justru mimpi terburuk. Satu hal pasti, mereka sudah seperti keluarga baru yang dikirim Tuhan untuķ menggantikan keluargaku yang hancur berantakan bak kepingan kaca di lantai. Aku juga tidak tahu bersama mereka itu keberuntungan atau malah kutukan.
Aku menghela napas lelah, sekarang rasanya udara sejuk penanda awal musim dingin sudah menusukku hingga dalam tulang.
Aku masih sibuk memperhatikan layar laptop yang menampakkan penggalan-penggalan kalimat yang membuatku sakit kepala. Aku harus berkali-kali mencerna maksud dan tujuan sang penulis misterius berinisial IC itu.
Menjadi seorang gadis remaja yang tumbuh tanpa pernah sempat memakan bangku sekolah, setelahnya bekerja sampingan sebagai editor novel misteri rasanya sangat sulit dan melelahkan. Namun entah kenapa aku menikmatinya.
Setidaknya aku sudah menggeluti dunia redaksi ini selama tiga tahun. Aku melakukannya sebagai penyegaran sekaligus pemberontakan.
Penyegaran yang kumaksud adalah tidak ingin terus-menerus menjadi 'penonton' dari band yang semakin lama semakin maju. Ada naluri besar ingin menunjukkan bahwa aku bisa sukses, sama seperti mereka.
Selain itu aku juga butuh suasana baru. Apa mungkin aku hanya akan menghabiskan sisa umurku bersama dengan mereka terus, heh?
Lalu, pemberontakan yang kumaksud untuk menunjukkan pada-'nya' kalau aku bisa bertahan hidup tanpa-'nya'.
*
Aku tidak bisa tidur. Semilir angin meniup lembut rambutku. Heran, tidak biasanya dia belum pulang jam segini!
Jadi aku hanya berputar-putar di sekitar sofa dan balkon apartemen luas ini sekadar menghindari kebosanan menunggu. Oh Tuhan, kapan dia pulang?
Dengan santainya, dia pulang membuka kenop pintu tanpa acuh dan langsung bergerak menuju kamar. Padahal aku sudah menunggunya sampai jam dua malam.
Aku mencoba menghentikannya dengan mendekap daksanya erat dari belakang, sosok hangat yang selalu lembut padaku. Namun malam ini aku baru dia yang sebenarnya.
"Nii-chan, kenapa kau baru pulang?" tanyaku lembut masih dalam keadaan memeluk. Samar-samar hidungku mencium sesuatu dari daksa kurusnya. Bau yang asing tetapi kuyakin itu bau—
Dia bergerak menepis tanganku agak kasar. Aku terkejut, ada apa dengannya? Biasanya dia selalu lembut kepadaku, bukankah aku ini adik kesayangannya?
"Diam, aku mau tidur!" serunya dengan nada ketus yang baru pertama kalinya kudengar.
Aku mengabaikannya dan mencoba berfokus pada bau menyengat ini, berhasil meyakinkanku seratus persen kalau ini bau parfum wanita!
"Nii-chan habis darimana?! Jangan-jangan—"
Dia berbalik badan menatapku lekat. Sorot netra obsidian legam yang biasanya hangat kini berubah menjadi sangat dingin. Bak es batu.
"Memangnya kenapa?"
Aku terpaku sebentar sebelum akhirnya berkata. "Hubungan yang gak sehat kaya gitu gak baik, lho. Jangan dilakuin lagi ya, nii-chan!"
"Kau ini kenapa ribet sekali, 'sih? Aku udah dewasa! Gak usah sok ngatur!"
"Aku cuman gak mau nii-chan kenapa-napa."
Dia terdiam dan menatapku dengan tatapan ... muak?
"Anak kecil kaya kau itu ngerti apa, sih?"
Aku menahan sesak di dada. Rasanya ini pertama kali aku dibentak olehnya. Oh kenapa rasanya begitu sakit, Tuhan? Padahal aku cuman sayang padanya, padahal aku cuman peduli. Namun justru ini yang kudapat?
Kenapa? Rasa sesak macam apa ini? Rasanya daksa mungilku bagai digores belati dan dihujam ribuan panah tepat di sanubari.
Sial! Kenapa rasanya atmaku seperti terbakar? Bukankah dia itu Taka-nii yang sangat lembut dan perhatian padaku? Bukankah aku ini adik kesayangannya? Kenapa? Kenapa sekarang dia terlihat seperti orang yang berbeda? Apa? Apa yang telah mengubahnya menjadi seperti ini?
Rasanya aku tidak kuasa menahan sakit dan beberapa buliran panas siap diterjunkan dari kedua pupil coklatku.
Taka-nii menatapku semakin tajam lalu melontarkan kalimat yang rasanya menusuk hingga menembus tulang belakang. "Kau tuh harusnya tau diri, ya! Udah gak sekolah, hidup enak dan mewah di bawah naungan ONE OK ROCK. Kurang apalagi coba? Jadi gak usah sok ngatur-ngatur aku!"
Aku terdiam, berusaha menahan semua rasa sakit dari setiap perkataannya yang bagai silet itu. Perlahan tapi pasti berhasil membunuh nuraniku.
"Kamu itu gak bisa hidup tanpaku! Kamu gak bisa apapun! Uang, makan, bahkan keperluan hidupmu aku yang menanggungnya! Yang kamu bisa cuman hidup enak bersamaku! Jadi belajarlah sedikit rasa tau diri!"
Taka-nii menekankan kata-kata 'rasa tau diri'. Rasanya sangat kacau, aku hampir tidak bisa berpikir jernih.
Aku mulai berpikir untuk membunuhnya, bukan membunuh dalam definisi sesungguhnya yakni menusuk dengan pisau atau belati. Bukan seperti itu.
Aku ingin membunuhnya dengan membalikkan semua kalimat busuknya yang berhasil membunuh nuraniku. Jiwaku sangat keras ingin menunjukkan bahwa aku masih mampu hidup tanpanya!
Dari situlah, akan tergerak untuk berusaha hebat sekuat mungkin! Karena setiap orang ingin berubah, semua orang tidak mungkin lagi sama! Hidup harus berjalan maju. Termasuk aku!
Aku tidak perlu dirinya. Tidak, sama sekali tidak!
Rasanya gejolak hatiku semakin bergemuruh, aku merasa seperti terbakar. Ingin teriak! Teriak! Teriak sekencang-kencangnya. Hingga kalimat itu terucapkan.
"Aku gak butuh nii-chan!" seruku lantang.
Benar. Apa kau mendengarnya? Sedari tadi aku menahannya, lihat saja!
Setelah itu aku mengambil tas dan kabur dari apartemennya dibaluti angin dingin jam dua malam.
*
Ah sial, kenapa aku malah mengingat kejadian menyebalkan itu lagi, sih?
Oh Tuhan, tahun baru ini aku tidak berharap banyak. Aku hanya berharap ada seseorang yang kau hadirkan untukku dan mengerti perasaanku. Seseorang yang bisa mengajarkanku arti kehangatan. Dulu ada, ya nii-ku. Namun dia sudah berubah drastis!
Tomoya? Hahaha, cintaku ini hanyalah cinta menyedihkan yang bertepuk sebelah tangan. Walau sebenarnya aku pun juga belum tau perasaannya yang pasti padaku. Namun entah kenapa aku yakin begitu. Sebenarnya salahku juga yang tidak pernah berani melakukan pendekatan hanya karena grogi ketika di dekatnya.
Aku menghela napas lagi, merenungkan kisah hidupku yang bisa dibilang 'ngenes'.
Jemariku bergerak mematikan laptop lalu mematikan lampu, bersiap menyambut malam tahun baru yang gelap tanpa Taka-nii atau pun member ONE OK ROCK yang lain—ah, sudahlah.
Kemudian yang terakhir, di balik balkon apartemen yang kubeli sendiri dari hasil jerih payahku sebagai editor novel, aku berhasil menjerit lantang bersamaan dengan gemuruh warna-warni kembang api pertanda pergantian waktu, tahun baru.
"I don't care anymore!"
-Tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
SAE 1 - Mighty Long Fall✔
Fanfiction[SONG ALBUM EDITION 1 - OOR FF] Untuk seseorang yang kucintai, Apakah salah jika kutanamkan rasa padamu terlalu dalam? Apakah salah kubenamkan harap pada angin dan matahari senja itu? Sungguh, betapa menawannya dirimu hingga mampu membuat hatiku per...