Track 15

166 19 4
                                    

Now playing : The Way Back.🎶

Tujuh tahun kemudian...

Seorang bocah lelaki manis tengah terlihat sibuk celingak-celinguk, dia kebingungan lupa dimana lokasi tempatnya meletakkan kotak sepatu baru.

"Sayang, udah siap belum?" tanya lembut mamanya dari dalam dapur sembari menyiapkan bekal untuk perjalanan jauh mereka.

"Belum, ma," ujar bocah lelaki itu masih dengan raut wajah yang semakin panik. Kini dia sudah menemukan lokasi kotak sepatunya namun disana terdapat seorang bocah perempuan berwajah pucat yang tengah memegang erat kotak sepatu itu seperti enggan melepasnya.

"Eh misi dong, aku mau ambil sepatuku," ujar bocah lelaki itu polos sembari bergerak ingin mengambil kotak sepatunya namun bocah perempuan yang menjaga itu hanya tertawa kecil.

"Hihihihi. Taka, main yuk?"

Bocah lelaki itu mengeluarkan wajah masamnya, dia cemberut. Menolak cepat ajakan bocah perempuan berwajah pucat itu, "Nggak dulu, Melisa. Aku buru-buru. Nanti mama marah sama aku."

Wanita yang baru saja dipanggil 'mama' oleh bocah lelaki itu pun keluar dari dapur seraya membawa tiga porsi kotak makan yang dibungkus rapi dalam kain.

"Sayang, ayo!" ajak wanita muda itu yang walau sudah menikah tetap saja terlihat cantik, tidak ada bedanya dengan dulu ketika dia masih gadis. Pipi tirusnya, mata kilaunya, bulu matanya yang lentik, dan bibirnya yang menawan. Tidak ada bedanya dengan yang dulu, dialah Meiko.

"Bentar ma, sepatuku dijagain Melisa," ujar bocah lelaki itu sembari menunjuk ke arah kotak sepatunya membuat ekor mata Meiko bergerak mengikutinya. Kini wanita itu malah mengerutkan alis, dia tidak melihat apapun di dekat kotak sepatu milik anak lelakinya yang terbaring rapi di rak. Kosong. Tak ada siapapun di sana.

"Melisa?" Meiko mencoba berpikir kembali siapakah gerangan yang dimaksud bocah lelaki semata wayangnya ini. Ah! Wanita itu langsung menjentikkan jari. Lagi. Hal ini lagi. Terjadi lagi.

"Iya, Melisa. Dia ngajak main."

Kini Meiko jongkok. Mencoba menyejajarkan tubuhnya agar tingginya setara dengan anak lelakinya itu lalu memohon kecil, "Melisa, maaf ya. Hari ini kita mau pergi jadi Taka nggak bisa main sama kamu."

Bocah perempuan berwajah pucat itu terkekeh kecil melihat kelakukan wanita muda itu, hebat sekali dia sekarang malah berpura-pura seolah bisa melihatnya, "Baik, Taka. Kamu hati-hati ya!" usai berkata begitu, bocah perempuan itu kemudian menghilang bak angin.

Bocah lelaki yang baru saja dipanggil Taka itu kemudian mengambil sepatunya---tak lupa memakainya juga lantas kemudian keluar dari rumah minimalis elegan bersama mama cantiknya, melewati sebuah papan nama keluarga di sebelah pagar yang bertuliskan 'Yamashita'.

*

"Mama, mama!" seru bocah lelaki itu kegirangan, tidak ada hentinya dia memanggil sosok wanita penyayang yang kini sudah jadi penulis terkenal legendaris bernama Meiko Yamashita itu. Dia tidak bisa diam sedari tadi selama dalam perjalanan mereka.

"Ha'i, ada apa sayang?" Meiko berusaha menolehkan kepalanya ke jok belakang, memerhatikan bocah lelakinya itu yang tak bosan-bosannya menunjuk ke jalanan.

"Taka lihat di jalanan banyak yang menarik!"

Kini malah orang yang sedari tadi diam saja karena sibuk mengendarai mobil terkekeh pelan melihat tingkah anak mungilnya itu, "Oooh. Memangnya apa yang Taka liat? Papa aja nggak liat apapun tuh daritadi."

Suara berat itu menggelitik indera pendengaran Taka, bocah kecil itu kini mendengus kecil, kesal. Dia merasa papanya itu sedang mengejeknya, padahal hanya membercandainya.

SAE 1 - Mighty Long Fall✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang