Perhatian: Ada beberapa istilah asing disini. Baca notes di bawah untuk translasinya.
*****
"Okaa-san, aku ke tempat biasanya, ya."
Perlahan aku mengambil tongkat kesayanganku yang terkapar di lantai. Satu demi satu aku melangkah, menuju tempat favoritku yang selalu kukunjungi saat sore hari.
Sejak hari ini, musim panas telah resmi berganti menjadi musim gugur. Musim yang sangat aku tunggu-tunggu. Betapa tidak, menurutku, dari 4 musim yang ada, musim gugur adalah musim yang paling aku suka. Aku mencintai aromanya, lembutnya daun berguguran yang menyentuh kulitku, serta semilir angin yang menyibakkan rambutku.
"Kira-kira, musim gugur di Eropa sama seperti di Jepang tidak, ya?" gumamku perlahan, sambil memposisikan diriku untuk duduk dengan nyaman.
Belum lama aku duduk, aku dikejutkan dengan wangi aroma yang tak pernah kucium sebelumnya. Tapi, entah mengapa seketika aku seakan terhipnotis dengannya.
"Wahai pemilik aroma, jangan menjauh," gumamku.
Sesuai dugaanku, aromanya semakin kuat. Aku penasaran, siapakah gerangan pemiliknya?
Tak disangka, aroma itu menghilang. Aku menghela nafas. Seketika, suara dari sebelahku mengagetkanku.
"Sendirian?"
"Ah... iya. Maaf, kamu siapa ya?"
"Kau tidak ingat aku?"
Aku terkejut. Ya Tuhan, aku benar-benar tidak tahu siapa sosok yang sedang bersamaku ini. Yang jelas, dari suaranya, dia seorang laki-laki. Haruskah aku memberi tahu nya tentang kebenaran dari diriku, walaupun aku belum mengenalnya?
"Oh, maafkan aku," sambungnya. "Kau... maaf ya, apa kau tunanetra?"
Aku terdiam.
Bagaimana dia bisa tahu? Aku bahkan belum mengatakan apapun padanya. Atau, jangan-jangan......
Seketika tanganku meraba-raba bangku, mencari tongkat penuntun. Benar saja, tongkat itu ada di sebelahku, dalam keadaan belum kulipat. Biasanya aku melipat tongkat ini — seperti kau melipat gagang payung — agar orang-orang yang lewat tak mengira bahwa aku tunanetra. Aku bahkan sampai menutupi mataku dengan poni rambut.
Wussshhh...
Angin bertiup lagi. Aroma itu, mulai tercium lagi olehku. Kali ini, aku tahu, bahwa pemiliknya adalah sosok yang sekarang ada di sebelahku.
Aku bertanya lagi, "Maaf, kamu siapa? Aku tidak ingat..."
"Benar juga, mana mungkin kau mengingatku hanya dengan suara," jawabnya sambil tertawa.
Bodoh. Kau bahkan belum tahu apa-apa tentang diriku. Aku tak akan lupa siapa lawan bicaraku meskipun aku tak bisa melihat lawan bicaraku. Kau tak mengenalku, bukan?
"Lupakan itu," sambungnya. "Panggil saja aku onii-san".
"Onii-san?" tanyaku ragu.
"Iya. Kau bisa memanggilku dengan sebutan itu. Memangnya kenapa?"
"Bukan masalah, sih. Toh aku juga tidak punya kakak."
"Benarkah? Aku juga tidak punya adik. Bagaimana kalau kau kupanggil imouto-chan juga?" balasnya.
Aku tertawa kecil. Baru pertama kali ini, dari sekian musim gugur yang aku lalui, aku bisa merasa bahagia. Dia satu-satunya orang yang mau berbicara denganku, meskipun ia tahu aku tunanetra. Dia, aroma musim gugur yang khas, langka, tak akan bisa dijumpai dimanapun, selain di sini. Aku yakin, saat ini dia tersenyum, menunjukkan kebahagiaan yang sama sepertiku.
Onii-san. Si aroma musim gugur.
To be continued...
*****
Notes Istilah :
Okaa-san : sebutan untuk ibu dalam bahasa Jepang (formal)
Onii-san : sebutan untuk kakak laki-laki dalam bahasa Jepang (formal)
Imouto-chan : sebutan untuk adik perempuan dalam bahasa Jepang (informal)

KAMU SEDANG MEMBACA
[MINS#1] Kau dan Musim Gugur ✔
Short Story[COMPLETED] (Memories In Nature Series) Dia, aroma musim gugur yang hangat. Copyright © 2018 by ayundaauras