zwei.

1.5K 229 4
                                    

Perjalanan menuju apartemen Jaehyun menghabiskan waktu sekitar lima belas menit dari tempat mereka berdiri sebelumnya. Hening melanda ketika keduanya berjalan beriringan, tak ada satupun dari keduanya yang berniat untuk mengeluarkan suara apapun. Bahkan Chaeyoung enggan untuk sekedar berdehem.

Ketika sampai, keduanya masih sama-sama diam. Tapi, Jaehyun mencairkan suasana yang terlihat seperti es itu dengan berkata. "Ngomong-ngomong, sudah berapa lama kau tidak kemari?" tanya Jaehyun sambil mengingat-ingat kapan terakhir kali mantan kekasihnya itu mampir ke apartemennya. Lelaki itu mendorong pintu masuk dan mempersilahkan Chaeyoung untuk masuk lebih dulu ke dalam apartemennya.

Chaeyoung melirik Jaehyun, kemudian masuk ke dalam dan menunggu Jaehyun menutup pintu. "Dua bulan, kurasa?" ucapnya ragu sambil memakai sendal rumah yang baru saja Jaehyun berikan. "Rasanya sudah lama sekali, ternyata baru dua bulan semenjak kita berpisah."

Chaeyoung langsung mengutuk mulutnya yang sudah berbicara seenaknya. Ia dengan takut-takut memandang Jaehyun, takut jika lelaki itu tersinggung dengan apa yang ia katakan. Tapi, nampaknya tidak. "Jika kau mengira aku tersinggung, jawabannya tidak. Nah, ayo masuk, aku akan membuatkan makanan untukmu."

Chaeyoung nyengir kaku. "Terima kasih sudah repot-repot."

"Bukan masalah," Jaehyun menggerakkan bahu, kemudian melenggang pergi ke dapur.

Chaeyoung menghempaskan dirinya ke atas sofa berukuran dua meter berwarna hitam yang terletak di ruang tamu apartemen Jaehyun. Pandangannya mengarah ke sana ke mari, memandang seluruh isi tempat itu dan pikirannya terlempar ke masa-masa lalu. Masa-masa ketika ia dan Jaehyun baru saja menjalin hubungan kasih dan keduanya masih sama-sama polos.

Ketika pikirannya semakin melayang jauh, suara Jaehyun melenyapkan itu semua dalam sekejap. "Apa yang ingin kau makan?"

Jaehyun masih berada di dapur, tapi suaranya kencang bukan main, membuat Chaeyoung mendengus geli dan sedikit merasakan sakit di telinganya. "Apa saja yang bisa kau buat, Jae."

Chaeyoung bisa mendengar Jaehyun mendengus sebal. "Jawab yang serius, aku tidak tahu harus membuat apa."

Kemudian Chaeyoung bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur. Hal pertama yang ia temukan adalah Jaehyun yang sedang berjongkok di depan kulkas, dengan pintu kulkas yang terbuka, sambil mengamati isi kulkas dengan wajah yang serius.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Chaeyoung geli.

"Kelihatannya?"

Chaeyoung menggerakkan bahu. "Kelihatannya: kau sedang membuat lubang di dalam kulkas dengan tatapan tajammu itu."

Jaehyun tertawa hambar. "Lucu sekali," ia kemudian mengambil beberapa potong hanwoo dan menaruhnya di meja dapur setelah menutup pintu kulkas menggunakan kakinya. "Lebih baik makan hanwoo saja, untung aku membelinya dua hari yang lalu."

Sang gadis terkekeh pelan. "Kau sedang banyak uang sekarang? Hanwoo 'kan mahal."

Jaehyun tertawa renyah. "Ya, aku dapat gaji dari kerja sambilanku."

"Kau kerja sambilan?" Chaeyoung menaikkan sebelah alisnya, sedikit terkejut. "Apa yang kau lakukan? Maksudku, kau kerja apa?"

Jaehyun mengambil teflon dan menaruhnya di atas kompor. "Aku jadi barista"—dia kemudian menyalakan kompornya setelah menuangkan sedikit minyak di atas teflon—"aku belum ingin kerja di kantor, masih terlalu berat untukku."

Kedua alis Chaeyoung menyatu. "Hanya dengan menjadi barista—kau bisa menyewa apartemen dan makan hanwoo?"

"Kau tidak tahu banyak tentangku ternyata"—jeda Jaehyun sambil terkekeh geli—"orang tuaku mengirimiku uang setiap minggu. Dan ngomong-ngomong, bukankah kau tahu kalau aku barista? Aku rasa aku pernah memberitahumu, dulu."

Sambil mengedikkan bahu, Chaeyoung berjalan menjauh. "Kurasa, ya, kau pernah. Aku saja yang tidak ingat," aku Chaeyoung sambil memandang seluruh isi apartemen Jaehyun lagi.

Jaehyun menghabiskan waktu dua puluh menit hanya untuk menggoreng daging saja, dan membawanya ke meja makan. "Chaeyoung-ah, kemari lah." Dia memanggil dan meletakkan piring berisikan daging di atas meja, kemudian berlari-lari kecil ke dapur untuk mengambil dua pasang sumpit dan dua gelas. Ia juga tidak lupa mengisi gelas itu dengan air mineral.

Chaeyoung berjalan menghampiri meja makan dan kedua matanya berbinar ketika melihat beberapa potong daging yang sudah berada di atas meja makan. Jaehyun kembali ke meja makan dan meletakkan dua gelas yang tadi ia bawa—ia melupakan sumpitnya jadi ia kembali lagi ke dapur dan mengambil benda itu. Chaeyoung mendengus geli saat melihat Jaehyun yang berlari-lari seperti itu.

"Butuh bantuan, Jae?" tawar Chaeyoung, yang dengan segera ditolak oleh Jaehyun. "Tidak apa, aku bisa sendiri."

Satu menit kemudian mereka sudah duduk berhadapan di meja makan. "Jadi," Jaehyun memulai pembicaraan sambil menyumpit hanwoo, "bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?"

Chaeyoung mengedikkan bahunya dan ikut menyumpit hanwoo, sebelum memasukkan potongan daging itu ke dalam mulutnya, dia berbicara. "Yah, kurasa aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

"Aku oke," jawab Jaehyun setelah menelan makanannya.

Chaeyoung tertawa. "Kau selalu kelihatan oke, ngomong-ngomong."

"Benarkah?" Jaehyun mengangkat sebelah alisnya, dan Chaeyoung menjawabnya dengan sebuah anggukan singkat. Keduanya tidak berbicara lagi setelah itu, dan memilih untuk menghabiskan makanannya.

Ketika makanannya sudah benar-benar habis, Jaehyun memulai percakapan mereka kembali. "Aku ingin bertanya, kumohon jangan tersinggung—kau sudah punya pacar?"

Chaeyoung menatap Jaehyun ragu, haruskah dia menjawab pertanyaan yang barusan itu atau tidak? Jika ia tidak menjawab dan malah gugup, jelas Jaehyun akan tahu jawabannya dalam sekejap. Jika dia berbohong dan mengatakan tidak, Jaehyun mungkin tidak akan percaya. "Yah... sudah."

"Woah, benarkah?" reaksi Jaehyun benar-benar di luar dugaan Chaeyoung. "Siapa dia, kalau aku boleh tau?"

Chaeyoung menjawab ragu. "Uh, dia—Koo Junhoe, kau kenal?"

Detik itu, Chaeyoung berani bersumpah, dia bisa melihat sinar di mata Chaeyoung meredup saat itu. "Oh, Koo Junhoe—yang tinggi tu?" Jaehyun berucap antusias, yang jelas dibuat-buat.

"Jaehyun"—Chaeyoung menarik napas berat yang seketika menghentikan rasa antusias Jaehyun—"ayo bereskan semua ini, lalu tidur."

Jaehyun tahu betul kalau Chaeyoung sedang berusaha untuk menghindari topik yang sedang mereka bahas.

[2] hicran. +jaehyun, roséWhere stories live. Discover now