4. Akad & Air Mata

52.4K 2.2K 4
                                    

Pukul 09.10 Pagi

Dia dan aku sudah di depan Bang Zaid. Yap, Bang Zaid yang jadi waliku hari ini, menggantikan posisi ayahku yang telah meninggal untuk menikahkanku dengan cowok ini. Ini adalah hari yang ku harap nggak pernah ada. Kenapa aku harus menghadapi semua ini sih?

Aku melirik calonku sejenak, dan ternyata dia lumayan cakep juga. Mungkin ini bisa jadi alasan buat aku terima dia, karena dia memang ganteng. Tapi, penampilan aja nggak cukup kan? Aku nggak boleh gampang baper cuma karena dia cakep. Mana tahu cuma tampangnya aja yang keren, tapi hatinya... hmm...

Dan tatapannya itu loh, wow, tajam banget! Gila, bikin merinding. Ngalahin tatapan Dilan. Apa dia selalu menatap semua wanita seperti itu? Jangan-jangan dia playboy. Astaga, Key, jangan sampai kelihatan grogi di depan dia.

"Saya terima nikah dan kawinnya Nayana Keisha Setia Putri binti Santoso Almarhum dengan mas kawin bla... bla... bla..."

Lancar banget nih cowok nyebut namaku. Padahal, aku sendiri sering lupa nama lengkapku yang panjang kayak rel kereta api ini. Ah, dia bukan calon suamiku lagi, tapi udah sah jadi suamiku. Nama lengkapnya siapa ya? Kalau nggak salah, namanya Mirza Fathan Ghazawan. Namanya lebih pendek dari namaku, kan? But, whatever, nggak perduli, don't care. Yang penting aku mau acara ini cepat selesai. Atau lebih baik kalau acara ini nggak usah kejadian sama sekali deh.

"Cium tangannya, Key," eeehh ? mama tiba-tiba bangunin lamunanku.

Cium tangannya? Kenapa penting banget gak sih?

"Key."

"Iya, Ma."

Aku mulai menundukkan kepala dan menyentuhkan bibirku ke punggung tangan suamiku. Aduh, kenapa tangannya hangat banget? Tapi, jangan keasikan gitu donk Key. Kok rasanya agak aneh dan kenapa aku malah jadi gugup gini. Jangan sampai larut dalam perasaan ini Key. Segera kuangkat wajahku dan kutatap dia dengan tajam. Dan... wow, dia balas tatapanku lebih tajam dari sebelumnya.

Saat tatapan kami bertemu, waktu seperti berhenti sejenak. Jantungku berdetak cepat, campur aduk antara kesal gelisah. Aku masih berusaha terlihat tenang pada prosesi ini, meskipun perasaan di hati ini nggak bisa diabaikan gitu aja. Saat melihat ke sekeliling, aku sadar banyak orang yang hadir buat menyaksikan momen ini. Mereka semua tersenyum dan berbahagia untuk aku. Tapi di sisi lain, bukankah mereka bertanya-tanya kenapa aku buru-buru dinikahin? Tentu saja, ada banyak harapan dan doa yang mengiringi langkahku, baik dari keluarga, teman, maupun diriku sendiri. Aku berharap, meskipun hari ini penuh dengan perasaan yang membingungkan, pada akhirnya aku ingin semua ini menjadi awal yang baik untuk perjalanan hidupku bersama Mirza.

Sambil menjalani prosesi yang berlanjut, pikiranku kembali melayang. Apa mama gak mikirin bagaimana kehidupan kami nanti? Kenapa mama bisa setega ini sih sama anaknya sendiri

------ ------ ------ ------ ------ ------ ------ ------ ------ ------ ------ ------

Resepsi Pernikahan

Huh, ini hari yang melelahkan. Baru kemarin aku sampai ke kota ini dan disambut dengan sangat meriah oleh keluarga cewek itu, kecuali cewek itu sendiri. Dari wajahnya keliatan banget kalau dia nggak suka dengan perjodohan ini, sama sih. Aku juga nggak suka. Apalagi harus langsung nikah gini.

Kalau pulang ke Malang, apa kata teman-temanku ya? Hah. Mereka pasti bakal ngakak parah!!! Tapi gimana dengan Intan? Waktu aku bilang tentang perjodohan ini, dia nangis segitu hebohnya. Aku tahu dia kecewa dengan keputusanku yang setuju buat menerima permintaan papa. Tapi mau gimana lagi? Emangnya aku mampu nolak? Biarpun aku punya hak buat menolak, tapi aku nggak mampu mengambil hak itu.

Aku tahu apa yang diinginkan papa, semata-mata untuk aku, satu-satunya anak yang bisa dia selamatkan dari kehancuran. Tapi di sisi lain, aku merasa seperti satu-satunya anak yang sampai detik ini masih merasa hancur. Saat pernikahan seperti ini, semua orang pasti ingin didampingi kedua orang tuanya, tapi aku hanya didampingi papa, orang yang selalu mendampingiku sejak sebelas tahun lalu, sejak aku umur tujuh tahun sampai detik ini. Mengingat semua pengorbanan papa, apa aku mampu menolak semua permintaannya? Bahkan seluruh kehidupanku akan aku berikan kalau memang papa memintanya, apalagi kalau cuma untuk sebuah pernikahan, egois banget kalau aku harus menolak.

Sedangkan Intan, maafkan aku. Bukannya aku berniat menyakiti. Tapi dari dulu sudah kubilang, jangan pernah baper sama aku. Kita bisa bersahabat, tapi tidak untuk cinta.

"Wah, cakep banget, Key, suami kamu. Tapi kok mendadak banget sih nikahnya?"

Aku hanya tersenyum mendengar seorang teman Keysha menghampiri kami, berjabat tangan, dan memberi selamat pada kami. Tampangnya mirip suneo. Tau donk tampangnya suneo kayak apa? mana ekspresinya sok kaya penyelidik ulung lagi. Kasian juga kamu Key, aku yakin setelah ini kamu akan jadi bahan gosip paling hangat di sekolahmu. Auto trending topic. Masih untung aku, di sekolah nggak ada yang tahu soal acara pernikahan mendadak ini kecuali Intan.

"Akhirnya aku nggak perlu nunggu jawaban kamu lagi." Kata cowok yang akan bersalaman dengan Keysha tapi tidak jadi. Wajah pengantinku berubah masam melihat cowok yang ada di depannya. Itu pasti satu dari sekian banyak cowok yang ngantri buat dapetin dia. Karena denger-dengar, dia termasuk The Most Wanted Girl di Balikpapan. Apa iya?

"Sorry Yan. Ini di luar dugaan aku." Cowok itu melengos begitu saja tanpa menjabat tanganku. Tatapannya sinis banget. Masa bodo lah.

"Bukan cuma Ryan yang kamu kecewain Key. Tapi aku juga." Sebelum Keysha bisa membalas ucapan cowok lain yang datang berikutnya, cowok itu udah pergi menjauh.

"Nggak nyangka, Key, kamu ngeduluin kita-kita nih. Padahal kamu bilang nggak mau nikah cepat-cepat. Ternyata... belum lulus aja udah ngeduluin kita-kita." Keysha, pendampingku ini cuma bisa memasang senyum yang kecut tanpa menjawab pertanyaan cewek yang aku rasa dia salah satu dari sahabat baiknya.

Setelah itu kami kembali duduk di pelaminan yang harusnya orang-orang yang duduk disini tuh tersenyum bahagia. Sejutek apapun nih cewek, cowok mana coba yang gak iba lihat muka memelas alami gitu? aku tahu banget dia lagi berusaha keras buat nahan air mata.

"Nggak usah sedih, aku tahu kok rasanya kayak apa." Malah nangis dong.

Aku spontan tepuk jidat sendiri. Salah aku nanya gitu. Lalu kucoba usap pipinya dengan tisu yang aku pegang dan dengan lemahnya dia menepis tanganku.

"Nggak usah dilap, biar mama lihat anaknya nggak bahagia." Keisha menatap ke depan tempat mamanya sedang berdiri. Tapi bukannya memperhatikan anaknya ini, mama Keysha malah asyik ngobrol dengan tamu-tamu lain. Padahal, air mata anaknya udah hampir bikin banjir ruangan ini.

Kasian banget sih kamu, Key.

HIGH SCHOOL MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang