12 | (Still) Purple

1.3K 222 43
                                    

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Warning dulu ya, part ini panjang beut... Jari buat ngetiknya sampe pegel dan otak buat mikirnya sampe ngebul. Semoga yang baca ga olab.
Btw, ada yg tau olab? 😅
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Note:
Tak seperti merah jambu
Karena ungu
Terkadang rindu
Terkadang pilu


3 tahun yang lalu.

Ruangan ini masih terasa sama setiap kali aku membuka mata setelah obat memaksaku terlelap semalaman.

"Den Vee udah bangun? Simbok bikinin teh anget ya."

Suara itu juga sama, satu-satunya yang senantiasa menyapaku sejak berhari-hari lalu.

Ke mana orang-orang yang lain? Apakah rumah sebesar ini hanya dihuni olehku dan wanita renta yang memanggil dirinya Simbok itu?

"Nanti Pak Dokter Prawira dateng lagi Den, katanya agak siangan, ada operasi dulu di rumah sakit." Simbok bicara lagi. Alih-alih memperhatikan reaksiku, dia malah menyingkap gorden, membuka jendela dan membenarkan letak benda-benda di nakas yang sebenarnya tak perlu.

"Papa, Nenek, Om Anggada, Tante Rahmi, Yangti Dorothi, Tante Andini, Sekala, Jun, Kak Haru, Sera, Sena, Inna." Aku menggali ingatan, mengabsen semua penghuni rumah satu per satu meski berakibat pada kepalaku yang ngilu karena 27 jahitan semakin berdenyut menyakitkan.

"Den..." Mbok Irah berdiri kaku, mulai menangis meratapiku yang masih berbaring di atas ranjang. Tak berdaya dengan separuh badan berbalut perban.

Namun luka itu bukan di sana. Luka yang sebenarnya ada di dalam sini.


"Semuanya pergi Mbok, nggak ada yang temenin aku. Salahku apa Mbok? Aku ini anak baik kan Mbok? Aku selalu nurut apa yang Kakek dan Papa mau. Enam tahun kuliah di Amerika, jauh dari semua orang yang aku sayang. Tapi begitu aku pulang semua malah pergi. Apa mereka nggak kangen aku? Apa cuma aku yang mau ketemu mereka?"

"Udah Den, udah..." Wanita paruh baya itu terisak semakin keras.

"Kalau tau begini aku nggak akan pulang Mbok. Mungkin kalau aku nggak pulang, kecelakaan itu nggak akan terjadi. Kakek masih hidup, Papa nggak akan koma, dan semua orang masih ada di rumah ini. Kayak dulu waktu aku masih kecil. Rumah ini rame, menyenangkan."

"Aden..."

"Aku nggak mau sendirian Mbok, aku takut."

***

Kei mengelap telapak tangannya yang berkeringat ke lipatan roknya. Perutnya melilit, menciptakan sensasi mulas palsu. Jantungnya serasa sudah pindah ke tenggorokan dan bendetuman di sana tanpa henti.

Dia yakin, sejajar manusia di sampingnya juga merasakan hal yang kurang lebih serupa.

Sungguh, nama keren tim project akuisisi Golden TV berbanding terbalik dengan fakta kombinasi anggota yang luar biasa ajaib. Ganjil. Parah. Seperti sebutan yang disematkan Kim Namjun.

Lelaki itu masih menggumamkan tiga kata itu sambil menggeleng-geleng kepala dan mondar-mandir seakan ruangan Kepala HRD-nya adalah landasan setrikaan.

Bumblevee (KTH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang