EPS-1

516 13 13
                                    

Sosok itu masih mencoba berinteraksi denganku. Aku tidak ingin mengabaikannya dan menjadikannya lebih agresif. Aku pun pergi ke toilet dan aku lihat ia mengikutiku. Menembus semua orang yang menghalanginya

"Siapa kau." Tanyaku kepadanya saat sudah berada du depan toilet. Wanita itu hanya diam menatapku dengan tatapan dinginnya. Entah kenapa akj tidak merasa dia akan memyerangku.

"Aku Shepia, aku hanya ingin agar kau membantuku. Aku menyukaimu," jawabnya.

Aku melihatnya dekat sekali denganku. Dia terlihat berbeda. Bajunya putih tanpa ada noda darah, luka ditubuhnya beserta pisau yang ia bawa pun tidak ada lagi.

Dia tersenyum, aku tidak terganggu dengannya. Dia baik, dia memgobati sepiku. Aku memutuskan untuk kembali kemeja makan. Shepia pergi, dia mengatakkan akan terus bersamaku dan melindungiku.

Akbar sudah menghabiskan makanannya. Aku baru pergi ke toilet selama lima menit tapi makanannya sudah tak bersisa, bahkan dia ingin memesan makanan penutup lagi. Huh, katanya mau diet.

Aku dengan cepat duduk dan menghabiskan makananku. Setelah acara makan makan kami selesai, aku memintanya untuk mengantarku pulang dan ia pun menyetujuinya. Ini sudah malam dan Ibu pasti khawatir.

"udah sampe, sana pulang. Mama kamu nyariin entar, nanti malah aku yang disalahin." Kata seseorang yang tak lain adalah Akbar.

"iya, kamu hati hati di jalan. Besok kamu jemput aku kan?" Tanyaku sambil turun dari mobilnya.

Dia hanya mengangguk. Aku membalikkan badanku dan melangkah menuju rumahku. Rumahku sangat besar, padahal hanya aku dan ibuku yang tinggal didalamnya. Ayahku sedah meninggal sejak usiaku delapan tahun. Kakak laki lakiku, Dion sedang kuliah di Australia.

Sesampainya aku di rumah, aku langsung mengetuk pintu. Tapi ibuku berkata bahwa pintunya tidak dikunci dan ia menyuruhku untuk langsung masuk. Aku melihatnya sedang berbicara dengan seseorang. Seseorang yang familiar. Tidak salah lagi, itu Shepia. Ibuku mengenalnya? Apa ibuku yang menyuruh Shepia mengikutiku? Entahla, aku tidak peduli.

Ibu menyapaku, ia menyuruhku duduk dan berbincang. Tapi aku sangat lelah. Tapi Shepia memaksaku dan aku tak bisa menolaknya. Ibuku mulai mengajukan pertanyaan.

"Apa kau masih risih dengan kemampuanmu, sayang?" tanya ibu kepadaku. Tapi dia hanya menatapku sekilas dan berpaling ke Shepia.

"Tidak mah, aku sudah mulai terbiasa selama yang muncul tidak menampakkan wujud aslinya." balasku sambari meletakkan sepatuku ke dalam lemari kusus sepatu.

"Hahaha, maafkan aku. Aku tidak sengaja." kata Shepia sambil tertawa.

"Sudahlah, kau tau kan ibu juga bisa melihat dan berinteraksi dengan mereka? Jadi ibu ingin kau membiasakan diri dengan kelebihanmu. Jika perlu kau harus menolong mereka." Kata ibu yang membuatku tersedak teh saat mendengarnya.

"Tapi mah, aku ini masih sangat payah. Aku bahkan seringkali tak menyadari mereka jika mereka tak mengajakku berinteraksi terlebih dahulu." jawabku yang membuat Shepia bingung.

"Kau tidak menyadari bahwa ada kami disini? Kau ini tidak peka. Apa aku tahu tadi saat di toilet restoran kita tidak hanya berdua?" tambah Shepia yang membuatku bingung.

"Apa!? Masa iya? Apa ibu ibu yang sedang menyisir ramburnya itu juga bukan manusia?" jawabku dengan pertanyaan.

"Huh, kau ini. Mereka mengikutimu saja kau tak tahu." kesal Shepia yang malah nembuatku merinding.

Jika Shepia aku tidak akan takut karna ia adalah sahabat ibu dan sekarang sudah menjadi temanku. Tapi wanit itu yang aku lihat tengah menyisir rambutnya, dia terlihat mengerikan karna ia terus menyanyikan lagu yang aneh dan parahnya, setelah mendengarkan lagu itu, lagunya terus bersenandung di otakku.

Last DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang