4 - Lagi

79 9 0
                                    

Perhatian: Ada beberapa istilah asing disini. Baca notes di bawah untuk translasinya.

*****

Musim gugur hari ke-10.

Cuaca hari ini terasa lebih baik. Aku tersenyum simpul.

"Hari ini dia pasti datang. Cuacanya tidak seburuk kemarin," ujarku senang.

Kulangkahkan kakiku perlahan menuju kamar. Sepertinya ibu ada disana. Aku bisa tahu hanya dengan senandungnya yang lembut.

"Okaa-san, sedang apa ibu disini?"

Ibu menarik tanganku perlahan, lalu membantuku duduk di kasur.

"Kemarilah. Coba pegang ini," lanjutnya sambil meletakkan sesuatu di atas pangkuanku.

Aku mengelusnya perlahan. Terasa seperti sebuah rajutan yang amat halus. Bagaikan mengelus anjing atau kucing yang sedang tidur dalam pangkuanku. Ini pasti buatan ibu. Beliau pernah bercerita bahwa ia suka sekali membuat rajutan semacam ini, termasuk sweater yang kupakai sekarang.

Kuangkat rajutan itu ke atas, lalu membentangkannya. Bukan taplak, baju, ataupun sweater. Benda ini memanjang ke samping, namun tidak memanjang ke bawah — karena aku tidak merasakan sesuatu yang menggelitik pahaku.

"Okaa-san, ini apa?" Tanyaku kebingungan.

"Itu disebut syal. Biasanya dipakai untuk menghangatkan badan. Kau belum pernah memakainya, karena ibu memang tak pernah memberikannya padamu," jawab ibu, lalu ia tertawa kecil. Rasanya aku jadi orang bodoh sedunia. Di usiaku yang ke 18 aku bahkan baru tahu ada benda seperti ini.

"Ini untuk siapa? Untukku?" tanyaku lagi.

"Kalau kau mau, kau boleh memakainya."

"Arigatou gozaimasu, okaa-san,"  jawabku sambil memeluk ibu.

Tanpa menunggu waktu, aku langsung meraba-raba meja belajarku, mencari sebuah kotak bekas pembungkus kado ulang tahunku bulan lalu. Seingatku memang masih ada di sana.

Ah, ternyata memang ada.

Kuraba kotak itu, terasa bahwa kotak itu masih mulus dan bagus.

"Kau mau membungkusnya dengan kotak ini? Mari ibu bantu. Percayakan pada ibu," kata ibu.

Aku tertegun, tidak kusangka ibu paham apa yang akan kuperbuat dengan syal itu. Setelah beberapa saat, ibu memberikannya padaku. Lengkap dengan tasnya.

"Sudah selesai. Bawa perlahan-lahan, ya."

Aku bangkit perlahan dengan membawa tas berisi kotak itu. Di perjalanan, ramai burung-burung berkicau di antara hembusan angin. Hatiku berbunga-bunga, namun di satu sisi aku gugup, bagaimana caraku memberikan hadiah itu padanya.

Jam di gedung itu berbunyi, memberitahu semua orang disana bahwa saat ini pukul 4 tepat. Waktu dimana aku telah sampai di taman ini. Seperti biasa, aku duduk manis, melipat tongkatku, dan menunggunya dengan tenang.

Jemariku mengetuk bangku kayu itu bergantian, membuat melodi yang tak beraturan. Aku bersenandung, berharap sang aroma musim gugur datang hari ini. Tiba-tiba, aku mendengar kicauan sekerumunan burung. Semakin dekat, berarti burung-burung itu datang ke arahku. Aku mampu merasakan beberapa burung hinggap di bahuku, tidak terlalu berat. Sepertinya ukurannya lebih kecil dari yang kemarin.

Sekali lagi, aku mencoba menyentuh burung-burung yang hinggap di bahuku. Namun mereka terbang. Aku menghela nafas.

"Ya ampun, kalian penakut sekali. Aku tidak akan memakan kalian, tenang saja," ujarku pada burung-burung itu.

Tak lama kemudian, aku dikejutkan dengan sesuatu yang agak tajam berloncatan di punggung tangan kiriku. Aku bergidik, ini apa? Belum sempat aku menebak benda itu, bunyi kicauan terdengar dari tempat dimana benda itu berloncatan.

Aku menghela nafas lega. Jadi ini, rasanya kaki burung yang sesungguhnya? Yang hinggap di bahu memang sedikit tidak terasa di kulit, karena terhalang oleh sweater tebal yang kupakai. Aku tertawa kecil sendiri mengakui kebodohanku.

Angin kembali bertiup, lebih pelan dari sebelumnya. Aku merasa di-nina bobo-kan oleh angin itu. Perlahan, aku merasakan kantuk, lalu tertidur di atas bangku kayu itu.

Aku masih bisa mendengarkan suara hembusan angin, kicauan burung, dan sorak sorai orang-orang yang ada di taman itu. Aku memang tidak tidur terlalu lelap, jadi aku masih bisa mendengarkan suara-suara itu. Termasuk suara lonceng penjual es krim yang biasa lewat di depan rumahku.

Rasanya belum lama aku tertidur, namun tiba-tiba aku terperanjat bangun karena kaget, akibat suara jam gedung itu berbunyi lagi. Sudah jam 5 sore, pikirku. Aku mengusap mataku dan duduk perlahan.

"Dia..  tidak datang lagi, ya?" tanyaku pada diriku sendiri.

Kusadari pipiku mulai terasa basah. Ada sesuatu yang mengalir disana.

Apakah aku... menangis?

Tapi untuk apa? Bukankah itu hal yang biasa jika dia tidak bisa datang, mengapa aku harus menangis?

Aku berusaha mengusap air mata itu, tapi ia tidak kunjung berhenti. Aku merenung, dan teringat akan perasaan ini. Aku masih merasakan sesuatu yang berbeda di antara aku dan aroma musim gugur, tapi apa?

Ya Tuhan, jangan buat aku gelisah dengan perasaan ini. Beritahu aku, ini perasaan macam apa?

To be continued...

*****

Notes Istilah:

Arigatou gozaimasu: Terima kasih.

[MINS#1] Kau dan Musim Gugur ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang