2 - Maple

140 15 24
                                    

Musim gugur hari ke-8.

Sudah seminggu sejak kejadian hari itu, dan sampai detik ini aku belum sempat pergi ke tempat itu lagi. Aku tak tahu, sampai kapan aku harus menahan keinginanku untuk kesana. Rasanya ingin bunuh diri jika tak bisa menikmati semilir angin musim gugur.

"Carla, barusan ibu ditelepon gurumu," ujar ibu sambil menyisir rambutku. "Beliau tidak bisa datang hari ini. Katanya sedang ada pesta ulang tahun anaknya."

Sontak aku bangun dan mulai berteriak, "Hore!"

"Memangnya kamu mau kemana?"

"Ke taman. Ibu tahu sendiri, kan, aku sudah seminggu tidak kesana."

"Aku tersenyum lebar. Ini kesempatan besar untuk pergi bertemu aroma musim gugur. Aku sudah jenuh dengan homeschooling selama seminggu kemarin. Tapi, kalau dipikir-pikir, aku tidak tahu alasan mengapa aku sampai sebegitunya ingin bertemu dengannya. Padahal, kami masih saling kenal selama seminggu. Yang jelas, aku hanya ingin mencium aroma itu lagi.

Segera aku beranjak perlahan, dibantu dengan tongkat penuntun itu.

"Hati-hati, jangan pulang terlalu malam!" teriak ibu.

Seperti biasa, sesampai di sana aku duduk di bangku yang sama seperti minggu lalu.

"Kuharap dia datang hari ini," gumamku.

Wussshhh...

Angin bertiup perlahan, diikuti oleh aroma khas yang aku tunggu sedari tadi. Bunyi derap kakinya semakin mendekat. Aku dapat merasakan dia duduk di sebelahku.

Hening. Tak ada yang memulai pembicaraan. Mungkin dia masih menikmati pemandangan sore ini. Sedangkan aku? Aku tak seberani itu memulai pembicaraan. Rasanya aneh jika orang buta sepertiku tiba-tiba berbicara padahal tak ada satupun orang yang bersedia menjadi pendengar. Rasanya seolah-olah aku menjadi orang gila. Tapi, kali ini berbeda. Aku tahu onii-san masih ada di sana. Dia tak mungkin mengabaikanku.

Sesuatu jatuh dengan lembut di atas telapak tanganku. Aku memegangnya, lalu merabanya perlahan. Ini daun, bukan? Tapi, daun jenis apa ini? Seumur-umur aku hidup, tapi aku tak pernah tahu ini daun apa.

"Itu daun maple," kata kakak. "Orang-orang sering menyebutnya 'daun musim gugur', karena paling sering ada ketika musim gugur. Bentuknya seperti jari, warnanya jingga kekuningan seperti senja. Cantik, kan?"

Aku mengangguk perlahan. Aku masih terkesima dengan daun maple itu. Aku merasakan dengan teliti setiap inci teksturnya, lekuknya. Aku tidak tahu warna jingga maupun kuning itu seperti apa bentuknya, tapi aku tahu, warnanya pasti sama cantiknya seperti senja. Begitulah kata orang, senja itu indah.

"Onii-san, bolehkah aku membawa daun ini pulang?" tanyaku pelan.

"Bawa saja. Simpanlah dengan baik."

Aku merasakan tanganku diangkat, lalu telapak tanganku menyatu dengan telapak tangan orang lain.

"Ini... tangan siapa?" tanyaku.

"Tanganku," jawabnya.

Lalu dia menggenggam tanganku. Aku tersipu. Aku larut dalam genggamannya. Aku merasakan sesuatu yang berbeda. Inikah tangan sang aroma musim gugur itu? Walaupun sedikit kasar, tapi rasanya hangat, nyaman, dan tenang.

Perlahan genggamanku dilepas, lalu telapak tanganku bersentuhan dengan daun maple yang tadi kudapatkan.

"Kalau kau rindu aku, kau sentuh daun ini dengan telapak tanganmu. Kau akan merasakan hal yang sama seperti saat telapak tanganmu bersentuhan dengan telapak tanganku."

Ya, kamu benar. Rasanya sama, persis seperti tadi. Tak ada yang berbeda. Aku sudah tak mampu berucap apapun lagi padanya, selain ucapan terima kasih.

Tapi, tunggu, apa maksudnya dengan 'rindu'? Bukankah dia akan selalu ada disini? Lalu, apa maksudnya?

"Onii-san, apa maksudnya kakak berkata ...."

"Sudah dulu ya, aku pulang duluan," ucapnya, diiringi suara derap sepatu yang menjauh dariku.

Akhirnya, aku tak mendapatkan jawaban yang kuinginkan. Entah mengapa aku sangat ingin tahu. Aku tahu aku merasakan sesuatu yang berbeda padanya, tapi apa?

To be continued...

[MINS#1] Kau dan Musim Gugur ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang