"The Japanese say you have three faces.
The first face, you show to the world. The second face, you show to your close friends, and your family.
The third face, you never show anyone. It is the truest reflection of who you are."
Tidak ada yang menyadari kemahiran Seongwu dalam mengontrol ekspresi.
Dalam situasi apapun, dirinya selalu berusaha terlihat tenang dan tidak sembarangan membuat muka. Terkadang dua alisnya akan terpaut karena syok namun sejurus kemudian wajahnya akan kembali datar.
Sedari kecil lelaki itu sudah dibiasakan hidup disiplin oleh kedua orang tuanya. Dituntut memberikan yang terbaik. Harus jaga sikap. Tidak boleh bicara sembarangan.
Ayahnya adalah seorang manager bank kenamaan, ibunya adalah juru masak senior di kedutaan. Berbeda profesi namun satu visi misi. Anak mereka harus sukses, dalam artian menjadi yang terdepan dalam segala aspek di masyarakat.
Setiap acara jamuan makan malam akan digelar, Seongwu dan kakak perempuannya, Sejeong akan berada di rumah seharian untuk kuliah kilat tentang kepribadian dan table manner. Dipantau langsung oleh sang ibu.
Seongwu saat itu baru 9 tahun. Normal jika ia juga ingin bermain game konsol atau bersepeda di hari libur setelah mengerjakan tugas sekolah.
Namun Seongwu tidak pernah mengeluh dengan perintilan ini itu dari orang tuanya. Ia dan kakak perempuannya selalu menampilkan senyum terbaik mereka tiap dikenalkan dengan para kolega bisnis orang tuanya.
Pendengarannya mati rasa tiap ibunya berceloteh tentang pencapaian mereka di sekolah. Terutama Sejeong yang baru saja diterima di sekolah khusus wanita bergengsi di Korea Selatan.
Balon yang terus menerus ditiup sampai tidak ada ruang untuk udara akan meledak pada akhirnya.
Seperti Seongwu saat itu. Orang tuanya mengamuk mengetahui Seongwu tidak masuk sekolah menengah atas yang diinginkan orang tuanya.
"Mau jadi apa kamu!? Masih muda sudah mengecewakan ibu dan ayah!"
Seongwu tetap diam. Ekspresinya datar. Tidak ada raut menyesal. Tidak ada tangis. Tidak ada amarah. Namun untuk pertama kali, ia merasakan buncah euforia dan kebahagiaan dalam lubuk hatinya. Sebuah penantian untuk bebas.
Hari itu adalah hari terbaik sepanjang hidup Seongwu. Saat orang tuanya mulai hilang minat untuk menaruh harapan padanya.
-------------------------
Setengah semester terlewati setelah Seongwu diterima di sekolah biasa. Sejak insiden orang tuanya mencak-mencak, Seongwu tidak lagi menjadi harta karun keluarga. Mereka tidak pernah lagi membahas peringkatnya di sekolah. Memikirkan nama sekolah yang ia masuki saja rasanya mau muntah.
Sedari kecil ia terbiasa menjadi pusat perhatian. Namun sekarang Seongwu lebih suka tidak terlihat. Ia memilih duduk di bangku paling belakang yang kata murid lain berhantu. Tidak ada yang duduk di sebelahnya. Seongwu suka.
Seongwu kenal Doyeon saat mereka jadi partner untuk presentasi anatomi tubuh manusia.

KAMU SEDANG MEMBACA
With Extra Sugar [ONGNIEL]
Fanfiction[COMPLETED] Nyatanya, ketimbang jadi Sugar Daddy, julukan budak (cinta) dari seseorang bernama Ong Seongwu terdengar jauh lebih pantas untuknya. [Older!Kang Daniel x Younger!Ong Seongwu]