9 | Deep Inside

1.4K 234 39
                                    


Note:
Permainan baru akan dimulai ketika salah satu pemain melemparkan dadu.

"Aaaarrrgh!"
Jeritan itu keluar dari bibirnya yang bergincu merah. Sebuah vas yang sebelumnya memuat segenggam anyelir putih terserak hancur di lantai keramik ruang rawat VVIP.

Dia berdiri tak peduli.

Ditatapnya sesosok pria yang terbaring tak sadarkan diri. Selang-selang mungil berseliweran antara tubuhnya dengan beragam alat medis penopang hidup.

Adalah sebuah ironi bagaimana lelaki yang dulu teramat gagah dan berkuasa itu kini tak berdaya bahkan untuk menjentik ujung jarinya sendiri.

"Gara-gara kamu Mas." Wanita itu kesulitan mengatur napasnya, dadanya sesak diliputi kemarahan. "Hidupku harusnya bahagia, bukan terkekang ngurusin kamu dan anak kamu!"

Bunyi elektrokardiograf menjawabnya dengan irama stagnan yang monoton.

"Udah cukup kamu nikahin aku tanpa status hukum, selalu dipandang rendah keluargamu, sekarang anak kamu ngerampas semuanya juga. Kartu ATM, kartu kredit, villa, bahkan mobilku. Kalau sampai aku jadi miskin itu semua karena kamu mas! Kamu tau aku gak bisa hidup susah. Kamu harusnya bangun mas, bangun! Lindungin aku, bahagiain aku kayak yang kamu janjiin dulu!"

Air mata kini mengalir deras di pipi wanita itu. Sesungguhnya dia kalut. Bingung bagaimana caranya melanjutkan hidup. Lebih-lebih tak ada lagi tempatnya aman bersandar.

"Tapi aku gak bisa ninggalin kamu Mas, gak bisa selagi kamu masih kayak gini." Isakannya semakin menjadi. Pertahanannya luluh lantak dan dia merosot jatuh. Bersimpuh di sisi ranjang berdampingan vas yang hancur seperti hatinya.

Dia memang bukan wanita baik-baik, dulu dia menggoda lelaki kaya raya itu bahkan sebelum istri sahnya berpulang. Tetapi, sejahat apapun dirinya, masih ada rasa cinta tulus untuk suaminya. Cinta yang tak pernah ingin dia akui, melampaui ketamakannya pada harta.

Kepalanya lantas terkulai, lelah dalam tangisnya. Seandainya saat itu dia mendongak, akan dia dapati sepasang mata yang memperhatikannya dalam bisu melalui kaca pintu.

Pemilik mata kecoklatan itu tak ingin masuk dan mengganggu, karena dia jelas tahu, ke sanalah si wanita pergi setiap kali selain menyambangi mall demi mall hari demi hari untuk menyelinapkan dukanya

***

Regan Building

Suasana aula rapat itu mencekam. Membuat gatal tengkuk akibat salah tingkah.

Dewan direksi dan setiap kepala departemen duduk bersisian, berhadap-hadapan memenuhi setiap kursi di sekitar meja panjang. Mereka harusnya berunding, mengamalkan asas-asas demokrasi di perusahaan, tetapi yang terjadi selama hampir satu jam belakangan adalah perang pendapat.

Desas-desus kehadiran Presiden Direktur yang baru sudah menyebar ke seantero perusahaan. Menyebar cepat bak pengharum ruangan dengan dosis kelewatan. Ditambah bumbu sana-sini.

Karena itulah rapat direksi diselenggarakan mendadak. Meski yang terjadi adalah setiap orang sibuk mengamankan kepentingannya sendiri. Berargumen ini itu yang tak lebih dari pepesan kosong.

"Setuju atau tidak, Presiden Direktur yang baru akan tetap menjabat." Seseorang mendesis sewot.

"Tapi selama tiga tahun ini tanpa Presiden Direktur pun Regan Group tetap maju, kita sudah cukup dengan kepemimpinan CEO." Seseorang lain di sayap kanan menyela.

Bumblevee (KTH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang