Aku menganggapnya teman.
Aku mengingatnya ketika aku bahagia.
Aku mengenangnya ketika pergi.Namun,
Sepertinya ia tak menganggapku demikian.Saat ia susah ku bantu, saat aku susah ia tak di sampingku.
Aku menghiburnya saat ia sedih, ia tertawa bersama temannya ketika aku sedih.
Ini pernah terjadi dalam hidupku beberapa kali..
Ah, mungkin berkali – kali.
Aku berkali – kali merasa menganggap seseorang sebagai segalanya namun ia tak menganggapku apa – apa.
Awalnya sakit.
Sakit sekali.
Rasanya seperti seseorang telah menggerus lubang besar tepat di hulu hati.
Namun seperti kata orang,
Semuanya juga akan tergilas waktu.
Aku mulai terbiasa akan sakit itu.
Walau aku tak bisa menutup lubang itu, nyatanya aku merasa seperti dokter telah menyuntikan obat penahan sakit pada lubang ku ini.
Tidak terlalu sakit lama – lama.
Namun semakin lama sepertinya makin banyak orang yang menggerus lubang ini.
Sepertinya lubang ini semakin besar.
Waktu sepertinya tak dapat mengobati luka ini
Nyatanya lubang ini masih menganga dan semakin lebar tiap harinya.
Aku tak tau apakah aku bodoh atau aku kelewat baik,
Membiarkan orang-orang melubangi di lubang yang sama.
Mungkin aku kelewat baik.
Tapi mungkin aku bodoh.
Atau keduanya.
Ah, entah lah..
Aku pun tak memikirkannya.
—Cirebon,
Dua hari setelah seseorang yang ku anggap teman merayakan hari kelahirannya.
November 2017—
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Murahan
De TodoKau tak perlu membaca ini. Sungguh. . Ini hanya tentang aku yang terbangun di tengah malam yang kelam lalu menatap rembulan. Atau tentang dia yang tak pernah tau aku menggilainya dalam diam. Atau tentang rasa yang tak dapat ku lukiskan. . . Aku tak...